Kaleidoskop 2022: Perbankan Kian Menawan, Laba Terus Menanjak
loading...
A
A
A
Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang dipublikasikan, Rabu (16/11), pertumbuhan laba bersih tersebut sejalan dengan pertumbuhan pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) sebesar 16,3% secara tahunan dari Rp 82,95 triliun menjadi Rp 96,5 triliun.
Total aset yang dimiliki BBRI secara konsolidasi naik dari Rp 1.678,09 triliun pada posisi 31 Desember 2021 menjadi Rp 1.684,6 triliun hingga akhir September 2022. Kredit perseroan mencapai mencapai Rp 1,054,7 triliun.
Sedangkan Bank Mandiri membukukan laba bersih konsolidasi hingga Kuartal III 2022 sebesar Rp 30,7 triliun. Angka ini tumbuh 59,4% secara tahunan (year on year/yoy).
Selanjutnya BNI membukukan laba bersih sebesar Rp 13,7 triliun sampai dengan Kuartal III 2022. Capaian ini tumbuh 76,8 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Catatan laba bersih cukup tinggi sepanjang sembilan bulan pertama 2022 juga ditorehkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Per September 2022, BCA membukukan laba bersih Rp 29 triliun atau tumbuh 24,8% secara tahunan (year on year/YoY).
Sedangkan pendapatan operasional BCA hanya tumbuh 8,9% YoY menjadi Rp 62,7 triliun yang terdiri dari pendapatan bunga bersih Rp 46,07 triliun atau naik 9,3% YoY dan pendapatan non bunga Rp 16,6 triliun atau meningkat 7,8% YoY.
Secara keseluruhan, bank-bank besar mengalami peningkatan dalam kualitas aset mereka dengan pinjaman berisiko (LAR) agregat (termasuk Covid) mencapai 16% di kuartal III tahun 2022. BBRI dan BMRI melaporkan perbaikan LAR tertinggi sebesar 630bp yoy di 3Q22. BBCA memiliki cakupan LAR tertinggi 50% tetapi bank BUMN tidak jauh dari 43-45%.
Kinerja perbankan di kuartal IV 2022 diproyeksikan lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya. Mengingat, pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini ditargetkan tumbuh sebesar 5% secara full year daripada tahun sebelumnya yang berkisar 3%.
Bukan hanya sampai akhir tahun 2022 ini, pada 2023 nanti, emiten perbankan diproyeksikan bakal tetap menunjukkan kinerja solid lantaran ditopang katalis positif berupa tahun politik yang akan berimbas baik bagi perekonomian nasional.
Di sisi lain OJK terus mencermati sekaligus memitigasi potensi risiko yang dapat memberikan dampak terhadap kinerja Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) di tengah kinerja saat ini yang resilien.
Total aset yang dimiliki BBRI secara konsolidasi naik dari Rp 1.678,09 triliun pada posisi 31 Desember 2021 menjadi Rp 1.684,6 triliun hingga akhir September 2022. Kredit perseroan mencapai mencapai Rp 1,054,7 triliun.
Sedangkan Bank Mandiri membukukan laba bersih konsolidasi hingga Kuartal III 2022 sebesar Rp 30,7 triliun. Angka ini tumbuh 59,4% secara tahunan (year on year/yoy).
Selanjutnya BNI membukukan laba bersih sebesar Rp 13,7 triliun sampai dengan Kuartal III 2022. Capaian ini tumbuh 76,8 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Catatan laba bersih cukup tinggi sepanjang sembilan bulan pertama 2022 juga ditorehkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Per September 2022, BCA membukukan laba bersih Rp 29 triliun atau tumbuh 24,8% secara tahunan (year on year/YoY).
Sedangkan pendapatan operasional BCA hanya tumbuh 8,9% YoY menjadi Rp 62,7 triliun yang terdiri dari pendapatan bunga bersih Rp 46,07 triliun atau naik 9,3% YoY dan pendapatan non bunga Rp 16,6 triliun atau meningkat 7,8% YoY.
Secara keseluruhan, bank-bank besar mengalami peningkatan dalam kualitas aset mereka dengan pinjaman berisiko (LAR) agregat (termasuk Covid) mencapai 16% di kuartal III tahun 2022. BBRI dan BMRI melaporkan perbaikan LAR tertinggi sebesar 630bp yoy di 3Q22. BBCA memiliki cakupan LAR tertinggi 50% tetapi bank BUMN tidak jauh dari 43-45%.
Kinerja perbankan di kuartal IV 2022 diproyeksikan lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya. Mengingat, pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini ditargetkan tumbuh sebesar 5% secara full year daripada tahun sebelumnya yang berkisar 3%.
Bukan hanya sampai akhir tahun 2022 ini, pada 2023 nanti, emiten perbankan diproyeksikan bakal tetap menunjukkan kinerja solid lantaran ditopang katalis positif berupa tahun politik yang akan berimbas baik bagi perekonomian nasional.
Di sisi lain OJK terus mencermati sekaligus memitigasi potensi risiko yang dapat memberikan dampak terhadap kinerja Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) di tengah kinerja saat ini yang resilien.