Kaleidoskop 2022: Perbankan Kian Menawan, Laba Terus Menanjak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perbankan di Indonesia menunjukkan tren positif sepanjang 2022, seiring dengan kredit perbankan pada Oktober 2022 yang tumbuh sebesar 11,95% secara yoy. Selain itu laba bersih empat bank besar di Indonesia juga semakin moncer.
Pertumbuhan kredit utamanya ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh sebesar 13,65% yoy. Adapun secara mtm, nominal kredit perbankan naik sebesar Rp 58,61 triliun menjadi Rp 6.333,51 triliun.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2022 tercatat naik 9,41% yoy menjadi Rp 7.927 triliun, meningkat dari laju pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 6,77% yoy. Dimana utamanya didorong peningkatan giro.
Likuiditas industri perbankan pada Oktober 2022 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 130,17% (September 2022: 121,62 persen) dan 29,46% (September 2022: 27,35 persen), jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Risiko kredit melanjutkan penurunan dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,78% (NPL gross: 2,72%). Di sisi lain, kredit restrukturisasi Covid-19 kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp5,57 triliun menjadi Rp 514,07 triliun dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,55 juta nasabah (September 2022: 2,63 juta nasabah).
Sementara itu laba bersih empat bank besar dalam negeri terus moncer. Empat bank besar penggerak IHSG yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatatkan kinerja positif.
Laba bersih empat bank besar itu mencapai Rp113 triliun pada sembilan bulan di 2022 atau naik 63% (yoy) dan tumbuh 8% qoq. Dari ke-empat Big Bank, BRI membukukan pertumbuhan laba terkuat di kuartal III/2022, sedangkan Bank Mandiri, Tbk (BMRI) terkuat di pendapatan bunga bersih (NII) dan laba operasional sebelum pencadangan/provisi (PPOP).
BRI membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 39,15 triliun. Capain tersebut melesat 103,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebear Rp 19,25 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang dipublikasikan, Rabu (16/11), pertumbuhan laba bersih tersebut sejalan dengan pertumbuhan pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) sebesar 16,3% secara tahunan dari Rp 82,95 triliun menjadi Rp 96,5 triliun.
Total aset yang dimiliki BBRI secara konsolidasi naik dari Rp 1.678,09 triliun pada posisi 31 Desember 2021 menjadi Rp 1.684,6 triliun hingga akhir September 2022. Kredit perseroan mencapai mencapai Rp 1,054,7 triliun.
Sedangkan Bank Mandiri membukukan laba bersih konsolidasi hingga Kuartal III 2022 sebesar Rp 30,7 triliun. Angka ini tumbuh 59,4% secara tahunan (year on year/yoy).
Selanjutnya BNI membukukan laba bersih sebesar Rp 13,7 triliun sampai dengan Kuartal III 2022. Capaian ini tumbuh 76,8 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Catatan laba bersih cukup tinggi sepanjang sembilan bulan pertama 2022 juga ditorehkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Per September 2022, BCA membukukan laba bersih Rp 29 triliun atau tumbuh 24,8% secara tahunan (year on year/YoY).
Sedangkan pendapatan operasional BCA hanya tumbuh 8,9% YoY menjadi Rp 62,7 triliun yang terdiri dari pendapatan bunga bersih Rp 46,07 triliun atau naik 9,3% YoY dan pendapatan non bunga Rp 16,6 triliun atau meningkat 7,8% YoY.
Secara keseluruhan, bank-bank besar mengalami peningkatan dalam kualitas aset mereka dengan pinjaman berisiko (LAR) agregat (termasuk Covid) mencapai 16% di kuartal III tahun 2022. BBRI dan BMRI melaporkan perbaikan LAR tertinggi sebesar 630bp yoy di 3Q22. BBCA memiliki cakupan LAR tertinggi 50% tetapi bank BUMN tidak jauh dari 43-45%.
Kinerja perbankan di kuartal IV 2022 diproyeksikan lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya. Mengingat, pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini ditargetkan tumbuh sebesar 5% secara full year daripada tahun sebelumnya yang berkisar 3%.
Bukan hanya sampai akhir tahun 2022 ini, pada 2023 nanti, emiten perbankan diproyeksikan bakal tetap menunjukkan kinerja solid lantaran ditopang katalis positif berupa tahun politik yang akan berimbas baik bagi perekonomian nasional.
Di sisi lain OJK terus mencermati sekaligus memitigasi potensi risiko yang dapat memberikan dampak terhadap kinerja Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) di tengah kinerja saat ini yang resilien.
Meningkatnya tren kenaikan suku bunga acuan bank sentral utama global yang disertai dengan quantitative tightening, penguatan Dolar AS (USD), serta volatilitas harga komoditas ke depan berpotensi memengaruhi kinerja LJK baik dari sisi portofolio investasi yang dimiliki, likuiditas, risiko kredit, maupun fungsi intermediasi.
Dalam rangka menjaga SSK di tengah meningkatnya risiko eksternal, OJK akan proaktif memperkuat kebijakan prudensial di sektor jasa keuangan dalam menjaga stabilitas industri jasa keuangan.
Pertumbuhan kredit utamanya ditopang oleh kredit investasi yang tumbuh sebesar 13,65% yoy. Adapun secara mtm, nominal kredit perbankan naik sebesar Rp 58,61 triliun menjadi Rp 6.333,51 triliun.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2022 tercatat naik 9,41% yoy menjadi Rp 7.927 triliun, meningkat dari laju pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 6,77% yoy. Dimana utamanya didorong peningkatan giro.
Likuiditas industri perbankan pada Oktober 2022 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 130,17% (September 2022: 121,62 persen) dan 29,46% (September 2022: 27,35 persen), jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Risiko kredit melanjutkan penurunan dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,78% (NPL gross: 2,72%). Di sisi lain, kredit restrukturisasi Covid-19 kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp5,57 triliun menjadi Rp 514,07 triliun dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,55 juta nasabah (September 2022: 2,63 juta nasabah).
Sementara itu laba bersih empat bank besar dalam negeri terus moncer. Empat bank besar penggerak IHSG yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatatkan kinerja positif.
Laba bersih empat bank besar itu mencapai Rp113 triliun pada sembilan bulan di 2022 atau naik 63% (yoy) dan tumbuh 8% qoq. Dari ke-empat Big Bank, BRI membukukan pertumbuhan laba terkuat di kuartal III/2022, sedangkan Bank Mandiri, Tbk (BMRI) terkuat di pendapatan bunga bersih (NII) dan laba operasional sebelum pencadangan/provisi (PPOP).
BRI membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 39,15 triliun. Capain tersebut melesat 103,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebear Rp 19,25 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang dipublikasikan, Rabu (16/11), pertumbuhan laba bersih tersebut sejalan dengan pertumbuhan pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) sebesar 16,3% secara tahunan dari Rp 82,95 triliun menjadi Rp 96,5 triliun.
Total aset yang dimiliki BBRI secara konsolidasi naik dari Rp 1.678,09 triliun pada posisi 31 Desember 2021 menjadi Rp 1.684,6 triliun hingga akhir September 2022. Kredit perseroan mencapai mencapai Rp 1,054,7 triliun.
Sedangkan Bank Mandiri membukukan laba bersih konsolidasi hingga Kuartal III 2022 sebesar Rp 30,7 triliun. Angka ini tumbuh 59,4% secara tahunan (year on year/yoy).
Selanjutnya BNI membukukan laba bersih sebesar Rp 13,7 triliun sampai dengan Kuartal III 2022. Capaian ini tumbuh 76,8 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Catatan laba bersih cukup tinggi sepanjang sembilan bulan pertama 2022 juga ditorehkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Per September 2022, BCA membukukan laba bersih Rp 29 triliun atau tumbuh 24,8% secara tahunan (year on year/YoY).
Sedangkan pendapatan operasional BCA hanya tumbuh 8,9% YoY menjadi Rp 62,7 triliun yang terdiri dari pendapatan bunga bersih Rp 46,07 triliun atau naik 9,3% YoY dan pendapatan non bunga Rp 16,6 triliun atau meningkat 7,8% YoY.
Secara keseluruhan, bank-bank besar mengalami peningkatan dalam kualitas aset mereka dengan pinjaman berisiko (LAR) agregat (termasuk Covid) mencapai 16% di kuartal III tahun 2022. BBRI dan BMRI melaporkan perbaikan LAR tertinggi sebesar 630bp yoy di 3Q22. BBCA memiliki cakupan LAR tertinggi 50% tetapi bank BUMN tidak jauh dari 43-45%.
Kinerja perbankan di kuartal IV 2022 diproyeksikan lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya. Mengingat, pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini ditargetkan tumbuh sebesar 5% secara full year daripada tahun sebelumnya yang berkisar 3%.
Bukan hanya sampai akhir tahun 2022 ini, pada 2023 nanti, emiten perbankan diproyeksikan bakal tetap menunjukkan kinerja solid lantaran ditopang katalis positif berupa tahun politik yang akan berimbas baik bagi perekonomian nasional.
Di sisi lain OJK terus mencermati sekaligus memitigasi potensi risiko yang dapat memberikan dampak terhadap kinerja Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) di tengah kinerja saat ini yang resilien.
Meningkatnya tren kenaikan suku bunga acuan bank sentral utama global yang disertai dengan quantitative tightening, penguatan Dolar AS (USD), serta volatilitas harga komoditas ke depan berpotensi memengaruhi kinerja LJK baik dari sisi portofolio investasi yang dimiliki, likuiditas, risiko kredit, maupun fungsi intermediasi.
Dalam rangka menjaga SSK di tengah meningkatnya risiko eksternal, OJK akan proaktif memperkuat kebijakan prudensial di sektor jasa keuangan dalam menjaga stabilitas industri jasa keuangan.
(akr)