Penerimaan Pajak 2023 Dipatok Rp 1.718 T, Ekonom Ingatkan Jangan Bergantung ke Komoditas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penerimaan pajak pada tahun 2023 dipatok oleh pemerintah sebesar Rp 1.718 triliun atau meningkat 16% dari target pada 2022 sebesar Rp 1.485,0 triliun. Secara hitoris penerimaan perpajakan maupun pertumbuhan ekonomi Indonesia mengikuti tren harga komoditas .
"Jadi kalau komoditas tuun ya penerimaan pajak turun, kalau harga komoditas naik ya penerimaan pajak kita juga akan naik," jelas Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Ruben Hutabarat dalam Market Review, Jumat (6/12/2023).
Ruben menuturkan, apabila dilihat saat ini harga komoditas seperti batu bara, mineral dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) masih bertenger di harga yang cukup tinggi meskipun terjadi sedikit penurunan di 2022.
Namun demikian, ia mengakui bahwa pemerintah tidak bisa sepenuhnya mengandalkan kenaikan harga komoditas jika ingin menggenjot target penerimaan pahak. "Jadi 2023 betul-betul pemerintah memiliki tantangan untuk mencapai target penerimaan pajaknya," sambung Ruben.
Ia menilai, di tahun 2023, pemerintah hanya dapat mengandalkan pajak yang memang berasal dari pertumbuhan ekonomi dan pungutan pajak dari kebijakan yang baru akan diimplementasikan di 2023.
"Jadi benar-benar harus mengandalkan pertumbuhan ekonomi secara natural serta mampu atau tidak pemerintah meng courage potensi pajak dari hasil perumbuhan ekonomi teraebut," tukas Ruben.
Sebelumnya, Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menyampaikan bahwa berbagai strategi akan dilakukan pemerintah untuk mengejar target penerimaan pajak. Salah satunya dengan memastikan implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Beberapa upaya yang kami lakukan untuk memproses pemajakan diantaranya melalui implementasi dari regulasi dan implementasi dari UU HPP karena kita ketahui bahwa UU HPP merupakan pondasi dari sistem perpajakan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas APBN ke depan,” jelasnya, Selasa (3/1/2023) lalu.
Selain itu, DJP kata dia akan terus menindaklanjuti Program Pengungkapan Sukarela yang telah selesai pada Juni 2022. Pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan juga akan dilakukan.
"Di sisi lain kami juga mengoptimalkan dengan melakukan pengawasan pembayaran massa, yaitu untuk memastikan wajib pajak yang mendapatkan blessing ataupun performance yang bagus, mereka juga harus memberikan kompensasi ataupun kontribusi kepada pemerintah pada negara atas penghasilan yang diterima di tahun berjalan yang mengalami peningkatan signifikan,” terangnya.
Suryo menambahkan, DJP juga akan melakukan uji kepatuhan terhadap wajib pajak khususnya terkait dengan tahun pajak dalam 5 tahun ke belakang.
“Kami lakukan berdasarkan data dan informasi yang terus-menerus kami coba gali dan kumpulkan sehingga kami bisa menentukan prioritas dan arah pada siapa wajib pajak yang perlu kita lakukan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perpajakan,” jelas Suryo.
"Jadi kalau komoditas tuun ya penerimaan pajak turun, kalau harga komoditas naik ya penerimaan pajak kita juga akan naik," jelas Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Ruben Hutabarat dalam Market Review, Jumat (6/12/2023).
Baca Juga
Ruben menuturkan, apabila dilihat saat ini harga komoditas seperti batu bara, mineral dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) masih bertenger di harga yang cukup tinggi meskipun terjadi sedikit penurunan di 2022.
Namun demikian, ia mengakui bahwa pemerintah tidak bisa sepenuhnya mengandalkan kenaikan harga komoditas jika ingin menggenjot target penerimaan pahak. "Jadi 2023 betul-betul pemerintah memiliki tantangan untuk mencapai target penerimaan pajaknya," sambung Ruben.
Ia menilai, di tahun 2023, pemerintah hanya dapat mengandalkan pajak yang memang berasal dari pertumbuhan ekonomi dan pungutan pajak dari kebijakan yang baru akan diimplementasikan di 2023.
"Jadi benar-benar harus mengandalkan pertumbuhan ekonomi secara natural serta mampu atau tidak pemerintah meng courage potensi pajak dari hasil perumbuhan ekonomi teraebut," tukas Ruben.
Sebelumnya, Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menyampaikan bahwa berbagai strategi akan dilakukan pemerintah untuk mengejar target penerimaan pajak. Salah satunya dengan memastikan implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Beberapa upaya yang kami lakukan untuk memproses pemajakan diantaranya melalui implementasi dari regulasi dan implementasi dari UU HPP karena kita ketahui bahwa UU HPP merupakan pondasi dari sistem perpajakan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas APBN ke depan,” jelasnya, Selasa (3/1/2023) lalu.
Selain itu, DJP kata dia akan terus menindaklanjuti Program Pengungkapan Sukarela yang telah selesai pada Juni 2022. Pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan juga akan dilakukan.
"Di sisi lain kami juga mengoptimalkan dengan melakukan pengawasan pembayaran massa, yaitu untuk memastikan wajib pajak yang mendapatkan blessing ataupun performance yang bagus, mereka juga harus memberikan kompensasi ataupun kontribusi kepada pemerintah pada negara atas penghasilan yang diterima di tahun berjalan yang mengalami peningkatan signifikan,” terangnya.
Suryo menambahkan, DJP juga akan melakukan uji kepatuhan terhadap wajib pajak khususnya terkait dengan tahun pajak dalam 5 tahun ke belakang.
“Kami lakukan berdasarkan data dan informasi yang terus-menerus kami coba gali dan kumpulkan sehingga kami bisa menentukan prioritas dan arah pada siapa wajib pajak yang perlu kita lakukan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perpajakan,” jelas Suryo.
(akr)