Lubang Besar di Balik Tax Amnesty

Selasa, 19 Juli 2016 - 06:06 WIB
Lubang Besar di Balik Tax Amnesty
Lubang Besar di Balik Tax Amnesty
A A A
PEMERINTAH terus berupaya menggenjot pendapatan negara dari sektor pajak. Salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak. Hal ini diimplementasikan dengan diluncurkannya Undang-undang No 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Namun, kebijakan yang baru disahkan DPR RI ini menuai pro dan kontra. Banyak pihak yang mempertanyakan tujuan dari tax amnesty. Mereka khawatir kebijakan ini menjadi lubang besar bagi para pengemplang pajak.

Bahkan, sejumlah elemen masyarakat telah mengajukan uji materi UU Tax Amnesty ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai UU tersebut akan menguntungkan pelaku penggelap pajak.

”UU Tax Amnesty pada dasarnya bertentangan dengan UU No 8/2010 (tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang). Di mana pelaku pencucian uang bisa dikenakan sanksi pidana jika diketahui kekayaannya berasal dari kegiatan tidak sah. Sementara, dalam UU Tax Amnesty malah ada pengampunan,” kata Ketua Yayasan Satu Keadilan Sugeng Teguh Santoso, dalam konferensi pers di Jakarta, baru-baru ini.

Di sisi lain, banyak perusahaan atau perorangan yang meragukan dengan komitmen pemerintah dalam pelaksanaan tax amnesty. Mereka khawatir data kekayaan mereka bocor dan menjadi jebakan yang bisa menyeret ke ranah hukum.

Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan para peserta yang mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) akan dijamin kerahasiaannya. Data yang dilaporkan tidak akan bisa dijadikan dasar untuk penyelidikan dan penuntutan pidana.

‎Menurutnya, kerahasiaan data peserta tax amnesty tercantum jelas dalam payung hukum yang ada. Jika pemerintah melanggar, justru akan terkena sanksi pidana selama 5 tahun.

"‎Karena payung hukum menyatakan jelas dan itu tidak diminta dan tidak ada diberikan kepada siapapun dan yang bocorkan kena pidana 5 tahun, jelas sekali itu," ujarnya, keterangan tertulis yang diterima Sindonews, Sabtu (16/7/2016).

Jokowi berharap, pemberlakuan UU Tax Amnesty dapat berdampak positif pada perekonomian Indonesia, pembangunan infrastruktur yang gencar, dan penambahan pemasukan negara untuk pendidikan dan kesehatan. Selain itu, program ini diharapkan menjadi arus uang masuk yang akan meningkatkan nilai tukar rupiah, peningkatan likuiditas perbankan nasional, dan meningkatnya cadangan devisa nasional.

Nantinya, lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta ini, dana repatriasi yang masuk dalam jangka pendek bisa diinvestasikan dalam bentuk reksadana, surat berharga negara, obligasi BUMN dan swasta, serta investasi keuangan di Bank. Sementara untuk jangka menengah dan panjang, dana tersebut akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, investasi di sektor perikanan, konsumsi bahan pokok, pariwisata, dan sektor properti.

1

"Dalam 5 tahun (biaya infrastruktur) Rp4.900 triliun, APBN hanya Rp1.500 triliun. Artinya kekurangannya dari swasta, dari investasi, inilah kesempatan, kita ingin pengusaha-pengusaha nasional masuk dulu, ambil kesempatan ini bawa uang masuk tambahkan di infrastruktur atau ke industri manufaktur," jelasnya.

Jokowi menegaskan program pengampunan pajak yang mulai berlaku pada bulan ini ditujukan hanya untuk kepentingan bangsa dan negara. Hal ini menanggapi langkah sejumlah pihak yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang (UU) Tax Amnesty.

Dia mengatakan, pemerintah telah menyiapkan tim untuk memberikan penjelasan kepada para penggugat. "Percayalah bahwa ini untuk kepentingan bangsa dan negara bukan yang lain," imbuhnya.

1

Menurutnya, UU Tax Amnesty merupakan ruang bagi warga negara Indonesia untuk berpartisipasi dalam pembangunan negara. "Yang uangnya ada di dalam negeri di-declare yang uangnya ada di luar dibawa masuk, ini persaingan antar negara, ini kesempatan semuanya untuk berpartisipasi terhadap negara," terangnya.

1

Sebagai informasi, UU Tax Amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut.

Terkait hal itu, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Muharram menilai, UU Tax Amnesty justru berpotensi melindungi para pengemplang pajak. Pasalnya, dalam beleid tersebut disebutkan bahwa data peserta pengampunan pajak tidak bisa digunakan sebagai alat bukti penyidikan.

Dia mengatakan, dalam perjalanannya pemerintah selalu menegaskan bahwa pengampunan pajak hanya untuk mengampuni pidana perpajakan dari para pesertanya saja. Namun, pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan Pasal 20 UU Pengampunan Pajak ‎yang menyatakan data dan informasi peserta tidak bisa dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pidana.

"Berulang kali pemerintah mengatakan, tax amnesty hanya mengampuni pidana perpajakan. Tapi faktanya ada pasal yang bertendensi melindungi tindak pidana lainnya. Pasal itu berbunyi, bahwa data dari tax amnesty itu tidak bisa digunakan untuk alat bukti penyidikan," bebernya.

Padahal, sambung politisi PKS ini, sebagian besar aset yang dideklarasikan tersebut bersumber dari tindak pidana atau transaksi yang ilegal dan melanggar UU. Jika data tersebut tidak bisa dijadikan alat bukti, maka tax amnesty hanya akan menjadi karpet merah bagi mereka yang selama ini berbisnis tidak halal.

"‎Menurut BI bahwa sebagian besar aset yang dideklarasikan itu bersumber dari tindak pidana atau transaksi yang tidak halal dan pelanggaran UU. Bisa korupsi atau narkoba. Aset apapun kalau sudah dideklarasikan di tax amnesty tidak akan bisa dijadikan alat bukti," tandasnya.

tax amnesty

Pelaksanaan Tax Amnesty


Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ken Dwijugiasteadi menyatakan, untuk pendaftaran program tax amnesty bisa dilakukan di mana saja. Pendaftarannya bisa dilakukan di bank-bank persepsi (bank yang ditunjuk pemerintah untuk menampung dan menerima dana repatriasi dan uang tebusan tax amnesty) selain di Kantor Pajak Pratama (KPP).

Bahkan, kata dia, di perbankan yang sudah ditunjuk pemerintah para peserta tax amnesty bisa mendapat pelayanan khusus seperti nasabah prioritas yang memiliki tabungan dalam jumlah besar. "Pasti mereka dilayani dengan baik. Kayak nasabah-nasabah prioritas yang nabungnya gede-gede itu lho. Kan daftarnya enggak cuma bisa di KPP saja, tapi bisa di perbankan persepsi," kata Ken di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (13/7/2016).

1
11

Atas ditunjuknya bank-bank persepsi, maka akan ada petugas pajak yang bertugas di sana berdampingan dengan petugas perbankan yang sehari-harinya melayani nasabah. Hal ini akan mempermudah masyarakat yang ingin mengajukan permohonan ataupun hanya meminta informasi seputar pengampunan pajak.

"Di sana akan ada satu pegawai pajak yang melayani, jadi masyarakat mudah menjangkau," katanya.

Ken menyatakan, terkait gugatan terhadap UU Tax amnesty ke Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan menganggu kenyamanan orang Indonesia yang akan melakukan tax amnesty. Pasalnya, sebelum ada penggugatan tersebut sudah banyak yang mendaftarkan diri untuk ikut dalam tax amnesty.

"Enggak, enggak akan ganggu kenyamanan orang yang mau amnesti. Lah kan hampir semua UU di Indonesia kalau enggak berkenan pasti digugat. Lagipula sebelum ada gugat-gugat ini sudah banyak yang daftar kok," katanya.

Ken juga menegaskan selama proses gugatan berlangsung, UU Tax Amnesty tetap akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada hambatan. "Selama digugat kan UU berjalan. Orang ikut tax amnesty, ya enggak ada masalah. Malah kalau ada orang yang tanya ke saya soal kepastian berjalannya amnesty ini, saya tegaskan pasti jadi dong. Karena ingat, UU itu adalah kedaulatan suatu bangsa dan negara," jelasnya.

Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Darmin Nasution tengah membentuk tim khusus dalam menghadapi gugatan UU Tax Amnesty. Pemerintah akan menggandeng akuntan publik, konsultan pajak, pengacara, hingga notaris untuk ‎menyamakan persepsi mengenai UU Tax Amnesty. Sehingga, para pengusaha yang berminat mengikuti program tersebut bisa memperoleh penjelasan yang sama.

"Soal komunikasi dengan akuntan publik, konsultan pajak, lawyers, notaris, supaya bahasa pengertiannya sama. Supaya kalau ditanyakan oleh pengusaha yang mau ikut tax amnesty, penjelasannya sama, jangan lain-lain, malah jadi masalah," jelasnya.

Di sisi lain, kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak membuat negara tetangga seperti Singapura gerah. Tak mau kecolongan, negeri Singa Putih itu kemungkinan akan mengeluarkan insentif untuk menahan dana masyarakat Indonesia di sana.

Analis First Asia Capital David Sutyanto mengatakan, pelaksanaan tax amnesty tergantung dari kuatnya dasar hukum. Namun, kabar baiknya data peserta tidak bisa diminta pihak manapun.

"Dasar hukumnya kuat enggak? Kalau kuat sekali data tax amnesty tidak bisa diminta. Saya lihat-lihat responsnya Singapura juga beri stimulus," ujarnya, saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Minggu (17/7/2016).

David menjelaskan, dengan adanya tax amnesty maka akan membuat dana masyarakat Indonesia di luar negeri berpindah ke dalam negeri. Hal ini yang tidak diinginkan beberapa negara.

"Jadi ada aksi dan reaksi. Negara kita tawarkan pengampunan pajak, negara lain enggak rela akan lakukan aksi lebih menarik. Ini yang akan pengaruhi tax amnesty," katanya.

Dampak terhadap Kemiskinan


Terkait manfaat bagi masyarakat bawah, Badan Pusat Statistik (BPS) menilai program pengampunan pajak yang diusung pemerintahan Presiden Jokowi kurang ampuh mengatasi kemiskinan di Tanah Air. Saat ini, jumlah penduduk miskin di Indonesia telah mencapai 28,01 juta jiwa.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, M Sairi Hasbullah mengatakan, kebijakan makro seperti tax amnesty tidak akan secara langsung berpengaruh terhadap angka kemiskinan di Indonesia. Butuh waktu lama untuk kemudian memberikan dampak terhadap kemiskinan.

"Tidak secara langsung (tax amnesty) kalo berhubungan dengan kemiskinan. Orang miskin desil 1 dan 2 betul-betul mereka katakanlah buruh tani, petani gurem, petani serabutan, pekerja serabutan. Kebijakan ekonomi makro seperti tax amnesty tidak secara langsung berpengaruh seketika. Butuh waktu lama," kata dia di Gedung BPS, Jakarta, Senin (18/7/2016).

Menurutnya, dampak program tax amnesty terhadap angka kemiskinan baru akan terasa setelah tiga hingga empat tahun kebijakan tersebut digulirkan. Sebab, program tersebut lebih dulu menstimulus pertumbuhan ekonomi baru kemudian akan berdampak ke sektor lainnya.

"3 sampai 4 tahun baru terasa (tax amnesty terhadap kemiskinan Indonesia). Karena dia akan menstimulus dulu pertumbuhan ekonomi, baru akan berpengaruh ke pengurangan penduduk miskin. Jadi harus ada mata rantai yang harus dilalui," tegasnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo memandang kebijakan tax amnesty dapat menjadi cara memangkas gap antara orang kaya dan miskin. Tax amnesty bukan hanya untuk memperbaiki ekonomi secara berkesinambungan, namun juga bisa mengurangi kesenjangan sosial.

"Maka menurut saya, ini (kebijakan pengampunan pajak) tidak hanya untuk memperbaiki ekonomi nasional, tapi bisa mempersempit gap antara si kaya dan si miskin," kata Mardiasmo di Jakarta, Selasa (3/5/2016).

Dia menjelaskan selama 70 tahun terakhir pemerintah belum bisa mengatasi persoalan kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia. Hal ini terlihat dari gini ratio yang hanya turun tipis dari 0,42% menjadi 0,41%.

"Untuk mengatasi kesenjangan sosial tersebut dibutuhkan pembangunan yang merata di seluruh Indonesia. Tentunya untuk melakukan pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. Dana ini bisa dihasilkan melalui pengampunan pajak," pungkasnya.

tax amnesty
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5123 seconds (0.1#10.140)