RI harus lakukan industrialisasi batik

Kamis, 06 Maret 2014 - 14:31 WIB
RI harus lakukan industrialisasi batik
RI harus lakukan industrialisasi batik
A A A
Sindonews.com - Indonesia harus mulai melakukan industrialisasi batik, karena pasar yang besar menuntut dilakukannya produksi secara massal.

"Ke depan kita harus goes to industry, tidak hanya terpaku pada home industry. Kalau tidak, pasar ini bisa diisi produk asing," kata Presiden Komisaris Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI), HM Romi Oktabirawa di sela Deklarasi Busana Indonesia Masa Kini & Mendatang di Balai Kartini Jakarta, Kamis (6/3/2014).

Industrialisasi batik ini selain untuk mengisi pasar batik yang makin membesar, juga untuk melestarikan budaya nasional, yakni batik yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia.

Sebab, kata dia, perajin batik yang ada di GKBI jumlahnya sekitar 8.000 orang, sementara yang aktif membatik tinggal sekitar 5.000 orang. "Sisanya sekitar 3.000 orang tidak aktif lagi karena sudah sepuh (tua)," kata Romi.

Selain itu, pihaknya juga mendesak pemerintah untuk membuat regulasi berupa UU di sektor batik. Tujuannya agar ada perlindungan terhadap produk batik, mulai dari industri hingga pemasaran.

Menurutnya, selama ini produk batik regulasinya masih disamakan dengan produk tekstil. Padahal, cara pembuatan maupun jenis produknya berbeda. Memang, selama ini perhatian pemerintah terhadap batik sudah besar. Misalnya, pemerintah memberikan imbauan kepada semua pegawai mengenakan batik.

Namun, kalau diteliti lebih lanjut, pakaian yang dikenakan tersebut bukan batik. Tapi baju biasa yang motifnya batik atau biasa dikatakan batik printing.

Romi menjelaskan, batik printing sebenarnya bukan batik. Karena jenis batik itu hanya ada dua, yakni batik tulis dan batik cap. "Kalau dipresentase dari 100 orang yang mengenakan baju motif batik, yang benar-benar batik itu hanya sekitar 40 orang. Artinya, banyak orang yang tidak tau batik, walaupun mereka senang batik," jelasnya.

Ketua Umum Yayasan Karya Kreatif Nusantara (YKKN), Iman Sucipto Umar mengatakan, peranan batik dan tenun dalam perekonomian nasional sangat besar. Ini terlihat dari besarnya ekspor busana (garmen) Indonesia pada 2013 yang mencapai USD7,52 miliar.

"Dari jumlah tersebut, sekitar 20 persennya merupakan busana dengan bahan baku kain batik dan tenun," ujar Iman.

Pihaknya mengakui, ekspor garmen Indonesia ini masih kalah jauh jika dibandingkan dengan ekspor garmen China yang mencapai USD159,6 miliar, Bangladesh USD19,95 miliar, Turki USD24,19 miliar, dan Vietnam yang mencapai USD14,7 miliar.

Namun, produk batik dan tenun Indonesia mempunyai prospek yang cerah. "Apalagi kalau batik di Indonesia dilakukan secara industrialisasi. Karena pasar batik di Indonesia sendiri sebenarnya sudah besar," katanya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5458 seconds (0.1#10.140)