Keripik Tahu Hasilkan Omzet Rp10 Juta/Bulan

Selasa, 03 Februari 2015 - 19:30 WIB
Keripik Tahu Hasilkan Omzet Rp10 Juta/Bulan
Keripik Tahu Hasilkan Omzet Rp10 Juta/Bulan
A A A
PEKALONGAN - TAHU, bukan sesuatu yang asing bagi warga Indonesia. Sebab hampir setiap hari dan setiap warung di Indonesia sering dijumpai.

Namun, kebanyakan tahu dijual dalam bentuk gorengan. Sebab tahu dikenal memiliki kandungan protein tinggi, yang bagus untuk dikonsumsi.

Di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Jateng) tahu dikemas secara berbeda. Kali ini tahu dikemas menjadi sebuah keripik. Meski dikemas secara berbeda, namun tak menghilangkan kandungan gizi di dalamnya.

Didik Usmanto (34), perajin keripik tahu yang ada di Kabupaten Pekalongan, sudah sekitar lima tahun menggeluti usaha berbahan dasar tahu itu.

"Sekitar 4-5 tahun saya usaha ini (keripik tahu)," ucapnya, Selasa (3/2/2015).

Dibantu istrinya, Milasari, warga Perum Griya Permata Indah, Desa Tanjungsari, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan itu, mengerjakan seluruh proses pembuatannya. Bahan baku tahu diperolehnya dari para produsen tahu di sekitarnya.

"Saya pesan khusus dari perajin tahu. Sebab harus tahu putih yang memiliki serat lembut. Kalau tahu kuning tidak bisa," ujar dia.

Bapak satu anak itu menjelaskan, tahu putih yang dipesan khusus tersebut kemudian diiris dengan potongan tipis. Setelah itu, dia mmenyiapkan tepung beras pilihan dan beberapa bumbu.

"Bumbu umum saja, seperti bawang putih, garam dan tumbar. Kemudian diaduk dengan tepung beras tadi," jelasnya.

Setelah itu, irisan tahu yang telah dicelup ke adonan bumbu dan tepung tersebut kemudian digoreng. Dalam penggorengan tahap pertama itu, kripik harus benar-benar kering.

"Setelah digoreng, keripik tahu ini disimpan selama seminggu. Tujuannya untuk menghilangkan minyak dan proses fermentasi, agar lebih enak dan renyah. Plastik untuk menyimpan harus benar-benar rapat, agar hasilnya maksimal," terangnya.

Jika sudah sepekan penyimpanan, keripik tahu kembali digoreng. Proses penggorengan kedua tersebut hanya beberapa menit saja.

"Penggorengan yang kedua hanya untuk memanaskan keripik saja. Jadi tidak butuh waktu lama. Setelah itu tinggal dikemas," kata Didik.

Ayah dari Yusuf Fairus itu mengaku, dalam sebulan dia mampu memproduksi hingga 1.000 bungkus jajanan khas Pekalongan itu. Omzet yang diraihnya saat ini mencapai Rp10 juta per bulan.

"Saya jual ukuran 200 gram Rp11 ribu. Omzet per bulan sekarang Rp10 juta, tapi itu omzet kotor," katanya.

Saat ini dia baru bisa memenuhi permintaan sekitar eks Karisidenan Pekalongan saja. Sebab dia terkendala kurangnya karyawan.

"Permintaan sebetulnya banyak dan naik terus, sampai saya kewalahan. Karyawan baru dapat sudah keluar, sebab kesulitan saat menggorengnya. Kalau terlalu lama gosong, tapi kalau kurang matang tidak mengembang. Jadi, sementara kendalanya itu. Sementara saya kerjakan berdua saja dengan istri," jelasnya.

Sementara Kepala Desa Tanjungsari, Agus Bowo, mengapresiasi keripik tahu karya Didik tersebut. Sebab selain melestarikan makanan khas Pekalongan, juga bisa membuka lapangan kerja.

"Selain itu, tahu mengandung gizi, ada karbohidrat, protein dan lemak, vitamin B kompleks. Di sisi lain harganya murah," tambahnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7291 seconds (0.1#10.140)