Efek Pembatasan Pembelian USD Hanya Sementara
A
A
A
JAKARTA - Direktur Institute For Economics and Social Research I Kadek Dian Sutrisna Artha mengatakan, langkah Bank Indonesia (BI) melakukan pembatasan pembelian mata uang dolar Amerika Serikat (USD) tanpa underlying memang efektif, namun hanya memberikan efek sementara.
Menurut dia, terpenting saat ini adalah menjaga nilai fundamental dari nilai mata uang itu sendiri, selain melakukan pembatasan pembelian USD.
"Untuk jangka pendek atau temporary oke ya (pembatasan pembelian USD). Nah, rupiah ini kan sama juga kayak orang, nilai fundamentalnya yang paling penting. Kalau orang itu ibarat menjaga harga diri. Artinya, ini tetap dalam jangka pendek bisa menjalankan, tapi fundamentalnya mesti diselesaikan juga," kata dia ketika dihubungi Sindonews di Jakarta, Sabtu (22/8/2015).
Faktor fundemental tersebut, misalnya faktor kompetitifnes di Indonesia. Jika ekspor Indonesia kompetitif, menurut dia, maka nilai tukar rupiah tidak akan terus melemah.
"Artinya, harus berpikir jangka pendek iya, tapi harus juga pikirin urusan fundamental juga, sehingga pada saat terjadi gejolak, bobroknya sudah ditambal. Kalau misalnya enggak ditambal, ya pasti kembali lagi bobrok," pungkasnya.
Sekadar informasi, BI telah melakukan langkah operasi moneter dengan tiga strategi, yakni memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah di pasar valas, memperkuat pengelolaan supplay and demand dan memperkuat kecukupan cadangan devisa.
Tiga strategi itu dilakukan melalui tujuh langkah. Salah satunya adalah menurunkan batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying dari saat ini sebesar USD100.000 menjadi USD25.000/naasbah setiap bulan dan menggunakan NPWP.
Deputi Gubernur BI Mirza Adityaswara mengatakan, pembatasan pembelian USD tersebut untuk USD tanpa underlying. Sementara bagi individu atau perusahaan yang membeli USD untuk bayar utang luar negeri, impor dan kegiatan dengan underlying tidak dibatasi.
Menurut dia, terpenting saat ini adalah menjaga nilai fundamental dari nilai mata uang itu sendiri, selain melakukan pembatasan pembelian USD.
"Untuk jangka pendek atau temporary oke ya (pembatasan pembelian USD). Nah, rupiah ini kan sama juga kayak orang, nilai fundamentalnya yang paling penting. Kalau orang itu ibarat menjaga harga diri. Artinya, ini tetap dalam jangka pendek bisa menjalankan, tapi fundamentalnya mesti diselesaikan juga," kata dia ketika dihubungi Sindonews di Jakarta, Sabtu (22/8/2015).
Faktor fundemental tersebut, misalnya faktor kompetitifnes di Indonesia. Jika ekspor Indonesia kompetitif, menurut dia, maka nilai tukar rupiah tidak akan terus melemah.
"Artinya, harus berpikir jangka pendek iya, tapi harus juga pikirin urusan fundamental juga, sehingga pada saat terjadi gejolak, bobroknya sudah ditambal. Kalau misalnya enggak ditambal, ya pasti kembali lagi bobrok," pungkasnya.
Sekadar informasi, BI telah melakukan langkah operasi moneter dengan tiga strategi, yakni memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah di pasar valas, memperkuat pengelolaan supplay and demand dan memperkuat kecukupan cadangan devisa.
Tiga strategi itu dilakukan melalui tujuh langkah. Salah satunya adalah menurunkan batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying dari saat ini sebesar USD100.000 menjadi USD25.000/naasbah setiap bulan dan menggunakan NPWP.
Deputi Gubernur BI Mirza Adityaswara mengatakan, pembatasan pembelian USD tersebut untuk USD tanpa underlying. Sementara bagi individu atau perusahaan yang membeli USD untuk bayar utang luar negeri, impor dan kegiatan dengan underlying tidak dibatasi.
(rna)