Pemerintah Tak Perlu Bikin BUMN Khusus Geothermal

Senin, 24 Agustus 2015 - 15:57 WIB
Pemerintah Tak Perlu...
Pemerintah Tak Perlu Bikin BUMN Khusus Geothermal
A A A
JAKARTA - Usulan pembentukan BUMN Khusus untuk mengelola energi panas bumi (geothermal) dianggap tidak perlu. Selain berpotensi menambah rantai birokrasi, juga berpeluang menciptakan rent seekers yang mengeruk keuntungan pribadi.

Soal Tata kelola energi panas bumi, sebaiknya diserahkan penuh kepada PT Pertamina (Persero), karena Pertamina merupakan perusahaan pelat merah.

"Tidak perlu dibentuk BUMN Khusus. Serahkan saja semuanya kepada Pertamina, percayakan sama dia," kata Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) Tri Mumpuni dalam keterangannya di Jakarta, Senin (24/8/2015).

Dalam pandangan Tri, Pertamina memiliki kemampuan dan pengalaman cukup untuk mengelola 29 ribu MW panas bumi yang ada di Indonesia. Terlebih, karena Pertamina juga didukung sumber daya manusia (SDM ) yang andal.

"Pertamina sangat bisa. Masa sih hanya 29 ribu MW harus dengan BUMN Khusus? Wong PLN saja bisa menangani lebih dari 50 ribu MW installed capacity," kata Tri.

Kekhawatiran Tri terhadap usulan pembentukan BUMN Khusus yang menangani energi panas bumi, tentu bukan tanpa alasan. Kekhawatiran tersebut sama seperti saat Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM kali pertama dibentuk.

Ketika itu, lanjut dia, semua memiliki harapan besar bahwa Ditjen tersebut akan menjadi leader, baik dari segi policy maupun regulasi. Tetapi nyatanya, pembentukan itu justru menambah rantai birokrasi. Sedangkan dari sisi kinerja, tak ada yang istimewa.

"Makanya, kalau memang tidak efektif, efisien, dan hanya memperbanyak birokasi, lebih baik BUMN Khusus tidak usah dibentuk," ujarnya.

Menurutnya, yang menjadi persoalan bukan wadahnya, melainkan apakah BUMN Khusus atau bukan. Yang juga menjadi akar kendala adalah regulasi dan perizinan seperti yang selama ini terjadi.

Hal tersebut disebabkan kurangnya sinergi antara kementerian terkait. Sebut saja antara Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Kurangnya sinergi karena selama ini kurangnya pemahaman, bahwa pengelolaan geothermal dianggap bisa merusak lingkungan dan konservasi. Padahal, panas bumi tidak seperti batu bara yang bisa merusak lingkungan kalau tidak dikelola dengan baik.

"Hendaknya ke depan bisa lebih sinergi, sehingga akan mempermudah perizinan. Kebodohan yang lalu tidak boleh berulang. Sudah saatnya terdapat sinergi, sehingga geothermal yang berada di hutan konservasi misalnya, bisa dikembangkan dengan optimal," pungkas Tri.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0730 seconds (0.1#10.140)