Depresiasi Rupiah Pukul Usaha Konstruksi Aspal dan Beton

Senin, 24 Agustus 2015 - 23:25 WIB
Depresiasi Rupiah Pukul...
Depresiasi Rupiah Pukul Usaha Konstruksi Aspal dan Beton
A A A
JAKARTA - Kalangan usaha konstruksi aspal dan beton di Indonesia sangat terpukul akibat rupiah terdepresiasi dolar AS (USD) di atas Rp14.000/USD.

Ketua Umum Asosiasi Beton dan Aspal Indonesia (AABI), Zulkarnain Arif mengatakan, depresiasi rupiah mengakibatkan kontraktor aspal beton berada dalam kondisi suram.

“Yang paling merasakan dampaknya ialah kontraktor lokal. Apalagi untuk proyek single years. Kalau untuk proyek multiyears masih bisa dikoreksi namun di daerah ini cukup sulit,” ujarnya, Senin (24/8/2015).

Kondisi tersebut, lanjut Zulkarnain, menjadi salah satu faktor terhambatnya penyerapan di daerah. Pihaknya melalui AABI akan bersurat kepada presiden jika kondisi rupiah tetap terdepresiasi pada level Rp14.000 ke atas.

“Kita akan bersurat akhir bulan, jika tak ada perubahan untuk menetapkan harga berdasarkan situasi yang merujuk pada kondisi nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar,” katanya.

Dia menjelaskan, pasokan aspal lokal di dalam negeri hanya 300.000 ton per tahun, sementara sisanya masih diimpor dengan kebutuhan rata-rata per tahun mencapai 1,2 ton.

“Jelas ini akan sangat memukul. Sebab, konstruksi yang paling berdampak dengan depresiasi rupiah ialah sektor aspal,” tandas Zulkarnain.

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimoeljono mengatakan, belum akan melakukan penyesuaian harga terhadap harga terkontrak dalam proyek konstruksi di kementeriannya.

“Kalau penyesuaian harga belum ada. Sebab ada perpres yang mengatur itu. Artinya, jika berada dalam kondisi force majeur, harga Kahar (kejadian luarbiasa) akan kita tinjau ulang. Tapi belum ada,” ucapnya.

Menurut Basuki, depresiasi rupiah masih bisa ditaktisi dengan cara-cara lain. Misalnya, melakukan pengerjaan carry over pada tahun berikutnya (2016), atau mengurangi volume kontruksi.

“Kita sudah ada pengalaman dengan itu. Apakah volumenya dikurangi ataukah nanti di carry over ke 2016. Tapi, sampai sekarang belum ada,” jelasnya.

Dia menambahkan, pengurangan volume pengerjaan tak akan mempengaruhi spesifikasi teknis proyek. “Pengurangan spesifikasi tak akan mempengaruhi. Sebab, dalam setiap proyek itu sudah diatur besarannya seperti apa dan sebagainya,” jelasnya.

Kondisi force majeur (keadaan Kahar) merupakan suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak yang tak dapat diperkirakan sebelumnya. Sehingga, kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tak dapat terpenuhi. Kondisi Kahar salah satunya disebabkan gangguan industri lain yang dinyatakan melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan menteri teknis lainnya.

Hal yang sama dikatakan Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapensi), Andi Rukman Karumpa. Menurutnya, sektor konstruksi terkena imbas akibat depresiasi rupiah yang terus melemah terhadap USD.

“Pengaruhnya sangat besar, terutama pada sektor alat berat. Kontraktor bangun kontruksi pakai alat berat yang dibeli dan disewa dengan kurs dolar (USD). Jadi, akan ada eskalasi harga pada project besar, meliputi jalan, jembatan dermaga, serta pelabuhan,” terangnya.

Dia berharap pemerintah bisa melakukan antisipasi dengan memperbaiki kondisi yang ada, termasuk melakukan intervensi agar nilai tukar rupiah terhadap dolar kembali menguat.

“Pemerintah harus intervensi. Kemudian yang perlu diperhatikan ialah daya serap di daerah juga harus didorong, karena multiplier efeknya juga besar terhadap kontraktor lokal. Di sisi lain, harus ada payung hukum yang kuat, terutama pengesahan RUU jasa konstruksi bisa diterapkan,” pungkas Andi.

Baca juga:

Rupiah Makin Kritis, Ini Komentar Chatib Basri

Jangan Remehkan Kondisi Ekonomi

Rupiah Tembus Rp14.000/USD, DPR Minta BPK Audit BI
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0730 seconds (0.1#10.140)