Pemerintah Jangan Terus Kambing Hitamkan Faktor Eksternal
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi mengimbau pemerintah harus cepat mengambil kebijakan cerdas untuk menahan dampak negatif pelemahan rupiah. Sudah tidak tepat apabila pemerintah masih menyalahkan faktor eksternal. Pelemahan pasar uang dan pasar modal membutuhkan kebijakan yang dapat menahan dari penurunan harga terlalu dalam.
Pengamat ekonomi Ryan Kiryanto mengatakan dalam kondisi pelemahan ini sangat penting bagi pemerintah untuk memenuhi ekspektasi pasar. Pemerintah tidak boleh hanya defensif menuding faktor eksternal sebagai penyebab melambatnya ekonomi nasional. Sebaliknya pemerintah harus mengidentifikasi keinginan pasar sehingga bisa merespon dengan tepat melalui tindakan dan kebijakan.
"Mungkin saja pemerintah sudah berbuat dengan kebijakan, tapi substansinya bukan yang dimaui pasar. Jadi respon pasar masih negatif," ujar Ryan, di Jakarta, Selasa (25/6/2015).
Menurutnya, pelaku pasar menginginkan pemerintah dapat segera memenuhi komitmen dan janji-janjinya. Antara lain, untuk menyerap anggaran, memberikan insentif fiskal, mempercepat perizinan satu pintu, berkoordinasi lebih baik dan solid, dan menciptakan kepastian aturan.
"Jika itu bisa dipenuhi, saya percaya pasar akan merespon positif sehingga rupiah dan IHSG akan menguat lagi," ujarnya.
Pemerintah juga dirasa harus mengambil langkah cepat untuk menumbuhkan optimisme pasar. Pembelian surat utang negara dinilai salah satu strategi efektif untuk jangka pendek.
Executive Director Mandiri Institute Destry Damayanti mengatakan pemerintah dapat melakukan stabilisasi harga di pasar uang dan pasar modal. Pemerintah telah memiliki forum FSSK untuk menunjukkan indikator risiko ekonomi seperti yield surat utang pemerintah bila naik terlalu tinggi.
Indikator tersebut akan menunjukkan waktunya pemerintah, Bank Indonesia, dan investor institusi untuk melakukan pembelian kembali. Sementara untuk saham dapat dengan pendekatan buyback khususnya pada emiten BUMN meskipun tidak semudah itu.
"Kebijakan stabilisasi harga di pasar uang dan modal bisa menjadi salah satu solusi cepat. Namun, harus dibarengi kebijakan stimulus seperti pemotongan PPN atau pajak pendapatan. Dampaknya positif di mata investor kalau dilakukan dengan cepat. Pemerintah butuh langkah yang jitu," tegas Destry.
Dia menilai masalah perang kurs di regional ini cukup pelik dan berkepanjangan. Pemerintah harus jeli dan tidak dapat terus menerus intervensi pasar uang. Sehingga dibutuhkan kebijakan kombinasi antara jangka pendek dan panjang.
"Saya masih melihat pemerintah dan BI akan menahan nilai tukar rupiah dan tidak akan mengikuti perang kurs. Hanya butuh kebijakan cepat yang dapat terasa," ujarnya.
Sementara Ekonom Cyrillus Harinowo mengatakan jika belajar dari pengalaman krisis di Hong Kong saat terjadi krisis moneter Asia lalu, pemerintah berarti bisa melakukan tiga hal. Pertama, adalah dari sisi pembentukan opini yang harus dibalikkan ke arah positif dan bangkitkan optimisme.
Kedua, di Hong Kong dulu bank sentral membeli saham-saham yang harganya jatuh. "Itu banyak dikritik tetapi tetap dilakukan oleh HK Monetary Authority (HKMA). Dan mereka juga mempertahankan kurs dengan intervensi," ujar Cyrillus.
Setelah krisis diatasi, lanjut dia, harga saham naik kembali. Saham-saham yang dibeli dimasukkan dalam fund yang disebut Tracker Fund. Dijual pelan-pelan sehingga HKMA untung besar. Kurs dapat bertahan karena dolar Hong Kong direvisi ke USD.
"Karena itu, media harus bekerja sama dengan pemerintah untuk menjaga dan membalikkan optimisme tersebut. Sudah barang tentu selain saham, lebih prioritas lagi adalah SUN untuk dibeli BI," jelasnya. (Baca: HT: Kebijakan Penghambat Investasi Harus Direvisi)
Sebelumnya, CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) memaparkan solusi dalam mengatasi masalah ekonomi di Tanah Air. Yaitu, menggalakkan investasi dan mempercepat belanja pemerintah.
"Tidak ada jalan lain lagi. Itulah saran saya saat ini adalah bagaimana kedua hal di atas bisa dilaksanakan secara tepat sasaran dan cepat," ujarnya, Selasa (25/8/2015).
HT memaparkan, dalam solusi ini langkah pertama yang perlu dilakukan semua kebijakan dan praktik yang menghambat investasi dan belanja pemerintah harus dipangkas. Kedua, bank fokus pada pembiayaan sektor produktif, bukan konsumtif (harus dengan "paksaan").
Ketiga, proyek-proyek infrastruktur yang dipegang broker dan tidak dikerjakan dialihkan ke BUMN-BUMN yang relevan agar bisa berjalan.
Hal lain yang harus diantisipasi, kata Ketua Umum Partai Perindo ini, adalah penerimaan pajak akan berkurang banyak dengan lesunya ekonomi. Dari sekarang sudah harus dipikirkan alternatif pendanaan agar APBN tetap bisa dilaksanakan.
"Saya sebenarnya punya banyak konsep penataan UMKM, petani, nelayan dan lain-lain. Dan ini penting dalam kondisi saat ini karena dengan kurs USD/Rp yang melejit, justru kelompok marginal ini yang paling kena imbasnya. Kualitas hidup mereka turun drastis," tandas HT.
Baca juga:
Kondisi Ekonomi dalam Bahaya
Rupiah Ambruk, 60.000 Pekerja Tekstil Terkena PHK
Rupiah dan IHSG Akan Membaik jika Faktor Ini Terpenuhi
Ekonom: RI Ibarat Rumput Bergoyang dan Diinjak
Pengamat ekonomi Ryan Kiryanto mengatakan dalam kondisi pelemahan ini sangat penting bagi pemerintah untuk memenuhi ekspektasi pasar. Pemerintah tidak boleh hanya defensif menuding faktor eksternal sebagai penyebab melambatnya ekonomi nasional. Sebaliknya pemerintah harus mengidentifikasi keinginan pasar sehingga bisa merespon dengan tepat melalui tindakan dan kebijakan.
"Mungkin saja pemerintah sudah berbuat dengan kebijakan, tapi substansinya bukan yang dimaui pasar. Jadi respon pasar masih negatif," ujar Ryan, di Jakarta, Selasa (25/6/2015).
Menurutnya, pelaku pasar menginginkan pemerintah dapat segera memenuhi komitmen dan janji-janjinya. Antara lain, untuk menyerap anggaran, memberikan insentif fiskal, mempercepat perizinan satu pintu, berkoordinasi lebih baik dan solid, dan menciptakan kepastian aturan.
"Jika itu bisa dipenuhi, saya percaya pasar akan merespon positif sehingga rupiah dan IHSG akan menguat lagi," ujarnya.
Pemerintah juga dirasa harus mengambil langkah cepat untuk menumbuhkan optimisme pasar. Pembelian surat utang negara dinilai salah satu strategi efektif untuk jangka pendek.
Executive Director Mandiri Institute Destry Damayanti mengatakan pemerintah dapat melakukan stabilisasi harga di pasar uang dan pasar modal. Pemerintah telah memiliki forum FSSK untuk menunjukkan indikator risiko ekonomi seperti yield surat utang pemerintah bila naik terlalu tinggi.
Indikator tersebut akan menunjukkan waktunya pemerintah, Bank Indonesia, dan investor institusi untuk melakukan pembelian kembali. Sementara untuk saham dapat dengan pendekatan buyback khususnya pada emiten BUMN meskipun tidak semudah itu.
"Kebijakan stabilisasi harga di pasar uang dan modal bisa menjadi salah satu solusi cepat. Namun, harus dibarengi kebijakan stimulus seperti pemotongan PPN atau pajak pendapatan. Dampaknya positif di mata investor kalau dilakukan dengan cepat. Pemerintah butuh langkah yang jitu," tegas Destry.
Dia menilai masalah perang kurs di regional ini cukup pelik dan berkepanjangan. Pemerintah harus jeli dan tidak dapat terus menerus intervensi pasar uang. Sehingga dibutuhkan kebijakan kombinasi antara jangka pendek dan panjang.
"Saya masih melihat pemerintah dan BI akan menahan nilai tukar rupiah dan tidak akan mengikuti perang kurs. Hanya butuh kebijakan cepat yang dapat terasa," ujarnya.
Sementara Ekonom Cyrillus Harinowo mengatakan jika belajar dari pengalaman krisis di Hong Kong saat terjadi krisis moneter Asia lalu, pemerintah berarti bisa melakukan tiga hal. Pertama, adalah dari sisi pembentukan opini yang harus dibalikkan ke arah positif dan bangkitkan optimisme.
Kedua, di Hong Kong dulu bank sentral membeli saham-saham yang harganya jatuh. "Itu banyak dikritik tetapi tetap dilakukan oleh HK Monetary Authority (HKMA). Dan mereka juga mempertahankan kurs dengan intervensi," ujar Cyrillus.
Setelah krisis diatasi, lanjut dia, harga saham naik kembali. Saham-saham yang dibeli dimasukkan dalam fund yang disebut Tracker Fund. Dijual pelan-pelan sehingga HKMA untung besar. Kurs dapat bertahan karena dolar Hong Kong direvisi ke USD.
"Karena itu, media harus bekerja sama dengan pemerintah untuk menjaga dan membalikkan optimisme tersebut. Sudah barang tentu selain saham, lebih prioritas lagi adalah SUN untuk dibeli BI," jelasnya. (Baca: HT: Kebijakan Penghambat Investasi Harus Direvisi)
Sebelumnya, CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) memaparkan solusi dalam mengatasi masalah ekonomi di Tanah Air. Yaitu, menggalakkan investasi dan mempercepat belanja pemerintah.
"Tidak ada jalan lain lagi. Itulah saran saya saat ini adalah bagaimana kedua hal di atas bisa dilaksanakan secara tepat sasaran dan cepat," ujarnya, Selasa (25/8/2015).
HT memaparkan, dalam solusi ini langkah pertama yang perlu dilakukan semua kebijakan dan praktik yang menghambat investasi dan belanja pemerintah harus dipangkas. Kedua, bank fokus pada pembiayaan sektor produktif, bukan konsumtif (harus dengan "paksaan").
Ketiga, proyek-proyek infrastruktur yang dipegang broker dan tidak dikerjakan dialihkan ke BUMN-BUMN yang relevan agar bisa berjalan.
Hal lain yang harus diantisipasi, kata Ketua Umum Partai Perindo ini, adalah penerimaan pajak akan berkurang banyak dengan lesunya ekonomi. Dari sekarang sudah harus dipikirkan alternatif pendanaan agar APBN tetap bisa dilaksanakan.
"Saya sebenarnya punya banyak konsep penataan UMKM, petani, nelayan dan lain-lain. Dan ini penting dalam kondisi saat ini karena dengan kurs USD/Rp yang melejit, justru kelompok marginal ini yang paling kena imbasnya. Kualitas hidup mereka turun drastis," tandas HT.
Baca juga:
Kondisi Ekonomi dalam Bahaya
Rupiah Ambruk, 60.000 Pekerja Tekstil Terkena PHK
Rupiah dan IHSG Akan Membaik jika Faktor Ini Terpenuhi
Ekonom: RI Ibarat Rumput Bergoyang dan Diinjak
(dmd)