Deregulasi Impor Rugikan Industri Dalam Negeri
A
A
A
JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy mengkritik kebijakan ekonomi Joko Widodo (Jokowi) khususnya terkait deregulasi ekspor dan impor yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Ichsanuddin melihat langkah Kemendag dengan menghilangkan proses pengendalian untuk barang-barang impor akan berimplikasi pada masuknya barang barang impor terutama dari China.
"Istilahnya saya sebut bukan deregulasi, tapi reregulasi dengan mengacu kepada nawacita dan trisakti. Tapi karena Jokowi sudah masuk kedalam jaringan neolib, sehingga dia menikmati posisi itu, dan melanjutkan cara-cara Orde Baru," katanya di Jakarta, kemarin.
Implikasi kebijakan Jokowi adalah masuknya barang impor dapat dirasakan kian membanjiri tanah air. "Contohnya Tiongkok meskipun tertahan di sektor industri tekstil, tertahan di sektor mainan, dan elektronik. Dia tetap membanjiri pasar Indonesia. Itu makanya permintaan HP China tetap tinggi," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintahan Jokowi menjadi pukulan ganda bagi masyakat yang hidup pada sektor riil. Para pengangguran yang menjadi korban PHK dari perusahaan, tidak dapat bertahan hidup.
"Mestinya paket kebijakan ekonomi Jowi kemarin itu menolong sang penolong. Karena UMKM di Indonesia adalah penolong perekonomian bangsa. PHK bagi kebanyakan korban PHK itu umumnya lari ke sektor informal. Setelah mereka terima jaminan hari tua, mereka akan jadi pedagang asongan atau apapunlah. Tapi kenyataannya mereka tidak bisa berbuat apa-apa, itu pukulan pertama. Pukulan kedua, daya beli mereka juga dipukul," tutur dia.
Menurutnya, jika deregulasi atau reregulasi diterapkan maka akan sangat merugikan Indonesia. "Industri kita terutama industri kecil akan terpukul masuknya produk impor," tegasnya.
Jumlah rakyat Indonesia sebagai bangsa dengan penduduk terbesar keempat di dunia. Seharusnya bisa menginvasi pasar luar negeri dengan produk-produk dalam negeri. "Bukan mengimpor bahan baku, ke negara lain, kemudian menjadi barang jadi, dan di ekspor lagi ke Indonesia," tambah Ichsanuddin.
Negara harus melakukan pembangunan ekonomi dari sektor perdagangan, bukan mengandalkan kemampuan dan ketahanan negara dari sektor keuangan, karena secara empiris, hal tersebut akan menjadikan negara hancur seperti negara-negara yang saat ini bangkrut.
Ichsanuddin melihat langkah Kemendag dengan menghilangkan proses pengendalian untuk barang-barang impor akan berimplikasi pada masuknya barang barang impor terutama dari China.
"Istilahnya saya sebut bukan deregulasi, tapi reregulasi dengan mengacu kepada nawacita dan trisakti. Tapi karena Jokowi sudah masuk kedalam jaringan neolib, sehingga dia menikmati posisi itu, dan melanjutkan cara-cara Orde Baru," katanya di Jakarta, kemarin.
Implikasi kebijakan Jokowi adalah masuknya barang impor dapat dirasakan kian membanjiri tanah air. "Contohnya Tiongkok meskipun tertahan di sektor industri tekstil, tertahan di sektor mainan, dan elektronik. Dia tetap membanjiri pasar Indonesia. Itu makanya permintaan HP China tetap tinggi," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintahan Jokowi menjadi pukulan ganda bagi masyakat yang hidup pada sektor riil. Para pengangguran yang menjadi korban PHK dari perusahaan, tidak dapat bertahan hidup.
"Mestinya paket kebijakan ekonomi Jowi kemarin itu menolong sang penolong. Karena UMKM di Indonesia adalah penolong perekonomian bangsa. PHK bagi kebanyakan korban PHK itu umumnya lari ke sektor informal. Setelah mereka terima jaminan hari tua, mereka akan jadi pedagang asongan atau apapunlah. Tapi kenyataannya mereka tidak bisa berbuat apa-apa, itu pukulan pertama. Pukulan kedua, daya beli mereka juga dipukul," tutur dia.
Menurutnya, jika deregulasi atau reregulasi diterapkan maka akan sangat merugikan Indonesia. "Industri kita terutama industri kecil akan terpukul masuknya produk impor," tegasnya.
Jumlah rakyat Indonesia sebagai bangsa dengan penduduk terbesar keempat di dunia. Seharusnya bisa menginvasi pasar luar negeri dengan produk-produk dalam negeri. "Bukan mengimpor bahan baku, ke negara lain, kemudian menjadi barang jadi, dan di ekspor lagi ke Indonesia," tambah Ichsanuddin.
Negara harus melakukan pembangunan ekonomi dari sektor perdagangan, bukan mengandalkan kemampuan dan ketahanan negara dari sektor keuangan, karena secara empiris, hal tersebut akan menjadikan negara hancur seperti negara-negara yang saat ini bangkrut.
(izz)