Polemik Harga BBM Premium di Paket Kebijakan Jilid III

Minggu, 04 Oktober 2015 - 06:01 WIB
Polemik Harga BBM Premium di Paket Kebijakan Jilid III
Polemik Harga BBM Premium di Paket Kebijakan Jilid III
A A A
BELUM genap sepekan paket kebijakan ekonomi jilid II (September II) diluncurkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan akan merilis paket kebijakan jilid III. Kebijakan ini merupakan stimulus jangka pendek yang dampaknya diharapkan dapat dirasakan langsung masyarakat.‎ Salah satunya penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium.

Namun, maksud hati ingin mengambil hati masyarakat di tengah ekonomi lesu dengan menurunkan harga BBM premium, polemik muncul karena sebelumnya pemerintah Joko Widodo menyatakan subsidi bahan bakar tersebut telah dicabut. Sejumlah pihak menilai pemerintah tidak konsisten dalam mengambil keputusan, dan kredibelitas pemerintahan pun dipertanyakan.

Adapun rangkaian paket kebijakan ekonomi jilid III yang akan dikeluarkan Jokowi, pertama bunga bank. "Saya kira paket ekonomi yang ketiga ini jangka pendek. Coba dilihat apakah memungkinkan pertama bunga bank bisa turun dengan mengefisiensikan biaya-biaya yang ada di dalam bank, tolong dihitung," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Menurut Jokowi, paket ini juga harus bisa membangkitkan daya beli masyarakat dan sektor padat karya. Dalam kebijakan tersebut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diminta mengeluarkan dana untuk dikucurkan ke desa.

"Kementan juga ada dana yang dikeluarkan untuk irigasi. Yang ketiga padat karya besar ada di dana desa saya harap Pak Mendagri fokuskan di padat karya saja entah membuat irigasi, membuat jalan. Saya lihat di Karawang betul pekerjaannya membuat selokan kampung tapi orangnya tidak banyak," papar Jokowi.

Selanjutnya, kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini, restrukturisasi untuk usaha kecil dan menengah (UKM) yang saat ini masih banyak terjadi masalah di lapangan. "Saya kira jangka pendek ini yang masih kita perlukan untuk bisa ditangkap secara positif ada upaya pemerintah yang nyata dan konkret," terangnya.

Terakhir, Jokowi meminta dalam paket kebijakan III PT Pertamina (Persero) menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) meskipun sedikit. "‎Juga ada dua hal lagi yang berkaitan dengan BBM. Dihitung lagi Pertamina, coba dihitung lagi oleh Pertamina. Tolong dihitung apakah masih mungkin premium itu diturunkan, meskipun sedikit," tegasnya.

Menurut Jokowi, saat ini ada kemungkinan harga BBM premium diturunkan dan hal tersebut masih dikalkulasi oleh Pertamina. "Jadi ada kemungkinan (premium turun). Masih dalam kalkulasi. Nanti dilaporkan kepada saya Senin. Kalau bisa (turun) diumumkan. Kalau enggak bisa pun diumumkan," ujarnya.

Eks Wali Kota Solo ini mengakui bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya telah mengumumkan tidak akan terjadi perubahan harga BBM baik premium maupun solar hingga akhir Desember 2015.

Namun, dia menginginkan jika ada beberapa hal yang dapat diefisienkan oleh Pertamina untuk kemudian harga premium dapat diturunkan, maka efisiensi tersebut dapat dilakukan. "Memang sudah disampaikan bahwa harga tidak akan naik sampai akhir Desember. Tapi kan saya sampaikan apakah ada kemungkinan dilihat lagi biaya yang ada, bisa diefisiensikan. Tapi nanti baru akan dijawab hari Senin," tandas Jokowi.

Di pihak lain, Pertamina tampak galau atas permintaan Presiden Jokowi untuk menurunkan harga BBM premium. Apalagi, saat ini BUMN minyak dan gas (migas) tersebut masih rugi sekitar Rp15 triliun lantaran menjual harga BBM di bawah keekonomian.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengakui Jokowi meminta perseroan untuk mengevaluasi kembali harga BBM premium. Hal ini semata-mata untuk mendukung upaya memperbaiki kondisi perekonomian di Tanah Air.

Sejauh ini, mantan Dirut Semen Indonesia ini belum dapat menentukan apakah harga BBM berkadar research octane number (RON) 88 tersebut masih dapat diturunkan atau tidak. "Itu yang akan kita evaluasi (penurunan harga premium), dan ke depan bisa kita laporkan," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Dia menyebutkan, untuk periode Agustus 2015 perseroan masih mengalami kerugian sekitar 2% atas penjualan harga premium. "Ya, kita lihat langkah-langkah efisiensi dan sebagainya," imbuh Dwi.

Dia mengungkapkan, dengan Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Cilacap dan Kilang Trans Pacific Petroleum Indonesia (TPPI) di Tuban, sejatinya perseroan dapat menurunkan impor BBM yang kemudian akan dapat dioptimalisasi pada proyek lain.

Selain itu, implementasi penggunaan biodiesel sebesar 15% tahun ini juga akan mampu meningkatkan efisiensi perseroan lantaran impor solar dapat ditekan. "Ya, pokoknya ruang improvement tentu selalu ada. Jadi tinggal kita lihat nanti sekarang seberapa dan ke depan seperti apa dan sebagainya," terangnya. (Baca: Jokowi Minta Harga BBM Premium Turun)

Atas kebijakan tersebut, Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, pemerintah segera membahas harga BBM yang akan masuk dalam paket kebijakan jilid III. "Kami bahas untuk lihat kemungkinannya, banyak identifikasi secara keseluruhan," ujarnya, saat ditemui di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta.

Menurut Darmin, pemerintah akan mengumumkan paket tetsebut sekitar Selasa atau Rabu pekan depan. "Ya nanti mungkin Selasa, mungkin Rabu kami umumkan. Tapi kami rapat dulu untuk identifikasi," tandasnya.

Meski berat, PT Pertamina mengaku akan mengikuti keinginan Presiden Jokowi untuk menurunkan harga jual BBM premium, jika pemerintah bisa menunda pembayaran komponen pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) dalam harga premium yang dijual perseroan.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, keinginan Jokowi untuk menurunkan harga premium sejatinya bagi perseroan cukup sulit. "Kalau turunnya dari PPN atau PBBKB yang ditunda, tidak pengaruh bagi Pertamina. Makanya, kalau bantu rakyat ya kurangi dulu pungutan atau pajaknya," terang Ahmad kepada Sindonews.

Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro membantah jika pemerintah siap menalangi kerugian keuangan PT Pertamina, karena tidak ada dalam APBN 2016.

Sebelumnya, Kementerian ESDM menyampaikan bahwa pemerintah siap pasang badan untuk menalangi defisit PT Pertamina sebesar Rp15,2 triliun. "Enggak ada tuh (menalangi defisit Pertamina). Coba Anda bongkar anggarannya. Ada enggak?" kata Bambang di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta.

Menurutnya, dalam APBN 2016 juga tidak tersedia anggaran untuk menalangi defisit Pertamina. Meski demikian, pemerintah juga tidak akan membiarkan Pertamina kerepotan. "Enggak ada. APBN 2016 dari mana coba‎. Pokoknya enggak ada dianggaran pemerintah. Tapi kita upayakan Pertamina tak kerepotan, gitu aja," jelasnya.

Di tengah situasi ekonomi yang serba tidak pasti, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo meminta Presiden Jokowi konsisten terkait mekanisme penentuan harga BBM. Dia mengatakan, masyarakat saat ini sudah mendengar bahwa sejak awal tahun lalu pemerintah melakukan reformasi subsidi BBM agar kondisi keuangan Indonesia lebih sehat. Pemerintah telah memutuskan untuk menentukan mekanisme evaluasi harga BBM tiap tiga hingga enam bulan.

"‎Nah, kalau penurunan harga BBM, saya ingin titip seperti ini, salah satu yang tidak bisa kita elakan Indonesia bagian dari ekonomi global," katanya di Gedung BI, Jakarta, Jumat (2/10/2015).

Menurutnya, jika memang diharuskan ada penyesuaian harga BBM maka basis perhitungannya harus transparan. Sebab, hal ini juga bagian dari pendidikan kepada masyarakat serta kredibilitas pemerintah yang dipertaruhkan. "‎Karena publik ingin mengetahui bahwa kalau kita melakukan penyesuaian harga BBM masih konsisten dalam reformasi di energi yang kita lakukan‎," terang Agus.

Mantan bos Bank Mandiri ini menambahkan, peningkatan pengeluaran pemerintah (government spending) baik di tingkat pusat dan daerah juga membantu memberikan nilai tambah pada daya beli masyarakat. Sehingga, penurunan harga BBM dirasa bukan menjadi pilihan satu-satunya untuk membangkitkan daya beli masyarakat.‎ "Tetapi kemudahan dan juga fasilitas fiskal pengurangan pajak juga (bisa meningkatkan daya beli masyarakat)," tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5281 seconds (0.1#10.140)