Kata Staf Ahli Menkeu soal Paket Ekonomi Kurang Nendang
A
A
A
JAKARTA - Paket kebijakan ekonomi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai banyak kalangan kurang nendang kian menjadi perbincangan utama. Belum adanya efek dari kebijakan jilid I dan II membuat publik bertanya, sampai di mana keseriusan pemerintah dalam menanggulangi pelemahan ekonomi.
Terlebih lagi, mantan Wali Kota Solo tersebut akan segera mengeluarkan paket kebijakan jilid III, yang sedianya bakal dirilis pekan depan. (Baca: Mantan Menkeu Tak Yakin Pemerintah Serius Perbaiki Ekonomi)
Menanggapi hal itu, Staf Ahli Menteri Keuangan (Menkeu) Arif Budimanta menilai, memang seyogyannya paket kebijakan ekonomi dikeluarkan untuk memperbaiki kerangka ekonomi.
"Paket kebijakan ekonomi ini bukan pengalaman pertama karena sejak jaman dulu ada paket-paket kebijakan yang dikeluarkan. Paket-paket tersebut pada kenyataannya bukan hanya untuk menanggulangi masalah krisis ekonomi, tapi juga permasalahan politik. Nah paket sekarang adalah kerangka untuk memperkuat ekonomi kita," kata Arif di Jakarta, Minggu (4/10/2015).
Selain itu, dia menjelaskan, keadaan juga berubah saat masa lalu dan masa kini, terutama pada kekuatan bank sentral. (Baca: Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Dinilai Kurang Nendang)
"Namanya Bank Sentral itu sepenuhnya di bawah kendali presiden. Sejak tahun 1999, itu menjadi lembaga independen yang diatur oleh UU. Jadi kebijakan moneter adalah tanggung jawab BI itu sendiri dan di sini harapan kita bersinergi dengan pemerintah," katanya.
Arif menuturkan bahwa paket yang sekarang dikeluarkan lebih melihat ke arah fiskal melalui relaksasi ataupun dengan stimulus. Kemudian berikutnya adalah masalah otoritas negara soal transformasi dana desa untuk kepentingan padat karya di wilayah pedesaan.
"Artinya, ini adalah peluang untuk membuka lapangan kerja di desa. Misalnya, BPS laporkan soal penduduk miskin yang meningkat 800.000 dan kebanyakan yang miskin itu berada di desa. Itu bisa terbantu," kata dia.
Selanjutnya adalah mengenai tax allowance dan tax holiday yang pada dasarnya memang harus ada dan digalakkan untuk kepentingan investasi sebagai penggerak kualitas ekonomi Indonesia. Hal itu berkaitan dengan kompetitifnes Indonesia dengan negara berkembang lainnya.
"Ini akan membuat kita bisa berkompetisi dan bahkan unggul dari negara lain," pungkasnya.
Terlebih lagi, mantan Wali Kota Solo tersebut akan segera mengeluarkan paket kebijakan jilid III, yang sedianya bakal dirilis pekan depan. (Baca: Mantan Menkeu Tak Yakin Pemerintah Serius Perbaiki Ekonomi)
Menanggapi hal itu, Staf Ahli Menteri Keuangan (Menkeu) Arif Budimanta menilai, memang seyogyannya paket kebijakan ekonomi dikeluarkan untuk memperbaiki kerangka ekonomi.
"Paket kebijakan ekonomi ini bukan pengalaman pertama karena sejak jaman dulu ada paket-paket kebijakan yang dikeluarkan. Paket-paket tersebut pada kenyataannya bukan hanya untuk menanggulangi masalah krisis ekonomi, tapi juga permasalahan politik. Nah paket sekarang adalah kerangka untuk memperkuat ekonomi kita," kata Arif di Jakarta, Minggu (4/10/2015).
Selain itu, dia menjelaskan, keadaan juga berubah saat masa lalu dan masa kini, terutama pada kekuatan bank sentral. (Baca: Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Dinilai Kurang Nendang)
"Namanya Bank Sentral itu sepenuhnya di bawah kendali presiden. Sejak tahun 1999, itu menjadi lembaga independen yang diatur oleh UU. Jadi kebijakan moneter adalah tanggung jawab BI itu sendiri dan di sini harapan kita bersinergi dengan pemerintah," katanya.
Arif menuturkan bahwa paket yang sekarang dikeluarkan lebih melihat ke arah fiskal melalui relaksasi ataupun dengan stimulus. Kemudian berikutnya adalah masalah otoritas negara soal transformasi dana desa untuk kepentingan padat karya di wilayah pedesaan.
"Artinya, ini adalah peluang untuk membuka lapangan kerja di desa. Misalnya, BPS laporkan soal penduduk miskin yang meningkat 800.000 dan kebanyakan yang miskin itu berada di desa. Itu bisa terbantu," kata dia.
Selanjutnya adalah mengenai tax allowance dan tax holiday yang pada dasarnya memang harus ada dan digalakkan untuk kepentingan investasi sebagai penggerak kualitas ekonomi Indonesia. Hal itu berkaitan dengan kompetitifnes Indonesia dengan negara berkembang lainnya.
"Ini akan membuat kita bisa berkompetisi dan bahkan unggul dari negara lain," pungkasnya.
(rna)