PMN dan Target Pajak di RAPBN 2016 Banyak Dikritisi
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016 mendapat banyak kritisi dari fraksi-fraksi di parlemen. Kritisi ini paling banyak menyangkut soal kucuran penyertaan modal negara (PMN) dan target penerimaan pajak di 2016.
Sebagian besar fraksi dalam rapat badan anggaran yang berlangsung hingga lewat tengah malam ini mengritisi dua poin tersebut karena dinilai tidak realistis.
"Postur APBN 2016 kurang realistis dan belum mencerminkan politik anggaran prorakyat. Untuk sektor pajak penerimaan diperkirakan akan jauh dari harapan karena selama ini tidak ada yang capai target, sementara kesejahtaraan rakyat turun," kata Anggota Fraksi Golkar Firmandes, di ruang rapat badan anggaran DPR RI, Jakarta, Kamis (29/10/2015)
Dia menambahkan, untuk alokasi PMN di BUMN makin besar, namun penyalurannya tidak maksimal. Sedangkan untuk anggaran perikanan dan BUMN untuk rakyat masih minim.
Adapun anggota Fraksi PDI-P Daniel Lumban Tobing menilai, sebaiknya alokasi PMN BUMN lebih diarahkan untuk sektor padat karya karena saat ini menjadi motor penting untuk kemajuan ekonomi Indonesia.
Hal itu disambung dengan pernyataan anggota fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Topan Tirong yang mengatakan bahwa lebih baik dana untuk PMN disalurkan demi meningkatkan daya saing dan pertahanan.
"Karena sebetulnya PMN itu tidak diperuntukkan untuk bayar utang. Jadi lebih baik disalurkan untuk perkuat daya saing dan pertahanan," katanya.
Sementara dari Fraksi PKB menyatakan, pemerintah harus serius dalam mengelola target wajib pajak, mengingat target pajak yang ditentukan sangat tinggi dan kurang realistis.
"Pemerintah harus realisasikan pajak dan cukai secara serius jika ingin mencapai target," ujar anggota Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal.
Fraksi Partai Gerindra pun demikian. Pihaknya mencermati PMN tahun 2015 dengan total sebesar Rp43,27 triliun, yang realisasinya sampai dengan 1 Oktober 2015 hanya mencapai Rp17,5 triliun atau sebesar 40,45%.
"Pada hakikatnya Fraksi Gerindra menuntut BUMN dapat menjadi agent of development dan memberikan kontribusi untuk menggerakan ekonomi nasional serta mampu memberikan dividen untuk meningkatkan pendapatan negara, bukan malah sebaliknya membebani APBN," ujar Wilgo Zainar dari Gerindra.
Sama halnya dengan Ketua Fraksi PAN DPR RI Mulfachri Harahap yang menyampaikan, PMN kepada BUMN hanya bisa diberikan kepada perusahaan plat merah yang bergerak dalam bidang infrastruktur dan pangan dan haram hukumnya untuk membayar utang.
Sementara untuk penerimaan yang berasal dari pengampunan pajak (tax amnesty) tidak dimasukkan dalam APBN 2016, Fraksi PAN berpendapat pengajuan tentang Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak yang lebih memahami dan memiliki data valid tentang siapa-siapa yang akan diampuni pajaknya adalah pihak pemerintah.
"Karena itu, Fraksi PAN menolak RUU Pengampunan Pajak menjadi inisiatif DPR," tegasnya.
Sebagian besar fraksi dalam rapat badan anggaran yang berlangsung hingga lewat tengah malam ini mengritisi dua poin tersebut karena dinilai tidak realistis.
"Postur APBN 2016 kurang realistis dan belum mencerminkan politik anggaran prorakyat. Untuk sektor pajak penerimaan diperkirakan akan jauh dari harapan karena selama ini tidak ada yang capai target, sementara kesejahtaraan rakyat turun," kata Anggota Fraksi Golkar Firmandes, di ruang rapat badan anggaran DPR RI, Jakarta, Kamis (29/10/2015)
Dia menambahkan, untuk alokasi PMN di BUMN makin besar, namun penyalurannya tidak maksimal. Sedangkan untuk anggaran perikanan dan BUMN untuk rakyat masih minim.
Adapun anggota Fraksi PDI-P Daniel Lumban Tobing menilai, sebaiknya alokasi PMN BUMN lebih diarahkan untuk sektor padat karya karena saat ini menjadi motor penting untuk kemajuan ekonomi Indonesia.
Hal itu disambung dengan pernyataan anggota fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Topan Tirong yang mengatakan bahwa lebih baik dana untuk PMN disalurkan demi meningkatkan daya saing dan pertahanan.
"Karena sebetulnya PMN itu tidak diperuntukkan untuk bayar utang. Jadi lebih baik disalurkan untuk perkuat daya saing dan pertahanan," katanya.
Sementara dari Fraksi PKB menyatakan, pemerintah harus serius dalam mengelola target wajib pajak, mengingat target pajak yang ditentukan sangat tinggi dan kurang realistis.
"Pemerintah harus realisasikan pajak dan cukai secara serius jika ingin mencapai target," ujar anggota Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal.
Fraksi Partai Gerindra pun demikian. Pihaknya mencermati PMN tahun 2015 dengan total sebesar Rp43,27 triliun, yang realisasinya sampai dengan 1 Oktober 2015 hanya mencapai Rp17,5 triliun atau sebesar 40,45%.
"Pada hakikatnya Fraksi Gerindra menuntut BUMN dapat menjadi agent of development dan memberikan kontribusi untuk menggerakan ekonomi nasional serta mampu memberikan dividen untuk meningkatkan pendapatan negara, bukan malah sebaliknya membebani APBN," ujar Wilgo Zainar dari Gerindra.
Sama halnya dengan Ketua Fraksi PAN DPR RI Mulfachri Harahap yang menyampaikan, PMN kepada BUMN hanya bisa diberikan kepada perusahaan plat merah yang bergerak dalam bidang infrastruktur dan pangan dan haram hukumnya untuk membayar utang.
Sementara untuk penerimaan yang berasal dari pengampunan pajak (tax amnesty) tidak dimasukkan dalam APBN 2016, Fraksi PAN berpendapat pengajuan tentang Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak yang lebih memahami dan memiliki data valid tentang siapa-siapa yang akan diampuni pajaknya adalah pihak pemerintah.
"Karena itu, Fraksi PAN menolak RUU Pengampunan Pajak menjadi inisiatif DPR," tegasnya.
(rna)