UMKM Butuh Penjamin untuk Berkembang
A
A
A
JAKARTA - Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, pendanaan menjadi salah satu hal yang sering dialami usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan ini berlaku secara global.
Menurutnya, hal yang paling dikeluhkan UMKM adalah sulitnya mendapat kredit dan pendanaan, termasuk akses ke lembaga keuangan. Pasar UMKM tidak selalu terkait dengan produk, tetapi masalah perizinan, pendampingan, dan sebagainya.
"Masalah uang bukan satu satunya faktor yang menghambat pengembangan UMKM. Tetapi uang menjadi faktor yang bisa menentukan keberlangsungan UMKM. Lalu lintas yang terjadi dari barang, jasa, hingga tenaga kerja diharapkan dalam MEA diharapkan mampu membuat masyarakat lebih sejahtera," kata dia dalam rilisnya, Senin (16/11/2015).
Sekitar 40% pasar ASEAN datang dari Indonesia. Negeri ini memiliki 250 juta penduduk, dari 600 juta populasi manusia di Asia Tenggara. "Dengan jumlah populasi yang besar maka akses keuangan juga lebih memungkinkan," kata Muliaman.
"Kita ingin kepastian bahwa integrasi akan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat ASEAN. Kesejahteraan menjadi tujuan akhir, sementara terbentuknya integrasi menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan," ujarnya.
Muliaman yang juga Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mengatakan, integrasi ekonomi merupakan alat mencapai tujuan, yang seharusnya tidak merugikan. Jika satu negara hanya menjadi pasar sementara negara lain mengeksploitasi, maka hal tersebut akan keluar dari tujuan awal integrasi ekonomi ASEAN dalam MEA.
"Hal ini menjadi tantangan bagi UMKM karena UMKM berperan dalam pembentukan ekonomi dan penyerap tenaga kerja yang sangat banyak. UMKM pada dasarnya berbasis lokal dengan memanfaatkan orang lokal," ujarnya.
Negara-negara anggota ASEAN pada dasarnya bergantung pada UMKM masing- masing, dan ini menjadi relevan dalam pengintegrasian UMKM ASEAN. Banyak program pembiayaan yang masih dilakukan, tetapi tidak semua bisa berhasil.
"UMKM bisa menghadapi gejolak ekonomi karena fleksibilitasnya. Untuk itu pengembangan UMKM di negara ASEAN Perlu dipercepat, Meningkatkan daya saing dan akses keuangan, dan Akses pembiayaan yang fleksibel. Akses keuangan yang mudah dan murah juga didukung dengan subsidi dan bunga yang rendah," jelasnya.
Dia mengatakan, Indonesia bisa menjadi laboratorium untuk membuka akses keuangan SME. Indonesia dengan 50% GDP diperoleh dari UMKM, 97% penyerapan tenaga kerja oleh UMKM, dan bahkan terdapat 57,9 juta UMKM di Indonesia. Indonesia memiliki sejarah dalam pembiayaan UMKM sebut Saja Kredit Usaha Rakyat.
Kekhawatiran terhdap UMKM seperti Lemahnya manajerial, kapasitas, dan kapabilitas serta jauhnya UMKM dari akses pembiayaan yang menyebabkan UMKM tidak berkembang. Hal yang ingin dia tekankan bahwa UMKM Perlu didukung oleh perusahaan penjaminan, dan seharusnya UMKM juga didukung akses keuangan yang lebih besar.
"Saat ini untuk UMKM Indonesia aturan sedang kita siapkan, awal tahun depan peraturan selesai, kita bisa undang UMKM mana saja namun UMKM akan didampingi perusahaan yang disebut under writter dan terdaftar di pasar modal," ujarnya.
Masalah pendanaan memang cukup sensitif, namun hal yang dia upayakan terhadap pembiayaan UMKM akan difokuskan dengan pendanaan yang sesuai dengan kapasitas UMKM. Meski skala pembiayaan masih dalam rumusan, namun pendanaan sudah disiapkan dan bisa diimplementasikan diawal 2016.
"Akan ada penyederhanaan dan pembatasan. Untuk kapasitas UMKM, tidak terlalu kecil juga tidak terlalu besar. Jika terlalu besar masuk jalur normal. Dari perizinan juga sangat dibedakan dengan yang berlaku secara umum, frekuensi perdangangan apakah bisa dibatasi atau tidak. Area tersebut akan dibatasi mana yang masuk papan UMKM dan yang umum, skala pembiayaan masih diformulasikan dan awal tahun sudah bisa dipastikan," tandas Muliaman.
Menurutnya, hal yang paling dikeluhkan UMKM adalah sulitnya mendapat kredit dan pendanaan, termasuk akses ke lembaga keuangan. Pasar UMKM tidak selalu terkait dengan produk, tetapi masalah perizinan, pendampingan, dan sebagainya.
"Masalah uang bukan satu satunya faktor yang menghambat pengembangan UMKM. Tetapi uang menjadi faktor yang bisa menentukan keberlangsungan UMKM. Lalu lintas yang terjadi dari barang, jasa, hingga tenaga kerja diharapkan dalam MEA diharapkan mampu membuat masyarakat lebih sejahtera," kata dia dalam rilisnya, Senin (16/11/2015).
Sekitar 40% pasar ASEAN datang dari Indonesia. Negeri ini memiliki 250 juta penduduk, dari 600 juta populasi manusia di Asia Tenggara. "Dengan jumlah populasi yang besar maka akses keuangan juga lebih memungkinkan," kata Muliaman.
"Kita ingin kepastian bahwa integrasi akan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat ASEAN. Kesejahteraan menjadi tujuan akhir, sementara terbentuknya integrasi menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan," ujarnya.
Muliaman yang juga Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mengatakan, integrasi ekonomi merupakan alat mencapai tujuan, yang seharusnya tidak merugikan. Jika satu negara hanya menjadi pasar sementara negara lain mengeksploitasi, maka hal tersebut akan keluar dari tujuan awal integrasi ekonomi ASEAN dalam MEA.
"Hal ini menjadi tantangan bagi UMKM karena UMKM berperan dalam pembentukan ekonomi dan penyerap tenaga kerja yang sangat banyak. UMKM pada dasarnya berbasis lokal dengan memanfaatkan orang lokal," ujarnya.
Negara-negara anggota ASEAN pada dasarnya bergantung pada UMKM masing- masing, dan ini menjadi relevan dalam pengintegrasian UMKM ASEAN. Banyak program pembiayaan yang masih dilakukan, tetapi tidak semua bisa berhasil.
"UMKM bisa menghadapi gejolak ekonomi karena fleksibilitasnya. Untuk itu pengembangan UMKM di negara ASEAN Perlu dipercepat, Meningkatkan daya saing dan akses keuangan, dan Akses pembiayaan yang fleksibel. Akses keuangan yang mudah dan murah juga didukung dengan subsidi dan bunga yang rendah," jelasnya.
Dia mengatakan, Indonesia bisa menjadi laboratorium untuk membuka akses keuangan SME. Indonesia dengan 50% GDP diperoleh dari UMKM, 97% penyerapan tenaga kerja oleh UMKM, dan bahkan terdapat 57,9 juta UMKM di Indonesia. Indonesia memiliki sejarah dalam pembiayaan UMKM sebut Saja Kredit Usaha Rakyat.
Kekhawatiran terhdap UMKM seperti Lemahnya manajerial, kapasitas, dan kapabilitas serta jauhnya UMKM dari akses pembiayaan yang menyebabkan UMKM tidak berkembang. Hal yang ingin dia tekankan bahwa UMKM Perlu didukung oleh perusahaan penjaminan, dan seharusnya UMKM juga didukung akses keuangan yang lebih besar.
"Saat ini untuk UMKM Indonesia aturan sedang kita siapkan, awal tahun depan peraturan selesai, kita bisa undang UMKM mana saja namun UMKM akan didampingi perusahaan yang disebut under writter dan terdaftar di pasar modal," ujarnya.
Masalah pendanaan memang cukup sensitif, namun hal yang dia upayakan terhadap pembiayaan UMKM akan difokuskan dengan pendanaan yang sesuai dengan kapasitas UMKM. Meski skala pembiayaan masih dalam rumusan, namun pendanaan sudah disiapkan dan bisa diimplementasikan diawal 2016.
"Akan ada penyederhanaan dan pembatasan. Untuk kapasitas UMKM, tidak terlalu kecil juga tidak terlalu besar. Jika terlalu besar masuk jalur normal. Dari perizinan juga sangat dibedakan dengan yang berlaku secara umum, frekuensi perdangangan apakah bisa dibatasi atau tidak. Area tersebut akan dibatasi mana yang masuk papan UMKM dan yang umum, skala pembiayaan masih diformulasikan dan awal tahun sudah bisa dipastikan," tandas Muliaman.
(izz)