BI Klaim Banyak Perusahaan Sudah Lakukan Lindung Nilai
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan banyak perusahaan di Indonesia yang telah melakukan upaya lindung nilai (hedging) untuk memitigasi risiko penurunan nilai mata uang rupiah, kendati hal tersebut tidak menjadi kewajiban.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati menuturkan, pihaknya telah mengeluarkan ketentuan hedging untuk utang yang jatuh tempo 0-3 bulan ke depan, serta untuk utang yang jatuh tempo 3-6 bulan ke depan. Saat ini, terdapat 1.643 korporasi pelapor (kegiatan penerapan prinsip kehati-hatian/KPPK) yang memiliki utang luar negeri (ULN).
"Kan kewajiban hedging-nya adalah membandingkan aset valas dan kewajiban valas. Kalau dia melampaui jumlah tertentu nanti di dalam ketentuannya itu harus di-hedging 20% untuk sekarang ini," katanya di Gedung BI, Jakarta, Jumat (20/11/2015).
Dari jumlah tersebut, terdapat 1.248 perusahaan yang belum termasuk wajib hedging, namun mereka telah melakukan hedging. Kemudian, ada 61 perusahaan yang memang diwajibkan hedging dan mereka telah melakukan hedging. (Baca: BI: Rupiah Tertekan Rencana Kenaikan Fed Rate)
"Ada lagi 334 perusahaan, dia wajib hedging tapi dia belum hedging sepenuhnya karena memang dia melihat belum ada kewajiban untuk hedging itu sampai dengan kuartal II, belum ada yang wajib, tapi dia sudah hedging sebagian," imbuhnya.
Menurut dia, perusahaan tersebut baru sebagian utangnya yang di-hedging lantaran dari afiliasi dan parent company ada perjanjian sebelumnya bahwa nanti risiko penurunan nilai tukar akan dilindungnilaikan oleh induknya.
"Pertama memang belum kewajibannya belum efektif, kedua sebagian besar utangnya dari afiliasi. Jadi secara keseluruhan mau menyimpulkan, sebagian perusahaan meskipun belum wajib hedging sampai dengan kuartal II/2015 tapi mereka sudah melakukan hedging untuk kewajiban-kewajiban 0-3 bulan dan 3-6 bulan, bahkan ada yang di atas 6 bulan," tuturnya.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati menuturkan, pihaknya telah mengeluarkan ketentuan hedging untuk utang yang jatuh tempo 0-3 bulan ke depan, serta untuk utang yang jatuh tempo 3-6 bulan ke depan. Saat ini, terdapat 1.643 korporasi pelapor (kegiatan penerapan prinsip kehati-hatian/KPPK) yang memiliki utang luar negeri (ULN).
"Kan kewajiban hedging-nya adalah membandingkan aset valas dan kewajiban valas. Kalau dia melampaui jumlah tertentu nanti di dalam ketentuannya itu harus di-hedging 20% untuk sekarang ini," katanya di Gedung BI, Jakarta, Jumat (20/11/2015).
Dari jumlah tersebut, terdapat 1.248 perusahaan yang belum termasuk wajib hedging, namun mereka telah melakukan hedging. Kemudian, ada 61 perusahaan yang memang diwajibkan hedging dan mereka telah melakukan hedging. (Baca: BI: Rupiah Tertekan Rencana Kenaikan Fed Rate)
"Ada lagi 334 perusahaan, dia wajib hedging tapi dia belum hedging sepenuhnya karena memang dia melihat belum ada kewajiban untuk hedging itu sampai dengan kuartal II, belum ada yang wajib, tapi dia sudah hedging sebagian," imbuhnya.
Menurut dia, perusahaan tersebut baru sebagian utangnya yang di-hedging lantaran dari afiliasi dan parent company ada perjanjian sebelumnya bahwa nanti risiko penurunan nilai tukar akan dilindungnilaikan oleh induknya.
"Pertama memang belum kewajibannya belum efektif, kedua sebagian besar utangnya dari afiliasi. Jadi secara keseluruhan mau menyimpulkan, sebagian perusahaan meskipun belum wajib hedging sampai dengan kuartal II/2015 tapi mereka sudah melakukan hedging untuk kewajiban-kewajiban 0-3 bulan dan 3-6 bulan, bahkan ada yang di atas 6 bulan," tuturnya.
(rna)