Fed Rate Naik, Arus Modal di RI Terancam Kabur
A
A
A
JAKARTA - Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Anwar Nasution mengungkapkan, kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (Fed Rate) sebesar 0,25%, berpotensi menyebabkan arus modal di Tanah Air bisa kabur ke luar negeri.
Dia mengatakan, naiknya Fed Rate setelah satu dekade tidak bergoyang juga akan mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kembali terpuruk, Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Utang Bank Indonesia (SBI) juga tidak laku lagi.
"Dampak untuk Indonesia ya jelas terjadi capital outflow, rupiah melemah, SUN enggak laku, SBI pun tak laku. Sekarang BI menjual SBI untuk menumpuk cadangan luar negeri. Bunga naik, rupiah melemah, bagaimana dunia usaha bayar utangnya," kata dia di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (17/12/2015).
Pasalnya, selama ini perusahaan-perusahaan di Tanah Air kerap melakukan pinjaman jangka pendek dari luar negeri yang tentunya menggunakan mata uang USD. (Baca: The Fed Naikkan Suku Bunga Acuan 0,25%).
"Siapa yang punya realestate, darimana uangnya itu? Yang punya tambang, yang punya hotel, yang punya pabrik. Kebanyakan pinjam dari luar negeri, dari Singapura, pakai USD, jangka pendek," imbuh dia.
Menurutnya, kenaikan Fed Rate ini juga menyebabkan pemerintah kesulitan membayar utang luar negeri (ULN) yang kebanyakan berupa SUN atau sukuk dalam bentuk USD. (Baca: Ini Tanggapan Jokowi Atas Kenaikan Fed Rate).
"Untuk bisa bayar ULN itu, harus punya surplus APBN, dan juga surplus cadangan luar negeri. Kalau enggak, rupiah hanya laku sampai Cengkareng. Siapa yang mau," bebernya.
Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini menyarankan BI tidak ikut-ikutan menaikkan suku bunga acuannya, maka perbankan di dalam negeri harus melakukan efisiensi semaksimal mungkin. Jika tidak, dunia usaha akan kolaps.
"Justru itu saya katakan, supaya jangan naikkan suku bunga terus, tingkatkan lagi efisiensi bank pemerintah. Kalau naik terus ya matilah dunia usaha," tandas Anwar.
Baca Juga:
BI: Kenaikan Fed Rate Beri Efek Mixed di Pasar
Menkeu: Market Sudah Antisipasi Kenaikan Fed Rate
Dua Bos BUMN Ragukan BI Rate Ikuti Kenaikan Fed Rate
Dia mengatakan, naiknya Fed Rate setelah satu dekade tidak bergoyang juga akan mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kembali terpuruk, Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Utang Bank Indonesia (SBI) juga tidak laku lagi.
"Dampak untuk Indonesia ya jelas terjadi capital outflow, rupiah melemah, SUN enggak laku, SBI pun tak laku. Sekarang BI menjual SBI untuk menumpuk cadangan luar negeri. Bunga naik, rupiah melemah, bagaimana dunia usaha bayar utangnya," kata dia di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (17/12/2015).
Pasalnya, selama ini perusahaan-perusahaan di Tanah Air kerap melakukan pinjaman jangka pendek dari luar negeri yang tentunya menggunakan mata uang USD. (Baca: The Fed Naikkan Suku Bunga Acuan 0,25%).
"Siapa yang punya realestate, darimana uangnya itu? Yang punya tambang, yang punya hotel, yang punya pabrik. Kebanyakan pinjam dari luar negeri, dari Singapura, pakai USD, jangka pendek," imbuh dia.
Menurutnya, kenaikan Fed Rate ini juga menyebabkan pemerintah kesulitan membayar utang luar negeri (ULN) yang kebanyakan berupa SUN atau sukuk dalam bentuk USD. (Baca: Ini Tanggapan Jokowi Atas Kenaikan Fed Rate).
"Untuk bisa bayar ULN itu, harus punya surplus APBN, dan juga surplus cadangan luar negeri. Kalau enggak, rupiah hanya laku sampai Cengkareng. Siapa yang mau," bebernya.
Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini menyarankan BI tidak ikut-ikutan menaikkan suku bunga acuannya, maka perbankan di dalam negeri harus melakukan efisiensi semaksimal mungkin. Jika tidak, dunia usaha akan kolaps.
"Justru itu saya katakan, supaya jangan naikkan suku bunga terus, tingkatkan lagi efisiensi bank pemerintah. Kalau naik terus ya matilah dunia usaha," tandas Anwar.
Baca Juga:
BI: Kenaikan Fed Rate Beri Efek Mixed di Pasar
Menkeu: Market Sudah Antisipasi Kenaikan Fed Rate
Dua Bos BUMN Ragukan BI Rate Ikuti Kenaikan Fed Rate
(izz)