BI Peringatkan Korporasi yang Berutang ke Luar Negeri
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperingatkan seluruh korporasi yang memiliki Utang Luar Negeri (ULN) valuta asing (valas) agar melakukan hedging (lindung nilai). Hal tersebut karena penguatan dolar AS (USD) memiliki risiko dampak utang luar negeri menjadi lebih mahal atau mungkin terjadi pada periode super dolar.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengemukakan, pihaknya dan para pelaku usaha akan serius memperhatikan pergerakan nilai tukar dan mewaspadai adanya super dolar. (Baca: Hati-hati, Periode Super Dolar AS hingga Tahun Depan)
"Saya dan mungkin pelaku usaha betul-betul perhatikan periode super dolar tiga tahun ke depan. Periode itu kan karena Fed Rate akan naik walau secara gradual," ujar Agus di Jakarta, Jumat (29/1/2016).
Dia menuturkan, menguatnya USD terhadap semua mata uang dunia disinyalir turut menarik dana portofolio ke AS, sehingga membuat pasar saham dan keuangan dunia bergejolak.
"Kita di Indonesa dan emerging market harus waspada dengan super dolar yang ditunjukan dengan kenaikan suku bunga. Dunia perlu khawatir kalau ada risiko rebalancing portofolio. Apakah akan dikeluarkan untuk investasi di AS?," imbuhnya.
Apalagi, lanjut agus, berdasarkan data keyakinan konsumen di AS, perekonomian mereka menunjukkan adanya perbaikan. Sehingga bisa membuat dolar AS makin menguat.
Meski demikian, dia mengaku Bank Indonesia setiap bulan selalu mengkaji kepatuhan perusahaan swasta terhadap kebijakan BI mengenai kewajiban hedging. Menurutnya, data terbaru menunjukkan bahwa korporasi swasta yang memiliki utang valas jatuh tempo dalam kurun waktu 0-6 bulan telah melakukan hedging.
Di mana sekitar 83% dari sekitar 2.400 korporasi atau sebanyak 1.992 perusahaan telah memenuhi kewajiban hedging untuk utang valuta asing yang jatuh tempo maksimal 6 bulan ke depan.
"Saya lihat 0-6 bulan kewajiban perusahaan yang punya kewajiban jatuh waktu 0-6 bulan didukung hedging yang baik. Saat ini dari total 2.400 korporasi yang sudah sampaikan laporan, sekitar 83% sudah hedging seperti minimum yang disyaratkan BI," jelas Agus.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengemukakan, pihaknya dan para pelaku usaha akan serius memperhatikan pergerakan nilai tukar dan mewaspadai adanya super dolar. (Baca: Hati-hati, Periode Super Dolar AS hingga Tahun Depan)
"Saya dan mungkin pelaku usaha betul-betul perhatikan periode super dolar tiga tahun ke depan. Periode itu kan karena Fed Rate akan naik walau secara gradual," ujar Agus di Jakarta, Jumat (29/1/2016).
Dia menuturkan, menguatnya USD terhadap semua mata uang dunia disinyalir turut menarik dana portofolio ke AS, sehingga membuat pasar saham dan keuangan dunia bergejolak.
"Kita di Indonesa dan emerging market harus waspada dengan super dolar yang ditunjukan dengan kenaikan suku bunga. Dunia perlu khawatir kalau ada risiko rebalancing portofolio. Apakah akan dikeluarkan untuk investasi di AS?," imbuhnya.
Apalagi, lanjut agus, berdasarkan data keyakinan konsumen di AS, perekonomian mereka menunjukkan adanya perbaikan. Sehingga bisa membuat dolar AS makin menguat.
Meski demikian, dia mengaku Bank Indonesia setiap bulan selalu mengkaji kepatuhan perusahaan swasta terhadap kebijakan BI mengenai kewajiban hedging. Menurutnya, data terbaru menunjukkan bahwa korporasi swasta yang memiliki utang valas jatuh tempo dalam kurun waktu 0-6 bulan telah melakukan hedging.
Di mana sekitar 83% dari sekitar 2.400 korporasi atau sebanyak 1.992 perusahaan telah memenuhi kewajiban hedging untuk utang valuta asing yang jatuh tempo maksimal 6 bulan ke depan.
"Saya lihat 0-6 bulan kewajiban perusahaan yang punya kewajiban jatuh waktu 0-6 bulan didukung hedging yang baik. Saat ini dari total 2.400 korporasi yang sudah sampaikan laporan, sekitar 83% sudah hedging seperti minimum yang disyaratkan BI," jelas Agus.
(dmd)