Teknologi Belum Teruji, Blok Masela Tak Tepat Pakai Kilang Laut
A
A
A
JAKARTA - Skema kilang laut (offshore) untuk pembangunan Blok Masela dinilai tidak tepat, lantaran menurut Ekonom dari Sustainable Development Indonesia (SDI), Dradjad Wibowo teknologi Indonesia melalui lepas pantai belum teruji. Mengaca kepada Australia yang belum menguji blok gas lepas pantainya hingga 2017, dia menilai kilang darat lebih tepat untuk blok migas abadi di Maluku Selatan tersebut.
(Baca Juga: Operator Blok Masela Ditantang Tak Minta Bantuan Pemerintah)
"Australia saja baru akan menguji untuk pembangunannya di 2017. Teknologi mereka padahal lebih maju daripada kita. Kalau ini mau dibangun di area lepas pantai, nanti dulu karena teknologi kita belum teruji," jelasnya dalam diskusi bertajuk 'Blok Masela sesuai konstitusi' di Jakarta, Sabtu (5/3/2016).
Dia menambahkan jika blok tersebut dibangun di darat, maka jelas teknologinya sudah teruji dan banyak digunakan oleh beberapa negara-negara di Timur Tengah, Rusia dan Turki. Menurutnya selama ini, kilang-kilang minyak Indonesia juga dibangun di darat, tradisi inilah yang diharapkan harus dilanjutkan.
Sementara itu sebelumnya Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri lebih condong memilih lewat skema floating LNG (offshore) karena dinilai lebih menguntungkan dibandingkan memakai skema pipanisasi (onshore). Sambung mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini, jika menggunakan skema offshore maka pemerintah akan mendapat bagi hasil yang menguntungkan.
"Kalau di laut, itu split nya kira-kira 70% pemerintah dan 30% Inpex sama Shell. Kemudian ada cost recovery. Sekarang muncul offshore, tetap dia (operator) minta 12% kan. Akibatnya apa? Tadinya 70% (pemerintah) dan 30% (contractor), karena ongkosnya naik tapi untung dia ingin tetap kan (12%), maka splitnya yang berubah. Pemerintahnya cuma dapat 20% dan mereka 80%," tandasnya.
(Baca Juga: Operator Blok Masela Ditantang Tak Minta Bantuan Pemerintah)
"Australia saja baru akan menguji untuk pembangunannya di 2017. Teknologi mereka padahal lebih maju daripada kita. Kalau ini mau dibangun di area lepas pantai, nanti dulu karena teknologi kita belum teruji," jelasnya dalam diskusi bertajuk 'Blok Masela sesuai konstitusi' di Jakarta, Sabtu (5/3/2016).
Dia menambahkan jika blok tersebut dibangun di darat, maka jelas teknologinya sudah teruji dan banyak digunakan oleh beberapa negara-negara di Timur Tengah, Rusia dan Turki. Menurutnya selama ini, kilang-kilang minyak Indonesia juga dibangun di darat, tradisi inilah yang diharapkan harus dilanjutkan.
Sementara itu sebelumnya Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri lebih condong memilih lewat skema floating LNG (offshore) karena dinilai lebih menguntungkan dibandingkan memakai skema pipanisasi (onshore). Sambung mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini, jika menggunakan skema offshore maka pemerintah akan mendapat bagi hasil yang menguntungkan.
"Kalau di laut, itu split nya kira-kira 70% pemerintah dan 30% Inpex sama Shell. Kemudian ada cost recovery. Sekarang muncul offshore, tetap dia (operator) minta 12% kan. Akibatnya apa? Tadinya 70% (pemerintah) dan 30% (contractor), karena ongkosnya naik tapi untung dia ingin tetap kan (12%), maka splitnya yang berubah. Pemerintahnya cuma dapat 20% dan mereka 80%," tandasnya.
(akr)