Penguatan Rupiah Dinilai Rentan Tertekan Sentimen Eksternal
A
A
A
JAKARTA - Penguatan nikai tukar rupiah yang terjadi beberapa hari belakangan menurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef) hanya bersifat sementara, tergantung dari fenomena perkembangan perekonomian China, Amerika Serikat (AS) dan Dunia ke depannya. Ekonom Indef, Dzulfian Syahrian menerangkan fenomena ini menunjukkan bahwa rupiah sangat rentan terhadap guncangan eksternal.
"Penguatan rupiah yang sempat menyentuh angka Rp13.029/USD berdasarkan kurs BI disebabkan oleh faktor eksternal, khususnya perkembangan isu perekonomian terkini di ekonomi terbesar pertama (AS) dan terbesar kedua (China)," jelasnya di Jakarta, Kamis (10/3/2016).
(Baca Juga: Euro Jatuh, Rupiah Ditutup Hampir Tinggalkan Level Rp13.000/USD)
Dia menambahkan rencana pemerintah China yang bakal melakukan reformasi ekonomi, khususnya reformasi berbagai BUMN milik mereka dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan memberikan kabar baik. Bahkan Pemerintah Cina juga mewacanakan akan adanya kepemilikian gabungan (mixed ownership) atau privatisasi atas berbagai BUMN mereka.
"Hal ini tentu kabar sangat menggembirakan bagi para investor mengingat Cina memiliki sekitar 150.000 BUMN dengan total asset sekitar USD15 trilliun dan mempekerjakan lebih dari 30 juta pekerja," ungkap dia.
Lanjut dia pemerintah China juga memasang target pertumbuhan ekonomi pada tahun ini (2016) akan berada di kisaran 6,5-7,0% dan tidak akan pernah kurang dari 6,5% dalam lima tahun ke depan. Menurutnya angka ini cukup memberikan kepercayaan diri pasar mengingat tren pertumbuhan ekonomi China yang terus menurun, bahkan tahun lalu menyentuh titik terendah dalam 25 tahun terakhir, yaitu hanya sebesar 6,9%.
Dia mengungkapkan, kabar gembira dari China tentu diharapkan akan berdampak pada naiknya harga-harga komoditas.Jika harga komoditas kembali bangkit, ekspor Indonesia lambat laun akan pulih mengingat sebagian besar ekspor Indonesia bergantung pada komoditas dimana China adalah salah satu pasar utamanya.
"Pemulihan ekonomi yang terjadi di Amerika membuat nilai tukar mereka dolar Amerika (USD) menguat cukup signifikan terhadap hampir seluruh mata uang dunia," ujar dia.
Disisi lain, menurutnya penguatan rupiah juga disebabkan oleh data-data perekonomian Amerika, khususnya data ketenagakerjaan, menunjukkan angka yang cukup baik.
"Juma’at lalu, Pemerintah Amerika mengumumkan penambahan tenaga kerja baru sekitar 242.000 selama bulan Februari 2016 dan angka pengangguran berkisar 4,9% terendah sejak krisis finansial global 2008," papar dia.
"Penguatan rupiah yang sempat menyentuh angka Rp13.029/USD berdasarkan kurs BI disebabkan oleh faktor eksternal, khususnya perkembangan isu perekonomian terkini di ekonomi terbesar pertama (AS) dan terbesar kedua (China)," jelasnya di Jakarta, Kamis (10/3/2016).
(Baca Juga: Euro Jatuh, Rupiah Ditutup Hampir Tinggalkan Level Rp13.000/USD)
Dia menambahkan rencana pemerintah China yang bakal melakukan reformasi ekonomi, khususnya reformasi berbagai BUMN milik mereka dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan memberikan kabar baik. Bahkan Pemerintah Cina juga mewacanakan akan adanya kepemilikian gabungan (mixed ownership) atau privatisasi atas berbagai BUMN mereka.
"Hal ini tentu kabar sangat menggembirakan bagi para investor mengingat Cina memiliki sekitar 150.000 BUMN dengan total asset sekitar USD15 trilliun dan mempekerjakan lebih dari 30 juta pekerja," ungkap dia.
Lanjut dia pemerintah China juga memasang target pertumbuhan ekonomi pada tahun ini (2016) akan berada di kisaran 6,5-7,0% dan tidak akan pernah kurang dari 6,5% dalam lima tahun ke depan. Menurutnya angka ini cukup memberikan kepercayaan diri pasar mengingat tren pertumbuhan ekonomi China yang terus menurun, bahkan tahun lalu menyentuh titik terendah dalam 25 tahun terakhir, yaitu hanya sebesar 6,9%.
Dia mengungkapkan, kabar gembira dari China tentu diharapkan akan berdampak pada naiknya harga-harga komoditas.Jika harga komoditas kembali bangkit, ekspor Indonesia lambat laun akan pulih mengingat sebagian besar ekspor Indonesia bergantung pada komoditas dimana China adalah salah satu pasar utamanya.
"Pemulihan ekonomi yang terjadi di Amerika membuat nilai tukar mereka dolar Amerika (USD) menguat cukup signifikan terhadap hampir seluruh mata uang dunia," ujar dia.
Disisi lain, menurutnya penguatan rupiah juga disebabkan oleh data-data perekonomian Amerika, khususnya data ketenagakerjaan, menunjukkan angka yang cukup baik.
"Juma’at lalu, Pemerintah Amerika mengumumkan penambahan tenaga kerja baru sekitar 242.000 selama bulan Februari 2016 dan angka pengangguran berkisar 4,9% terendah sejak krisis finansial global 2008," papar dia.
(akr)