IHSG Diprediksi Akan Bergerak Tertekan
A
A
A
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini diprediksi akan akan bergerak tertekan mencoba menguji support dengan range pergerakan 4.700-4.800. Analis Reliance Securities Lanjar Nafi menerangkan dilihat dari analisa teknikal, IHSG bergerak gap down terlihat tidak mampu bertahan pada support MA25.
Sehingga menurutnya, berpeluang besar menguji support bullish trend jangka panjang yang sekaligus support MA50 pada level 4708. "Indikator stochastic bergerak negatif dengan cepat mendekati oversold dengan momentum bearish dari RSI yang terlihat cukup kuat," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/3/2016).
Dia menambahkan sentimen yang akan dipantau selanjutnya oleh investor diantaranya Indeks kepercayaan konsumen, tingkat kemampuan konsumen dan penjualan rumah baru di Amerika Serikat (AS). Sementara IHSG kemarin dibuka kembali mengalam koreksi diwarnai aksi jual investor melihat potensi penguatan USD pasca bagusnya data Gross domestic product (GDP) AS.
IHSG ditutup menurun 53,46 poin atau sebesar -1,11% dilevel 4.773,63 dengan volume yang cukup besar hingga 9.1 miliar lembar saham. Investor asing pun melakukan aksi jual sebesar Rp487,76 miliar seiring pelemahan rupiah memimpin penurunan di pasar negara berkembang. "Sektor komoditas terlihat menguat seakan menguatkan teori pelemahan mata uang terhadap pertumbuhan eksport," pungkasnya.
Tercatat pada perdagangan saham kemarin kembali didominasi aksi jual dalam volume dan nilai transaksi yang minim. IHSG untuk lima hari perdagangan beruntun. Nilai transaksi di pasar reguler menyusut hanya mencapai Rp2,94 triliun jauh di bawah rata-rata harian pekan kemarin sebesar Rp4,14 triliun.
Sementara Analis First Asia Capital, David Sutyanto menerangkan minimnya insentif positif dan mencuatnya kekhawatiran semakin dekatnya kenaikan tingkat bunga Fed Fund Rate (FFR) yang memicu penguatan dolar AS (USD) menjadi faktor penekan pasar saham.
"Kemarin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 0,73%, di posisi terendah selama empat pekan terakhir di Rp13.342/USD, dibandingkan posisi akhir pekan lalu di Rp13.245/USD. Melemahnya kembali rupiah terhadap dolar AS sepekan terakhir telah berdampak negatif terhadap pergerakan harga saham sektoral yang sensitif interest rate seperti perbankan, properti, dan konsumsi," tutup David.
Sehingga menurutnya, berpeluang besar menguji support bullish trend jangka panjang yang sekaligus support MA50 pada level 4708. "Indikator stochastic bergerak negatif dengan cepat mendekati oversold dengan momentum bearish dari RSI yang terlihat cukup kuat," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/3/2016).
Dia menambahkan sentimen yang akan dipantau selanjutnya oleh investor diantaranya Indeks kepercayaan konsumen, tingkat kemampuan konsumen dan penjualan rumah baru di Amerika Serikat (AS). Sementara IHSG kemarin dibuka kembali mengalam koreksi diwarnai aksi jual investor melihat potensi penguatan USD pasca bagusnya data Gross domestic product (GDP) AS.
IHSG ditutup menurun 53,46 poin atau sebesar -1,11% dilevel 4.773,63 dengan volume yang cukup besar hingga 9.1 miliar lembar saham. Investor asing pun melakukan aksi jual sebesar Rp487,76 miliar seiring pelemahan rupiah memimpin penurunan di pasar negara berkembang. "Sektor komoditas terlihat menguat seakan menguatkan teori pelemahan mata uang terhadap pertumbuhan eksport," pungkasnya.
Tercatat pada perdagangan saham kemarin kembali didominasi aksi jual dalam volume dan nilai transaksi yang minim. IHSG untuk lima hari perdagangan beruntun. Nilai transaksi di pasar reguler menyusut hanya mencapai Rp2,94 triliun jauh di bawah rata-rata harian pekan kemarin sebesar Rp4,14 triliun.
Sementara Analis First Asia Capital, David Sutyanto menerangkan minimnya insentif positif dan mencuatnya kekhawatiran semakin dekatnya kenaikan tingkat bunga Fed Fund Rate (FFR) yang memicu penguatan dolar AS (USD) menjadi faktor penekan pasar saham.
"Kemarin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 0,73%, di posisi terendah selama empat pekan terakhir di Rp13.342/USD, dibandingkan posisi akhir pekan lalu di Rp13.245/USD. Melemahnya kembali rupiah terhadap dolar AS sepekan terakhir telah berdampak negatif terhadap pergerakan harga saham sektoral yang sensitif interest rate seperti perbankan, properti, dan konsumsi," tutup David.
(akr)