Perizinan Berbelit Hambat Dunia Usaha, Ini Kata Mendagri
A
A
A
JAKARTA - Di tengah tudingan banyaknya perizinan berbelit dalam pemerintahan yang menghambat dunia usaha, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengaku pihaknya telah memangkas sekitar 1.300 peraturan. Ditargetkan, hingga semester I/2016 pihaknya sudah bisa memangkas 3.000 perizinan yang menghambat tersebut.
(Baca Juga: Ratusan Perda Bermasalah Hambat Iklim Investasi)
Dia menuturkan, pihaknya telah menyisir Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Daerah (Perda) yang sekiranya mempersulit kalangan dunia usaha untuk berinvestasi di Tanah Air. Hasilnya, 30% atau 1.300 perizinan telah dipangkas karena menghambat investasi.
"Sekarang sudah beranjak 1.300-an (regulasi yang dipangkas). Karena target kami Juni sudah 3.000. Kami menyisir, mana perda termasuk permendagri dan PP yang menghambat investasi, yang mempersulit perijinan daerah yang langsung kita mintakan untuk dipotong," katanya di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (5/5/2016).
Dia menjelaskan, selama ini kalangan dunia usaha kerap mengeluhkan proses perizinan di Indonesia yang masih berbelit, dan mengurangi minat mereka untuk menanamkan modal di Tanah Air. Misalnya, saat mengurus izin usaha, pengusaha juga harus mengurus izin prinsip, izin mendirikan bangunan (IMB), hingga izin gangguan (hinderordonnantie/HO).
"Misalnya sudah ada izin prinsip, tapi masih perlu izin usaha. masih perlu IMB lagi. Perlu izin HO itu ya dipangkas. Kalau izin usaha ya cukup satu aja," tandasnya.
Sebelumnya, Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) baru-baru ini melakukan kajian terhadap 5.560 peraturan daerah (perda) yang muncul sejak 2010-2015. Saat ini, setidaknya terdapat 507 perda yang telah selesai dikaji. Dari hasil kajian tersebut, 262 perda di antaranya mengandung masalah dan menghambat iklim investasi di Tanah Air.
Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng mengatakan, dari 262 perda yang tercatat bermasalah tersebut, pihaknya merekomendasikan agar 233 perda di antaranya untuk dicabut atau direvisi. Perda tersebut meliputi perda pajak, ketenagakerjaan, dan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (TJSL).
"Biasanya persentase permasalahan itu 30% dari total yang dikaji. Tapi ini hampir setengahnya. Kalau ini dianggap gambaran, berarti problem perda makin lama makin meningkat, nyata, dan serius," katanya di Menara Permata Kuningan, tengah pekan kemarin.
(Baca Juga: Ratusan Perda Bermasalah Hambat Iklim Investasi)
Dia menuturkan, pihaknya telah menyisir Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Daerah (Perda) yang sekiranya mempersulit kalangan dunia usaha untuk berinvestasi di Tanah Air. Hasilnya, 30% atau 1.300 perizinan telah dipangkas karena menghambat investasi.
"Sekarang sudah beranjak 1.300-an (regulasi yang dipangkas). Karena target kami Juni sudah 3.000. Kami menyisir, mana perda termasuk permendagri dan PP yang menghambat investasi, yang mempersulit perijinan daerah yang langsung kita mintakan untuk dipotong," katanya di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (5/5/2016).
Dia menjelaskan, selama ini kalangan dunia usaha kerap mengeluhkan proses perizinan di Indonesia yang masih berbelit, dan mengurangi minat mereka untuk menanamkan modal di Tanah Air. Misalnya, saat mengurus izin usaha, pengusaha juga harus mengurus izin prinsip, izin mendirikan bangunan (IMB), hingga izin gangguan (hinderordonnantie/HO).
"Misalnya sudah ada izin prinsip, tapi masih perlu izin usaha. masih perlu IMB lagi. Perlu izin HO itu ya dipangkas. Kalau izin usaha ya cukup satu aja," tandasnya.
Sebelumnya, Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) baru-baru ini melakukan kajian terhadap 5.560 peraturan daerah (perda) yang muncul sejak 2010-2015. Saat ini, setidaknya terdapat 507 perda yang telah selesai dikaji. Dari hasil kajian tersebut, 262 perda di antaranya mengandung masalah dan menghambat iklim investasi di Tanah Air.
Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng mengatakan, dari 262 perda yang tercatat bermasalah tersebut, pihaknya merekomendasikan agar 233 perda di antaranya untuk dicabut atau direvisi. Perda tersebut meliputi perda pajak, ketenagakerjaan, dan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (TJSL).
"Biasanya persentase permasalahan itu 30% dari total yang dikaji. Tapi ini hampir setengahnya. Kalau ini dianggap gambaran, berarti problem perda makin lama makin meningkat, nyata, dan serius," katanya di Menara Permata Kuningan, tengah pekan kemarin.
(akr)