AMTI Minta Pemerintah Konsisten Tolak Ratifikasi FCTC
A
A
A
JAKARTA - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendahulukan kepentingan nasional dalam pengaturan pengendalian tembakau dengan tidak mengikuti tren untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Pemerintah akan mencari solusi seimbang antara perlindungan kesehatan dengan kelangsungan hidup para petani tembakau dan buruh pabrik. "Untuk itu, AMTI sangat berharap agar pemerintah tetap konsisten tidak melakukan ratifikasi FCTC," kata Ketua Umum AMTI Budidoyo dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Menurutnya, pemerintah telah mengambil langkah tepat dalam mengatur industri hasil tembakau nasional sesuai permasalahan dan realita yang ada di Indonesia dengan menerapkan PP No 109 Tahun 2012.
Peraturan tersebut mempertimbangkan aspek perlindungan kesehatan masyarakat dan anak, serta tetap menjamin keberlangsungan industri tembakau nasional. Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh negara-negara lain seperti Amerika, Swiss, Kuba, Maroko, dan Argentina yang juga memiliki kepentingan untuk melindungi industri hasil tembakau-nya.
"Negara-negara tersebut juga tidak melakukan ratifikasi/aksesi FCTC, namun menerapkan peraturan nasional di negaranya masing-masing," uarnya.
Pihaknya berharap agar pemerintah dapat berkaca pada pengalaman negara-negara lain yang terlebih dahulu mengadopsi FCTC. Mereka kerap ditekan untuk menerapkan aturan-aturan ekstrem yang bersumber pada pedoman FCTC, seperti kemasan polos, pelarangan penggunaan cengkih dalam rokok, dan yang paling mengkhawatirkan konversi tanaman tembakau.
Aturan-aturan tersebut, kata dia, akan menimbulkan gejolak di masyarakat serta mematikan IHT nasional dan jutaan orang yang mendapatkan nafkah dari industri ini.
Ratifikasi FCTC dinilai sebagai perwujudan ketidakadilan terhadap kelompok petani tembakau, petani cengkeh, para pekerja, serta para pedagang produk hasil tembakau yang menggantungkan kehidupannya pada industri hasil tembakau nasional.
"Dari sisi ekonomi, tenaga kerja, pendapatan negara, maka semua aturan FCTC sama sekali tidak berpihak pada Indonesia," pungkas Budidoyo.
Pemerintah akan mencari solusi seimbang antara perlindungan kesehatan dengan kelangsungan hidup para petani tembakau dan buruh pabrik. "Untuk itu, AMTI sangat berharap agar pemerintah tetap konsisten tidak melakukan ratifikasi FCTC," kata Ketua Umum AMTI Budidoyo dalam rilisnya, Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Menurutnya, pemerintah telah mengambil langkah tepat dalam mengatur industri hasil tembakau nasional sesuai permasalahan dan realita yang ada di Indonesia dengan menerapkan PP No 109 Tahun 2012.
Peraturan tersebut mempertimbangkan aspek perlindungan kesehatan masyarakat dan anak, serta tetap menjamin keberlangsungan industri tembakau nasional. Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh negara-negara lain seperti Amerika, Swiss, Kuba, Maroko, dan Argentina yang juga memiliki kepentingan untuk melindungi industri hasil tembakau-nya.
"Negara-negara tersebut juga tidak melakukan ratifikasi/aksesi FCTC, namun menerapkan peraturan nasional di negaranya masing-masing," uarnya.
Pihaknya berharap agar pemerintah dapat berkaca pada pengalaman negara-negara lain yang terlebih dahulu mengadopsi FCTC. Mereka kerap ditekan untuk menerapkan aturan-aturan ekstrem yang bersumber pada pedoman FCTC, seperti kemasan polos, pelarangan penggunaan cengkih dalam rokok, dan yang paling mengkhawatirkan konversi tanaman tembakau.
Aturan-aturan tersebut, kata dia, akan menimbulkan gejolak di masyarakat serta mematikan IHT nasional dan jutaan orang yang mendapatkan nafkah dari industri ini.
Ratifikasi FCTC dinilai sebagai perwujudan ketidakadilan terhadap kelompok petani tembakau, petani cengkeh, para pekerja, serta para pedagang produk hasil tembakau yang menggantungkan kehidupannya pada industri hasil tembakau nasional.
"Dari sisi ekonomi, tenaga kerja, pendapatan negara, maka semua aturan FCTC sama sekali tidak berpihak pada Indonesia," pungkas Budidoyo.
(izz)