Rizal Ramli Peringatkan Reklamasi Teluk Jakarta Tak Ugal-ugalan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengutarakan bahwa kegiatan reklamasi pada dasarnya hal yang biasa terjadi di seluruh dunia. Namun, jika hal tersebut dilakukan secara sembarangan dan cenderung ugal-ugalan, maka hal tersebut hanya akan mendatangkan kerugian bagi masyarakat.
(Baca Juga: Rizal Ramli Minta Tiga Pulau Reklamasi Ini Dibongkar)
Dia mengatakan, reklamasi tidak bisa dilakukan hanya untuk mencari keuntungan. Kegiatan tersebut juga harus melihat dampak terhadap lingkungan hidup, tata ruang, hingga komunitas nelayan.
"Saya ulangi kembali reklamasi itu hal yang biasa di seluruh dunia. Tetapi, jika dilaksanakan secara ugal-ugalan. Motifnya hanya sekadar mencari keuntungan, itu bisa membawa dampak yang merugikan publik, kepentingan lingkungan hidup, tata ruang, dan komunitas nelayan," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Kamis (30/6/2016).
Menurutnya, reklamasi yang benar adalah dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan, baik kepentingan negara, lingkungan hidup, agraria, maupun kepentingan investor itu sendiri. "Jangan sampai pulau ini membahayakan dan meningkatkan risiko terhadap peningkatan banjir," imbuh dia.
(Baca Juga: Pelanggaran Berat, Rizal Ramli Batalkan Reklamasi Pulau G)
Mantan Menko bidang Perekonomian ini menentang jika reklamasi dijadikan sumber eksklusifitas dan hanya dibangun untuk kepentingan segelintir orang saja. Indonesia, sambung dia, seharusnya bisa belajar dari Singapura yang mampu melaksanakan kegiatan reklamasi namun tetap menjaga kepentingan-kepentingan tersebut.
"Kita musti belajar dari pengalaman Singapura, misalnya dalam merenovasi daerah kumuh, dibikin rumah susun yang bagus. Tapi dalam kompleks itu didorong supaya terjadi integrasi sosial. Nah sisanya itu digunakan negara untuk meningkatkan revenue," tegasnya.
Kendati demikian, sambung Rizal, reklamasi juga tetap harus memikirkan kepentingan bisnis atau investor. Asalkan, hal tersebut dilakukan dengan wajar dan dikomandoi oleh negara.
"Kalau hanya di-drive oleh kepentingan bisnis ya seenak-enaknya, merusak lingkungan dan tidak peduli, nelayan digusur, enggak diinklusif dan sebagainya. Kepentingan ini di-drive oleh negara supaya reklamasi itu punya manfaat yang positif untuk semuanya. Tentu kasus di DKI ini akan jadi benchmark untuk kasus lain reklamasi di seluruh Indonesia," pungkasnya.
(Baca Juga: Rizal Ramli Minta Tiga Pulau Reklamasi Ini Dibongkar)
Dia mengatakan, reklamasi tidak bisa dilakukan hanya untuk mencari keuntungan. Kegiatan tersebut juga harus melihat dampak terhadap lingkungan hidup, tata ruang, hingga komunitas nelayan.
"Saya ulangi kembali reklamasi itu hal yang biasa di seluruh dunia. Tetapi, jika dilaksanakan secara ugal-ugalan. Motifnya hanya sekadar mencari keuntungan, itu bisa membawa dampak yang merugikan publik, kepentingan lingkungan hidup, tata ruang, dan komunitas nelayan," katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Kamis (30/6/2016).
Menurutnya, reklamasi yang benar adalah dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan, baik kepentingan negara, lingkungan hidup, agraria, maupun kepentingan investor itu sendiri. "Jangan sampai pulau ini membahayakan dan meningkatkan risiko terhadap peningkatan banjir," imbuh dia.
(Baca Juga: Pelanggaran Berat, Rizal Ramli Batalkan Reklamasi Pulau G)
Mantan Menko bidang Perekonomian ini menentang jika reklamasi dijadikan sumber eksklusifitas dan hanya dibangun untuk kepentingan segelintir orang saja. Indonesia, sambung dia, seharusnya bisa belajar dari Singapura yang mampu melaksanakan kegiatan reklamasi namun tetap menjaga kepentingan-kepentingan tersebut.
"Kita musti belajar dari pengalaman Singapura, misalnya dalam merenovasi daerah kumuh, dibikin rumah susun yang bagus. Tapi dalam kompleks itu didorong supaya terjadi integrasi sosial. Nah sisanya itu digunakan negara untuk meningkatkan revenue," tegasnya.
Kendati demikian, sambung Rizal, reklamasi juga tetap harus memikirkan kepentingan bisnis atau investor. Asalkan, hal tersebut dilakukan dengan wajar dan dikomandoi oleh negara.
"Kalau hanya di-drive oleh kepentingan bisnis ya seenak-enaknya, merusak lingkungan dan tidak peduli, nelayan digusur, enggak diinklusif dan sebagainya. Kepentingan ini di-drive oleh negara supaya reklamasi itu punya manfaat yang positif untuk semuanya. Tentu kasus di DKI ini akan jadi benchmark untuk kasus lain reklamasi di seluruh Indonesia," pungkasnya.
(akr)