Judicial Review Tidak Kurangi Kepastian Hukum Tax Amnesty

Sabtu, 16 Juli 2016 - 05:34 WIB
Judicial Review Tidak...
Judicial Review Tidak Kurangi Kepastian Hukum Tax Amnesty
A A A
JAKARTA - Terkait masalah judicial review atau uji materi Undang-undang Pengampunan Pajak (Tax Amnsety) ke Mahkamah Konsitusi (MK), Ketua Umum HIPMI Tax Center, Ajib Hamdani mengatakan bahwa pemerintah perlu mencermati proses judicial review yang berjalan, agar psikologi warga negara yang memanfaatkan kebijakan tax amnsety tidak terganggu.

Terlebih masa kebijakan ini berlangsung singkat dan tarif akan naik per tiga bulan. (Baca: Tax Amnesty Bisa Dorong Ekonomi Indonesia di Kuartal III)

“Masalah yang perlu dicermati pemerintah sekarang adalah agar proses judicial review ini tidak meresahkan atau mengganggu psikologis warga negara yang memanfaatkan tax amnesty. Sebab, argo waktu terus berjalan dan tarif tax amnesty akan naik per tiga bulan. Maka, justru kerugian ada di pihak warga negara yang hanya wait and see menunggu proses judicial review berjalan," ujar Ajib dalam siaran pers yang diterima Sindonews, Sabtu (16/7/2016).

Untuk itu, pakar perpajakan Indonesia ini, mengimbau agar pemerintah dapat memberikan edukasi dan sosialisai kepada warga negara untuk dapat memanfaatkan kebijakan tax amnsety yang hanya berlaku sekali seumur hidup.

“Pemerintah harus menggandeng para stakeholder pengusaha dalam sosialisai, edukasi, dan meyakinkan kepada seluruh warga negara bahwa tax amnsety adalah kesempatan sekali seumur hidup yang sangat layak dimanfaatkan,” paparnya.

Kalaupun ada proses judicial review berjalan, itu tidak mengurangi aspek kepastian hukum tax amnesty yang sedang berjalan. (Baca: Alasan Jokowi Mau Blusukan Sosialisasi Tax Amnesty)

Lebih lanjut, Ajib menjelaskan, dengan adanya judicial review ini justru akan memperkuat legistimasi undang-undang tax amnesty dan bukan merupakan jalan keluar bagi koruptor.

“Yang jelas, Undang-undang Tax Amnesty ini bukanlah sebuah jalan keluar bagi koruptor supaya lolos dari jerat hukum. Seluruh warga baik dari kalangan pengusaha perorangan, atau korporasi ketika lalai dalam membayar kewajiban pajak, tetap akan dikenakan sanksi administratif, bahkan sanksi pidana bila memang terdapat unsur pidana,” paparnya.

Sebelumnya, Yayasan Satu Keadilan (YSK) dan Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) mengajukan gugatan atas Undang-undang Pengampunan Pajak lantaran kebijakan ini dinilai dapat melegalkan praktek pencucian uang, memberi diskon terhadap pengemplang pajak, melanggar prinsip keterbukaan informasi, dan hal lain yang membawa dampak negatif.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1954 seconds (0.1#10.140)