Soal RUU Pertembakauan, DPR Blusukan ke Sentra Petani Tembakau
A
A
A
JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR melakukan kunjungan kerja untuk menyerap aspirasi langsung dari petani tembakau berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan di Desa Campurejo, Tretep, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo mengatakan, blusukan Baleg ini untuk menerima masukan dari para petani serta melihat langsung realitas di kawasan penghasil tembakau. Hal ini sangat diperlukan para wakil rakyat untuk memperjuangkan aspirasi petani tembakau.
"Kedatangan kami ke sini untuk mendengarkan secara langsung dan klarifikasi atas pernyataan penggiat anti tembakau bahwa tembakau tidak memberikan asas manfaat, tingkat kesejahteraan petani paling rendah dibanding petani lain dan tembakau sebagai penyebab kematian manusia. Apakah benar seperti itu, maka kita buktikan," kata Firman dalam rilinya di Jakarta, Jumat (22/7/2016).
Menurutnya, Baleg dibagi menjadi tiga tim, yakni ke Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Usai pertemuan dengan petani tembakau, maka hasil yang didapat akan langsung dibahas pada rapat Baleg.
Pasalnya, UU harus komprehensif dan mengakomodasi semua kepentingan, seperti petani, perajin, dan industri rokok. Semua harus diuntungkan atau tidak merugikan salah satu pihak.
Firman menuturkan, RUU Pertembakauan ini akan mengatur hulu dan hilir, bagaimana petani tembakau bisa lebih sejahtera, tetapi industri rokok juga bisa hidup. Jadi saling bersinergi untuk saling mengisi dari kekosongan yang ada, sehingga tujuan bukan membuat UU diskriminatif.
"Baleg semakin yakin isi RUU sudah baik, nanti ditetapkan sebagai inisiatif dari DPR dan dibawa ke paripurna minggu depan," ujarnya.
Firman juga menegaskan bahwa DPR menghormati hak-hak pegiat kesehatan, tetapi juga menghormati hak-hak petani yang selama ini memang sudah menikmati kesejahteraannya dari tembakau. Menurutnya, ada kepentingan asing dalam pembahasan RUU Pertembakauan.
Kepentingan paling nampak nyata adalah persaingan perdagangan internasional yang berusaha menguasai pangsa pasar di Indonesia. "Kami sudah dengarkan pendapat petani, kepala desa, bahkan kami sempat berbincang dengan ibu rumah tangga, kalau tembakau dimatikan mereka mau hidup dari mana. Hal ini yang harus menjadi perhatian kita," tutur dia.
Menanggapi urgensinya RUU Pertembakauan, Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji mendesak DPR dan Pemerintah segera mensahkan RUU Pertembakauan. Pasalnya, RUU ini sebagai payung hukum bagi perlindungan petani tembakau dan ikutannya, sebab ini menyangkut hajat hidup jutaan rakyat Indonesia dari hulu hingga ke hilir.
Petani tembakau, lanjut Agus, tidak ingin impor tembakau memberangus tembakau rakyat, maka APTI berjuang agar impor maksimal 20%. Sebab, jika lebih dari itu jelas akan merugikan kaum tani.
"Di wilayah lereng Gunung Sumbing-Sindoro-Prau sebenarnya dulu ada tumpang musim di lahan tembakau, yakni bawang putih dan merah. Namun, kini bawang telah diberangus dengan adanya impor bawang dari luar negeri.
"Kami tidak ingin nasib serupa menimpa tembakau. Maka, APTI berharap DPR membuat perundangan yang pro perlindungan petani tembakau," tukasnya.
Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo mengatakan, blusukan Baleg ini untuk menerima masukan dari para petani serta melihat langsung realitas di kawasan penghasil tembakau. Hal ini sangat diperlukan para wakil rakyat untuk memperjuangkan aspirasi petani tembakau.
"Kedatangan kami ke sini untuk mendengarkan secara langsung dan klarifikasi atas pernyataan penggiat anti tembakau bahwa tembakau tidak memberikan asas manfaat, tingkat kesejahteraan petani paling rendah dibanding petani lain dan tembakau sebagai penyebab kematian manusia. Apakah benar seperti itu, maka kita buktikan," kata Firman dalam rilinya di Jakarta, Jumat (22/7/2016).
Menurutnya, Baleg dibagi menjadi tiga tim, yakni ke Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Usai pertemuan dengan petani tembakau, maka hasil yang didapat akan langsung dibahas pada rapat Baleg.
Pasalnya, UU harus komprehensif dan mengakomodasi semua kepentingan, seperti petani, perajin, dan industri rokok. Semua harus diuntungkan atau tidak merugikan salah satu pihak.
Firman menuturkan, RUU Pertembakauan ini akan mengatur hulu dan hilir, bagaimana petani tembakau bisa lebih sejahtera, tetapi industri rokok juga bisa hidup. Jadi saling bersinergi untuk saling mengisi dari kekosongan yang ada, sehingga tujuan bukan membuat UU diskriminatif.
"Baleg semakin yakin isi RUU sudah baik, nanti ditetapkan sebagai inisiatif dari DPR dan dibawa ke paripurna minggu depan," ujarnya.
Firman juga menegaskan bahwa DPR menghormati hak-hak pegiat kesehatan, tetapi juga menghormati hak-hak petani yang selama ini memang sudah menikmati kesejahteraannya dari tembakau. Menurutnya, ada kepentingan asing dalam pembahasan RUU Pertembakauan.
Kepentingan paling nampak nyata adalah persaingan perdagangan internasional yang berusaha menguasai pangsa pasar di Indonesia. "Kami sudah dengarkan pendapat petani, kepala desa, bahkan kami sempat berbincang dengan ibu rumah tangga, kalau tembakau dimatikan mereka mau hidup dari mana. Hal ini yang harus menjadi perhatian kita," tutur dia.
Menanggapi urgensinya RUU Pertembakauan, Ketua DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji mendesak DPR dan Pemerintah segera mensahkan RUU Pertembakauan. Pasalnya, RUU ini sebagai payung hukum bagi perlindungan petani tembakau dan ikutannya, sebab ini menyangkut hajat hidup jutaan rakyat Indonesia dari hulu hingga ke hilir.
Petani tembakau, lanjut Agus, tidak ingin impor tembakau memberangus tembakau rakyat, maka APTI berjuang agar impor maksimal 20%. Sebab, jika lebih dari itu jelas akan merugikan kaum tani.
"Di wilayah lereng Gunung Sumbing-Sindoro-Prau sebenarnya dulu ada tumpang musim di lahan tembakau, yakni bawang putih dan merah. Namun, kini bawang telah diberangus dengan adanya impor bawang dari luar negeri.
"Kami tidak ingin nasib serupa menimpa tembakau. Maka, APTI berharap DPR membuat perundangan yang pro perlindungan petani tembakau," tukasnya.
(izz)