Wajib Pajak Masih Wait and See Bikin Tax Amnesty Minim Peminat
A
A
A
JAKARTA - Para Wajib Pajak (WP) menurut pengamat perpajakan Darussalam saat ini masih bersikap menunggu atau wait and see terhadap program pengampunan pajak (tax amnesty) yang dikeluarkan pemerintah. Sebagai akibatnya dana repatriasi yang masuk ke Tanah Air masih minim.
Dia mengungkapkan, para wajib pajak masih ragu mengenai keamanan data mereka jika mengikuti program tersebut. Oleh sebab itu, mereka pun menunggu testimoni dari peserta tax amnesty yang telah lebih dahulu mendaftar.
"Wajib pajak masih wait and see, karakteristik wajib pajak di Indonesia bertanya dulu (ke orang lain), sudah ikut belum? Ini seperti sunset policy," katanya di Jakarta, Kamis (11/8/2016).
(Baca Juga: Sri Mulyani Kampanyekan Amnesti Pajak di Singapura)
Padahal menurutnya, pemerintah telah menjamin bahwa data para peserta tax amnesty tidak bisa dijadikan data permulaan proses penyidikan tindak pidana. Seharusnya, para wajib pajak sudah bisa melihat komitmen pemerintah yang tercantum dalam UU Tax Amnesty tersebut.
"Kan UU sudah menjamin itu. Pasal 20 sudah jelas menjamin data dan informasi yang terkumpul melalui Kementerian Keuangan dan pihak lainnya tidak bisa diberikan kepada pihak lain, tidak bisa dijadikan dasar penyidikan, penyelidikan, penuntutan di bidang perpajakan dan pidana lainnya. Itu kan sudah jelas UU nya," imbuh dia.
(Baca Juga: Terungkap, RI Pernah Dua Kali Gagal Terapkan Tax Amnesty)
Menurutnya, aliran dana repatriasi akan mulai deras di penghujung periode pertama tax amnesty. Dia meyakini, para wajib pajak akan mulai berdatangan untuk mendaftar pada periode pertama karena tarif tebusan paling murah.
"Mereka akan berbondong-bondong di akhir periode, saya yakin mulai ramai pada September 2016. Dari sanalah kita bisa meramal dan prediksi seberapa besar penerimaan sampai akhir tahun," imbuh dia.
Dikutip dari laman pajak.go.id, jumlah harta yang dilaporkan baru mencapai Rp16,1 triliun dengan tarif tebusan sebesar Rp331,40 miliar. Adapun komposisinya adalah repatriasi sebesar Rp759 miliar, deklarasi luar negeri Rp1,87 triliun dan deklarasi dalam negeri Rp13,4 triliun.
Dia mengungkapkan, para wajib pajak masih ragu mengenai keamanan data mereka jika mengikuti program tersebut. Oleh sebab itu, mereka pun menunggu testimoni dari peserta tax amnesty yang telah lebih dahulu mendaftar.
"Wajib pajak masih wait and see, karakteristik wajib pajak di Indonesia bertanya dulu (ke orang lain), sudah ikut belum? Ini seperti sunset policy," katanya di Jakarta, Kamis (11/8/2016).
(Baca Juga: Sri Mulyani Kampanyekan Amnesti Pajak di Singapura)
Padahal menurutnya, pemerintah telah menjamin bahwa data para peserta tax amnesty tidak bisa dijadikan data permulaan proses penyidikan tindak pidana. Seharusnya, para wajib pajak sudah bisa melihat komitmen pemerintah yang tercantum dalam UU Tax Amnesty tersebut.
"Kan UU sudah menjamin itu. Pasal 20 sudah jelas menjamin data dan informasi yang terkumpul melalui Kementerian Keuangan dan pihak lainnya tidak bisa diberikan kepada pihak lain, tidak bisa dijadikan dasar penyidikan, penyelidikan, penuntutan di bidang perpajakan dan pidana lainnya. Itu kan sudah jelas UU nya," imbuh dia.
(Baca Juga: Terungkap, RI Pernah Dua Kali Gagal Terapkan Tax Amnesty)
Menurutnya, aliran dana repatriasi akan mulai deras di penghujung periode pertama tax amnesty. Dia meyakini, para wajib pajak akan mulai berdatangan untuk mendaftar pada periode pertama karena tarif tebusan paling murah.
"Mereka akan berbondong-bondong di akhir periode, saya yakin mulai ramai pada September 2016. Dari sanalah kita bisa meramal dan prediksi seberapa besar penerimaan sampai akhir tahun," imbuh dia.
Dikutip dari laman pajak.go.id, jumlah harta yang dilaporkan baru mencapai Rp16,1 triliun dengan tarif tebusan sebesar Rp331,40 miliar. Adapun komposisinya adalah repatriasi sebesar Rp759 miliar, deklarasi luar negeri Rp1,87 triliun dan deklarasi dalam negeri Rp13,4 triliun.
(akr)