Produksi Sawit Anjlok 50% di Sumsel
A
A
A
PALEMBANG - Produksi kelapa sawit Sumatera Selatan (Sumsel) tercatat mengalami penurunan mencapai 50% terimbas musim kering yang panjang tahun lalu. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumsel Sumarjono menerangkan, kondisi tersebut berimbas kepada seluruh sektor kebun sawit.
Dia menambahkan yang terkena dampaknya tidak hanya perusahaan, namun perkebunan milik perseorangan (swadaya) dan plasme juga mengalami penurunan produksi. “Imbas ini sudah diprediksikan sebelumnya. Kekeringan di Sumsel membuat produksi sawit tidak akan optimal, seperti halnya tidak mengalami kekeringan,” ujarnya.
Lanjut dia penurunan produksi sawit juga berimbas pada produksi CPU di Sumsel. Jika produksi sawit pada kondisi normal mencapai 2 ton/hektar, namun sebagian besar rata-rata produksi awal tahun lalu menjadi 1 ton/hektar. “Penurunan produksi sawit membuat produksi CPU juga turun, termasuk hasil olahan sawit lainnya,”sambung dia
Penurunan produksi sawit, menurutnya lebih berpengaruh pada petani (swadaya). Karena kata dia, biaya produksi yang dikeluarkan petani memang cendrung tergantung dari hasil produksi kebun. Sementara bagi perusahaan, penurunan produksi disiasati dengan upaya manajemen perusahaan.
”Jelas, petani lebih rugi. Perusahaan nampaknya, juga tidak bisa berbuat banyak. Ini faktor alam,” jelasnya
Kekeringan tahun lalu, diterangkan membuat tandan buah sawit menjadi tidak berkembang. Bunga-bungan buah sawit menjadi tidak tumbuh menjadi tandan buah segar (TBS). Selain itu, kekeringan juga membuat tanaman menjadi kering dan akhirnya tidak menghasilkan bunga yang bermetamorfosis menjadi tandan sawit.
“Kekeringan membuat sawit tidak berkembang dan tidak berbuah,” sambung Sumarjono.
Di sisi lain, dia mengatakan penurunan produksi sawit di awal tahun ini juga berimbas pada target produksi. Sebelumnya, Gapki mengharapkan terjadinya peningkatan produksi mencapai 2,6 ton/hektar namun karena kekeringan mengalami penurunan target hingga 2,4 ton/hektar.
Hal yang sama diungkapkan Kadis Perkebunan Sumsel, Fachurorozi. Ia mengatakan produksi sawit di Sumsel memang terpengaruh dari iklim kering tahun lalu. Akibatnya, juga berimbas pada pendapatan. “Baik plasma, dan perusahaan juga mengalami penurunan produksi. Sawit menjadi tidak berbuah, dan akhirnya pendapatan menurun,” ungkapnya.
Namun tahun ini, Pemprov lebih optimis penurunan produksi lebih bisa diatasi oleh petani dan perusahaan. Pemerintah juga menyediakan solusi reflenting pada kebun-kebun yang rusak akibat kekeringan. “Jelas berpengaruh pada CPU, tapi kan sudah ada program kementrian untuk kebun sawit,” papar dia.
Dia menambahkan yang terkena dampaknya tidak hanya perusahaan, namun perkebunan milik perseorangan (swadaya) dan plasme juga mengalami penurunan produksi. “Imbas ini sudah diprediksikan sebelumnya. Kekeringan di Sumsel membuat produksi sawit tidak akan optimal, seperti halnya tidak mengalami kekeringan,” ujarnya.
Lanjut dia penurunan produksi sawit juga berimbas pada produksi CPU di Sumsel. Jika produksi sawit pada kondisi normal mencapai 2 ton/hektar, namun sebagian besar rata-rata produksi awal tahun lalu menjadi 1 ton/hektar. “Penurunan produksi sawit membuat produksi CPU juga turun, termasuk hasil olahan sawit lainnya,”sambung dia
Penurunan produksi sawit, menurutnya lebih berpengaruh pada petani (swadaya). Karena kata dia, biaya produksi yang dikeluarkan petani memang cendrung tergantung dari hasil produksi kebun. Sementara bagi perusahaan, penurunan produksi disiasati dengan upaya manajemen perusahaan.
”Jelas, petani lebih rugi. Perusahaan nampaknya, juga tidak bisa berbuat banyak. Ini faktor alam,” jelasnya
Kekeringan tahun lalu, diterangkan membuat tandan buah sawit menjadi tidak berkembang. Bunga-bungan buah sawit menjadi tidak tumbuh menjadi tandan buah segar (TBS). Selain itu, kekeringan juga membuat tanaman menjadi kering dan akhirnya tidak menghasilkan bunga yang bermetamorfosis menjadi tandan sawit.
“Kekeringan membuat sawit tidak berkembang dan tidak berbuah,” sambung Sumarjono.
Di sisi lain, dia mengatakan penurunan produksi sawit di awal tahun ini juga berimbas pada target produksi. Sebelumnya, Gapki mengharapkan terjadinya peningkatan produksi mencapai 2,6 ton/hektar namun karena kekeringan mengalami penurunan target hingga 2,4 ton/hektar.
Hal yang sama diungkapkan Kadis Perkebunan Sumsel, Fachurorozi. Ia mengatakan produksi sawit di Sumsel memang terpengaruh dari iklim kering tahun lalu. Akibatnya, juga berimbas pada pendapatan. “Baik plasma, dan perusahaan juga mengalami penurunan produksi. Sawit menjadi tidak berbuah, dan akhirnya pendapatan menurun,” ungkapnya.
Namun tahun ini, Pemprov lebih optimis penurunan produksi lebih bisa diatasi oleh petani dan perusahaan. Pemerintah juga menyediakan solusi reflenting pada kebun-kebun yang rusak akibat kekeringan. “Jelas berpengaruh pada CPU, tapi kan sudah ada program kementrian untuk kebun sawit,” papar dia.
(akr)