Cegah Monopoli, Swasta Perlu Dilibatkan dalam Pengelolaan Pelabuhan
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) menyambut baik niat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk fokus menjadi regulator dengan melepaskan peran sebagai operator di pelabuhan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenhub. Namun, asosiasi menyayangkan kesempatan tersebut hanya ditawarkan kepada BUMN yakni PT Pelindo dan tidak kepada swasta.
"Kami mendukung hal itu tapi perlu diingat bahwa sangat penting membuka kesempatan yang sama bagi BUMN dan swasta agar menghindari monopoli di bidang pengelolaan pelabuhan yang ujungnya berdampak pada kualitas layanan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia," ujar Aulia Febrial Fatwa, Ketua ABUPI dalam rilis yang diterima Sindonews, Jakarta, Jumat (12/8/2016).
Menurut dia, badan usaha pelabuhan bukan hanya BUMN, namun juga terbuka untuk swasta, seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 95 junto PP Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Pasal 71.
"Jika diserahkan hanya kepada BUMN, dikhawatirkan terjadi monopoli yang dilarang oleh Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," tambahnya.
Aulia menilai jika terjadi monopoli pelayanan di pelabuhan, kondisi itu justru akan kontraproduktif terhadap pertumbuhan konektivitas serta perdagangan nasional. Hal ini harus dicegah agar layanan pelabuhan menjadi efisien dan berkualitas. Patut disadari, pelabuhan menjadi pondasi utama sistem logistik nasional sehingga keberadaannya perlu mendapat perhatian khusus.
Karena itu, dia menambahkan, menghadapi persaingan global yang ujungnya terfokus pada daya saing nasional, sudah selayaknya terjadi sinergi yang erat antara BUMN dan swasta nasional. Peran swasta nasional sangat penting dalam upaya mempercepat pertumbuhan konektivitas yang efisien, yang selama ini digalakkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Menhub Budi Karya Sumadi, sebelumnya menyatakan akan menyerahkan pengelolaan pelabuhan-pelabuhan UPT yang selama ini berada di bawah pengelolaan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub kepada BUMN Pelabuhan yakni PT Pelindo I sampai PT Pelindo IV.
Selama ini, lanjut Menhub, pengelolaan pelabuhan seperti peti kemas dikelola oleh dua institusi yakni Pelindo dan Kemenhub. Ke depan, Kemenhub akan fokus sebagai regulator, bukan operator.
Menurut Budi Karya, peningkatan peran BUMN pelabuhan khususnya Pelindo, harus segera diupayakan untuk mempercepat target yang ditentukan oleh pemerintah guna meningkatkan konektivitas barang dan orang.
"Saya pikir prinsipnya konektivitas. Tapi memang penting harus menjadi perhatian, karena apa yang kita bangun itu harus diikuti daerah. Apakah Pelindo kita dorong atau Pelni atau swasta yang lain," katanya.
Dihubungi terpisah, Rico Rustombi, Wakil Ketua umum KADIN Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasokan, mengatakan bahwa jika semua pengelolaan pelabuhan diserahkan kepada BUMN akan mejadikan usaha tidak sehat karena bertentangan dengan UU Pelayaran No.17/ 2008 dan UU No. 5/ 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kedua, UU tersebut harusnya di tempatkan sesuai porsi dengan memberikan porsi lebih besar kepada swasta instead of pemerintah atau BUMN. BUMN atau pemerintah sejati sebagai pelayan publik jangan ambil peran besar dalam pengelolaan karena justru akan menimbulkan conflict of interest dan biaya logistik akan terus membengkak karena di wajibkan untuk untung oleh BUMN.
“Pelabuhan yang efisien dan dapat memperlancar arus barang dari satu tempat ke tempat lainnya merupakan salah satu faktor yang penting bagi dunia usaha. Untuk memastikan adanya perbaikan dan efisiensi serta kompetisi yang fair, swasta harus dilibatkan," katanya.
Sehingga regulator akan dapat melihat performa dan membandingkan antara BUMN dan swasta, mana yang paling efisien dan efektif. Ini juga merupakan upaya membangun iklim persaingan yang sehat.
“Perbaikan di bidang logistik perlu segera dilakukan. Bila arus barang lancar, dunia usaha berkembang, perekonomian pun akan maju. Sebagai negara maritim, pembenahan pengelolaan pelabuhan perlu menjadi salah satu prioritas kita sebagai bangsa," tutup Rico.
"Kami mendukung hal itu tapi perlu diingat bahwa sangat penting membuka kesempatan yang sama bagi BUMN dan swasta agar menghindari monopoli di bidang pengelolaan pelabuhan yang ujungnya berdampak pada kualitas layanan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia," ujar Aulia Febrial Fatwa, Ketua ABUPI dalam rilis yang diterima Sindonews, Jakarta, Jumat (12/8/2016).
Menurut dia, badan usaha pelabuhan bukan hanya BUMN, namun juga terbuka untuk swasta, seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 95 junto PP Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Pasal 71.
"Jika diserahkan hanya kepada BUMN, dikhawatirkan terjadi monopoli yang dilarang oleh Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," tambahnya.
Aulia menilai jika terjadi monopoli pelayanan di pelabuhan, kondisi itu justru akan kontraproduktif terhadap pertumbuhan konektivitas serta perdagangan nasional. Hal ini harus dicegah agar layanan pelabuhan menjadi efisien dan berkualitas. Patut disadari, pelabuhan menjadi pondasi utama sistem logistik nasional sehingga keberadaannya perlu mendapat perhatian khusus.
Karena itu, dia menambahkan, menghadapi persaingan global yang ujungnya terfokus pada daya saing nasional, sudah selayaknya terjadi sinergi yang erat antara BUMN dan swasta nasional. Peran swasta nasional sangat penting dalam upaya mempercepat pertumbuhan konektivitas yang efisien, yang selama ini digalakkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Menhub Budi Karya Sumadi, sebelumnya menyatakan akan menyerahkan pengelolaan pelabuhan-pelabuhan UPT yang selama ini berada di bawah pengelolaan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub kepada BUMN Pelabuhan yakni PT Pelindo I sampai PT Pelindo IV.
Selama ini, lanjut Menhub, pengelolaan pelabuhan seperti peti kemas dikelola oleh dua institusi yakni Pelindo dan Kemenhub. Ke depan, Kemenhub akan fokus sebagai regulator, bukan operator.
Menurut Budi Karya, peningkatan peran BUMN pelabuhan khususnya Pelindo, harus segera diupayakan untuk mempercepat target yang ditentukan oleh pemerintah guna meningkatkan konektivitas barang dan orang.
"Saya pikir prinsipnya konektivitas. Tapi memang penting harus menjadi perhatian, karena apa yang kita bangun itu harus diikuti daerah. Apakah Pelindo kita dorong atau Pelni atau swasta yang lain," katanya.
Dihubungi terpisah, Rico Rustombi, Wakil Ketua umum KADIN Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasokan, mengatakan bahwa jika semua pengelolaan pelabuhan diserahkan kepada BUMN akan mejadikan usaha tidak sehat karena bertentangan dengan UU Pelayaran No.17/ 2008 dan UU No. 5/ 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kedua, UU tersebut harusnya di tempatkan sesuai porsi dengan memberikan porsi lebih besar kepada swasta instead of pemerintah atau BUMN. BUMN atau pemerintah sejati sebagai pelayan publik jangan ambil peran besar dalam pengelolaan karena justru akan menimbulkan conflict of interest dan biaya logistik akan terus membengkak karena di wajibkan untuk untung oleh BUMN.
“Pelabuhan yang efisien dan dapat memperlancar arus barang dari satu tempat ke tempat lainnya merupakan salah satu faktor yang penting bagi dunia usaha. Untuk memastikan adanya perbaikan dan efisiensi serta kompetisi yang fair, swasta harus dilibatkan," katanya.
Sehingga regulator akan dapat melihat performa dan membandingkan antara BUMN dan swasta, mana yang paling efisien dan efektif. Ini juga merupakan upaya membangun iklim persaingan yang sehat.
“Perbaikan di bidang logistik perlu segera dilakukan. Bila arus barang lancar, dunia usaha berkembang, perekonomian pun akan maju. Sebagai negara maritim, pembenahan pengelolaan pelabuhan perlu menjadi salah satu prioritas kita sebagai bangsa," tutup Rico.
(ven)