Pengusaha Perikanan Keluhkan Kebijakan KKP
A
A
A
JAKARTA - Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk turun tangan mengatasi persoalan yang telah merugikan industri kelautan dan perikanan nasional. Implementasi penerapan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional, dinilai lambat dan telah menciptakan kerugian material dan ketidakpastian berusaha di Indonesia.
“Kami meminta dengan sangat agar Presiden Jokowi turun tangan mengatasi masalah yang telah merugikan dunia usaha sektor kelautan dan perikanan, selama hampir 2 tahun terakhir,” ujar Ketua Umum Gappindo Herwindo dalam keterangan tertulis di Jakarta.
Dia menambahkan, berdasarkan hasil analisa dan evaluate (Anev) yang diterbitkan oleh Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115), terdapat banyak kesalahan yang dilakukan oleh 3 perusahaan perikanan nasional. Namun, katanya, hasil tersebut sama sekali tidak ditindaklanjuti secara hukum selama hampir 2 tahun. Akibatnya, kata dia, ketiga perusahaan tersebut mengalami kerugian sangat besar mencapai ratusan miliar rupiah.
“Kerugiannya tidak main-main, mencapai ratusan miliar rupiah selama hampir 2 tahun. Kementerian Kelautan dan Perikanan sama sekali tidak peduli dengan kebijakan mereka yang jelas-jelas telah merugikan sektor kelautan dan perikanan nasional,” keluh dia.
Menurut Herwindo, jika ketiga perusahaan tersebut benar melakukan kesalahan fatal, maka seharusnya tindakan hukum harus dilakukan. Sehingga jelas bagi perusahaan tersebut untuk melakukan tindakan antisipasi mengurangi dampak kerugian.
“Jadi terlihat sekali bahwa kesalahan yang diangkat oleh Satgas 115 melalui anev-nya adalah kesalahan yang dicari-cari. Tindakan pembiaran seperti ini tidak dibenarkan di negara manapun. Perusahaan jadi mengalami kerugian yang tidak seharusnya,” papar dia.
Selain kerugian materi, jelas dia, tindakan pembiaran itu juga akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sebanyak 5.000 karyawan dari ketiga perusahaan tersebut. Intinya, kata dia, ketidakhadiran pemerintah dalam masalah ini telah berakibat kerugian besar dan ketidakpastian iklim usaha di sektor kelautan dan perikanan nasional. Salah satunya adalah dengan stok ikan sebanyak 5.000 ton yang sudah tertahan selama 2 tahun terakhir.
“Kami meminta dengan hormat agar Presiden Jokowi turun tangan membantu mengatasi masalah ini. Karena pembantunya presiden justru yang memperkeruh permasalahan seperti ini. Jika memang perusahaan-perusahaan itu benar-benar melakukan pelanggaran dan kesalahan fatal, segera berikan sanksi hukum. Jangan malah dikatung-katung seperti ini. Dampaknya akan sangat merugikan Indonesia nantinya di mata dunia internasional,” terang Herwindo.
Bahkan seharusnya, kata dia, pemerintah harus memainkan peran pembinaan kepada perusahaan yang melakukan seperti ini. Sehingga perusahaan tersebut bisa memperbaiki kesalahannya. Selain itu, lanjut dia, saat ini masih ada stok hasil laut yang berada di dalam pendingin dan kini telah berusia 22 bulan.
“Kalau stok hasil laut yang sudah berusia 22 bulan itu tidak segera dimanfaatkan, maka kerugian akan semakin besar,” papar dia.
Lanjut dia ketiga perusahaan yang dianggap bermasalah itu merupakan perusahaan papan atas yang tidak mungkin mempertaruhkan reputasi untuk kesalahan seperti yang disampaikan Satgas 115.
“Selama 2 tahun ini telah terjadi pembiaran oleh pemerintah terhadap perusahaan yang bergerak di sektor Kelautan dan Perikanan nasional. Karena negara tidak hadir disitu, maka kami meminta presiden turun tangan mewujudkan janjinya dalam Nawacita, untuk menghadirkan negara dalam permasalahan ini,” tutup dia.
“Kami meminta dengan sangat agar Presiden Jokowi turun tangan mengatasi masalah yang telah merugikan dunia usaha sektor kelautan dan perikanan, selama hampir 2 tahun terakhir,” ujar Ketua Umum Gappindo Herwindo dalam keterangan tertulis di Jakarta.
Dia menambahkan, berdasarkan hasil analisa dan evaluate (Anev) yang diterbitkan oleh Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115), terdapat banyak kesalahan yang dilakukan oleh 3 perusahaan perikanan nasional. Namun, katanya, hasil tersebut sama sekali tidak ditindaklanjuti secara hukum selama hampir 2 tahun. Akibatnya, kata dia, ketiga perusahaan tersebut mengalami kerugian sangat besar mencapai ratusan miliar rupiah.
“Kerugiannya tidak main-main, mencapai ratusan miliar rupiah selama hampir 2 tahun. Kementerian Kelautan dan Perikanan sama sekali tidak peduli dengan kebijakan mereka yang jelas-jelas telah merugikan sektor kelautan dan perikanan nasional,” keluh dia.
Menurut Herwindo, jika ketiga perusahaan tersebut benar melakukan kesalahan fatal, maka seharusnya tindakan hukum harus dilakukan. Sehingga jelas bagi perusahaan tersebut untuk melakukan tindakan antisipasi mengurangi dampak kerugian.
“Jadi terlihat sekali bahwa kesalahan yang diangkat oleh Satgas 115 melalui anev-nya adalah kesalahan yang dicari-cari. Tindakan pembiaran seperti ini tidak dibenarkan di negara manapun. Perusahaan jadi mengalami kerugian yang tidak seharusnya,” papar dia.
Selain kerugian materi, jelas dia, tindakan pembiaran itu juga akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sebanyak 5.000 karyawan dari ketiga perusahaan tersebut. Intinya, kata dia, ketidakhadiran pemerintah dalam masalah ini telah berakibat kerugian besar dan ketidakpastian iklim usaha di sektor kelautan dan perikanan nasional. Salah satunya adalah dengan stok ikan sebanyak 5.000 ton yang sudah tertahan selama 2 tahun terakhir.
“Kami meminta dengan hormat agar Presiden Jokowi turun tangan membantu mengatasi masalah ini. Karena pembantunya presiden justru yang memperkeruh permasalahan seperti ini. Jika memang perusahaan-perusahaan itu benar-benar melakukan pelanggaran dan kesalahan fatal, segera berikan sanksi hukum. Jangan malah dikatung-katung seperti ini. Dampaknya akan sangat merugikan Indonesia nantinya di mata dunia internasional,” terang Herwindo.
Bahkan seharusnya, kata dia, pemerintah harus memainkan peran pembinaan kepada perusahaan yang melakukan seperti ini. Sehingga perusahaan tersebut bisa memperbaiki kesalahannya. Selain itu, lanjut dia, saat ini masih ada stok hasil laut yang berada di dalam pendingin dan kini telah berusia 22 bulan.
“Kalau stok hasil laut yang sudah berusia 22 bulan itu tidak segera dimanfaatkan, maka kerugian akan semakin besar,” papar dia.
Lanjut dia ketiga perusahaan yang dianggap bermasalah itu merupakan perusahaan papan atas yang tidak mungkin mempertaruhkan reputasi untuk kesalahan seperti yang disampaikan Satgas 115.
“Selama 2 tahun ini telah terjadi pembiaran oleh pemerintah terhadap perusahaan yang bergerak di sektor Kelautan dan Perikanan nasional. Karena negara tidak hadir disitu, maka kami meminta presiden turun tangan mewujudkan janjinya dalam Nawacita, untuk menghadirkan negara dalam permasalahan ini,” tutup dia.
(akr)