Hilirisasi Tambang Masih Mengambang
A
A
A
JAKARTA - Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menyatakan, program hilirisasi bahan mineral tambang hingga saat ini masih mengambang. Belum ada kepastian sejak adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) karena pemerintah masih memberi relaksasi ekspor kepada pengusaha.
Koordinator Nasional PWYP lndonesia Maryati Abdullah menyatakan, sudah 8 tahun waktu yang diberikan oleh pemerintah untuk hilirisasi. Terbagi dari 5 tahun setelah UU Minerba 2009 dan 3 tahun setelah Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
"Seharusnya sudah lebih dari cukup untuk menjalankan kewajiban hilirisasi. Apabila pemerintah memberikan relaksasi ekspor konsentrat selama 5 tahun kembali maka total 13 tahun waktu yang diberikan untuk menjalankan hilirisasi," ujarnya di Jakarta, Minggu (25/9/2016).
Menurut Maryati, hal tersebut akan menjadi preseden yang buruk. Di mana lagi-lagi pemerintah justru yang tidak patuh dan tidak konsisten menjalankan perintah Undang-Undang dan kebijakan lainnya.
PWYP, kata dia, mendesak pemerintah untuk tidak kembali melakukan kebijakan relaksasi pertambangan mineral khususnya untuk ekspor konsentrat. Pemerintah harus patuh dan konsisten untuk menjalankan amanat pasal 102 dan 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Mimerba) yang mewajibkan perusahaan minerba untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
Relaksasi kebijakan hilirisasi oleh pemerintah, lanjut Maryati, dimulai ketika pemerintah menerbitkan Permen ESDM No 20 tahun 2013 yang memberikan waktu bagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk melakukan ekspor mineral mentah secara bersyarat hingga 12 Januari 2014.
Selanjutnya, pemerintah juga menerbitkan Permen ESDM No 1 Tahun 2014 yang memberikan ruang bagi perusahaan, khususnya pemegang Kontrak Karya untuk melakukan ekspor konsentrat mineral secara bersyarat hingga Januari 2017.
”Terakhir, pemerintah menerbitkan Permen ESDM No 5 tahun 2016 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral Ke Luar Negeri Hasil Pengolahan Dan Pemurnian. Ini yang kami duga memberikan kemudahan bagi pemegang kontrak karya untuk ekspor konsentrat meskipun syarat dalam aturan sebelumnya, yaitu Permen ESDM 11/2014, tidak terpenuhi,” pungkasnya.
Koordinator Nasional PWYP lndonesia Maryati Abdullah menyatakan, sudah 8 tahun waktu yang diberikan oleh pemerintah untuk hilirisasi. Terbagi dari 5 tahun setelah UU Minerba 2009 dan 3 tahun setelah Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
"Seharusnya sudah lebih dari cukup untuk menjalankan kewajiban hilirisasi. Apabila pemerintah memberikan relaksasi ekspor konsentrat selama 5 tahun kembali maka total 13 tahun waktu yang diberikan untuk menjalankan hilirisasi," ujarnya di Jakarta, Minggu (25/9/2016).
Menurut Maryati, hal tersebut akan menjadi preseden yang buruk. Di mana lagi-lagi pemerintah justru yang tidak patuh dan tidak konsisten menjalankan perintah Undang-Undang dan kebijakan lainnya.
PWYP, kata dia, mendesak pemerintah untuk tidak kembali melakukan kebijakan relaksasi pertambangan mineral khususnya untuk ekspor konsentrat. Pemerintah harus patuh dan konsisten untuk menjalankan amanat pasal 102 dan 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Mimerba) yang mewajibkan perusahaan minerba untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
Relaksasi kebijakan hilirisasi oleh pemerintah, lanjut Maryati, dimulai ketika pemerintah menerbitkan Permen ESDM No 20 tahun 2013 yang memberikan waktu bagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk melakukan ekspor mineral mentah secara bersyarat hingga 12 Januari 2014.
Selanjutnya, pemerintah juga menerbitkan Permen ESDM No 1 Tahun 2014 yang memberikan ruang bagi perusahaan, khususnya pemegang Kontrak Karya untuk melakukan ekspor konsentrat mineral secara bersyarat hingga Januari 2017.
”Terakhir, pemerintah menerbitkan Permen ESDM No 5 tahun 2016 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral Ke Luar Negeri Hasil Pengolahan Dan Pemurnian. Ini yang kami duga memberikan kemudahan bagi pemegang kontrak karya untuk ekspor konsentrat meskipun syarat dalam aturan sebelumnya, yaitu Permen ESDM 11/2014, tidak terpenuhi,” pungkasnya.
(dol)