BI 7-day Repo Rate Turun, Ekonom Harap Dapat Picu Pertumbuhan Kredit
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia memutuskan memotong suku bunga kebijakan (7-day Reverse Repo Rate) sebesar 25bps menjadi 4,75%. Tingkat deposit facility dipotong sebesar 25bps menjadi 4,00%, dan fasilitas pinjamanyang sama diturunkan oleh 25bps menjadi 5,50%.
"Langkah ini sejalan dengan ekspektasi Bank CIMB Niaga," ujar Chief Economist CIMB Niaga, Adrian Panggabean di Jakarta, Sabtu (22/10/2016).
Risiko ekonomi telah condong ke arah pertumbuhan ekonomi. Dalam rilisnya, Bank Indonesia juga mengantisipasi bahwa 3Q2016 PDB akan lebih lemah dari yang diperkirakan. Sehingga memunculkan kemungkinan bahwa pertumbuhan PDB tahun2016 akan berkisar pada angka 5% yoy.
Menurut Adrian, penurunan suku bunga ini dipandang sebagai pernyataan implisit otoritas moneter bahwa risiko terhadap perekonomian saat ini lebih ke arah lemahnya pertumbuhan ekonomi, ketimbang risiko inflasi atau pelemahan rupiah. Kebijakan ini sesuai dengan ekspektasi pasar.
Bank Indonesia dipandang sebagai merespons positif terhadap ekspektasi pasar, yang disampaikan lewat bentuk kurva imbal hasil di pasar obligasi.
Sejak September 2015, tidak hanya yield telah turun di semua tenor tetapi juga bentuk kurva imbal hasil telah menjadi lebih datar.
Selain itu, struktur imbal hasil antar tenor di pasar obligasi telah menjadi lebih sempit, sehingga menimbulkan ekspektasi akan rendahnya inflasi dan lambatnya pertumbuhan ekonomi kedepannya.
"Suku bunga pinjaman diperkirakan akan turun dan diharapkan dapat memicu pertumbuhan kredit, meskipun secara bertahap," katanya.
Sementara spread antara pinjaman dan fasilitas deposit tetap di angka 150bps, pemotongan suku bunga kebijakan diharapkan dapat menurunkan suku bunga kredit antara 50-75bps, yang mana besarannya akan bervariasi antara bank ke bank.
Pada saat itu, debitur akan mulai melihat sinyal bahwa biaya modal mereka menjadi relatif rendah dibandingkan prospek laba, yang pada gilirannya akan memicu pertumbuhan kredit.
Dia pun memperkirakan, pada tahun 2017 pertumbuhan laba diperkirakan berada dikisaran 8-10%. Apa selanjutnya? Saat ini pelaku pasar berharap otoritas keuangan (OJK dan Bank Indonesia) akan mengintrodusir kebijakan non-harga untuk membantu industri perbankan meningkatkan kinerja transmisi moneter.
"Fungsi intermediasi perbankan saat ini terkendala oleh fragmentasi likuiditas, tingginya NPL, volume transaksi yang lebih rendah (karena konsumen lebih berhemat), dan pertumbuhan kredit yang semakin melambat," tutup Adrian.
"Langkah ini sejalan dengan ekspektasi Bank CIMB Niaga," ujar Chief Economist CIMB Niaga, Adrian Panggabean di Jakarta, Sabtu (22/10/2016).
Risiko ekonomi telah condong ke arah pertumbuhan ekonomi. Dalam rilisnya, Bank Indonesia juga mengantisipasi bahwa 3Q2016 PDB akan lebih lemah dari yang diperkirakan. Sehingga memunculkan kemungkinan bahwa pertumbuhan PDB tahun2016 akan berkisar pada angka 5% yoy.
Menurut Adrian, penurunan suku bunga ini dipandang sebagai pernyataan implisit otoritas moneter bahwa risiko terhadap perekonomian saat ini lebih ke arah lemahnya pertumbuhan ekonomi, ketimbang risiko inflasi atau pelemahan rupiah. Kebijakan ini sesuai dengan ekspektasi pasar.
Bank Indonesia dipandang sebagai merespons positif terhadap ekspektasi pasar, yang disampaikan lewat bentuk kurva imbal hasil di pasar obligasi.
Sejak September 2015, tidak hanya yield telah turun di semua tenor tetapi juga bentuk kurva imbal hasil telah menjadi lebih datar.
Selain itu, struktur imbal hasil antar tenor di pasar obligasi telah menjadi lebih sempit, sehingga menimbulkan ekspektasi akan rendahnya inflasi dan lambatnya pertumbuhan ekonomi kedepannya.
"Suku bunga pinjaman diperkirakan akan turun dan diharapkan dapat memicu pertumbuhan kredit, meskipun secara bertahap," katanya.
Sementara spread antara pinjaman dan fasilitas deposit tetap di angka 150bps, pemotongan suku bunga kebijakan diharapkan dapat menurunkan suku bunga kredit antara 50-75bps, yang mana besarannya akan bervariasi antara bank ke bank.
Pada saat itu, debitur akan mulai melihat sinyal bahwa biaya modal mereka menjadi relatif rendah dibandingkan prospek laba, yang pada gilirannya akan memicu pertumbuhan kredit.
Dia pun memperkirakan, pada tahun 2017 pertumbuhan laba diperkirakan berada dikisaran 8-10%. Apa selanjutnya? Saat ini pelaku pasar berharap otoritas keuangan (OJK dan Bank Indonesia) akan mengintrodusir kebijakan non-harga untuk membantu industri perbankan meningkatkan kinerja transmisi moneter.
"Fungsi intermediasi perbankan saat ini terkendala oleh fragmentasi likuiditas, tingginya NPL, volume transaksi yang lebih rendah (karena konsumen lebih berhemat), dan pertumbuhan kredit yang semakin melambat," tutup Adrian.
(ven)