Turunkan Harga Gas Industri, Ini Opsi ESDM
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I GN Wiratmaja Puja menerangkan, punya beberapa opsi untuk mewujudkan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menurunkan harga gas industri di bawah USD6 per MMBTU. Lebih lanjut dia menerangkan ada pembagian dua kelompok yakni kontrak gas sudah berjalan dan yang baru ditandatangani.
(Baca Juga: Tiru Skema Gas Industri Malaysia, Penerimaan RI Terancam Tergerus)
Dia menambahkan pasalnya tidak mungkin memangkas belanja modal (capital expenditure/capex) proyek gas yang telah berjalan. Menurutnya pemerintah kemungkinan hanya bisa memangkas belanja operasional (operational expenditure/opex)
"Untuk proyek yang sudah berjalan tentu capex sudah dibayar, jadi tidak bisa diefisienkan lagi. Hanya opex yang bisa diefisienkan," katanya di Gedung Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (24/10/2016).
Selain itu lanjut dia, pemerintah juga tidak bisa mengotak-atik porsi kontraktor (contractor share) karena telah tertera dalam perjanjian dan harus dihormati. Sementara untuk penerimaan negara seperti Pajak Penghasilan (PPh) ataupun Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), pemerintah masih harus menghitungnya.
"Transmisi kita harus efisienkan formula dan depresiasinya, juga distribusi trader berlapis, kemudian regulated margin kita buat supaya distribusi seadil-adilnya. Itu lini yang masih bisa diefisienkan yang sudah berjalan," imbuh dia.
Sementara untuk proyek kedepan, tambah Wirat, pemerintah masih bisa mengotak-atik belanja modal dan belanja operasional agar lebih efisien. Namun untuk porsi bagi hasil kontraktor tetap harus dihormati.
"Sehingga kalau kita ingin rencana penurunan ini, yang enggak bisa diefisienkan kita lihat struktur secara umumnya yang di hulu. Kalau PNBP tidak diambil maka harga gas akan sekitar USD5 per MMBTu. Kalau pajak dan PNBP enggak diambil sama sekali maka harga gas rata-rata USD3,8 per MMBTu di hulu," tandasnya.
(Baca Juga: Tiru Skema Gas Industri Malaysia, Penerimaan RI Terancam Tergerus)
Dia menambahkan pasalnya tidak mungkin memangkas belanja modal (capital expenditure/capex) proyek gas yang telah berjalan. Menurutnya pemerintah kemungkinan hanya bisa memangkas belanja operasional (operational expenditure/opex)
"Untuk proyek yang sudah berjalan tentu capex sudah dibayar, jadi tidak bisa diefisienkan lagi. Hanya opex yang bisa diefisienkan," katanya di Gedung Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (24/10/2016).
Selain itu lanjut dia, pemerintah juga tidak bisa mengotak-atik porsi kontraktor (contractor share) karena telah tertera dalam perjanjian dan harus dihormati. Sementara untuk penerimaan negara seperti Pajak Penghasilan (PPh) ataupun Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), pemerintah masih harus menghitungnya.
"Transmisi kita harus efisienkan formula dan depresiasinya, juga distribusi trader berlapis, kemudian regulated margin kita buat supaya distribusi seadil-adilnya. Itu lini yang masih bisa diefisienkan yang sudah berjalan," imbuh dia.
Sementara untuk proyek kedepan, tambah Wirat, pemerintah masih bisa mengotak-atik belanja modal dan belanja operasional agar lebih efisien. Namun untuk porsi bagi hasil kontraktor tetap harus dihormati.
"Sehingga kalau kita ingin rencana penurunan ini, yang enggak bisa diefisienkan kita lihat struktur secara umumnya yang di hulu. Kalau PNBP tidak diambil maka harga gas akan sekitar USD5 per MMBTu. Kalau pajak dan PNBP enggak diambil sama sekali maka harga gas rata-rata USD3,8 per MMBTu di hulu," tandasnya.
(akr)