Pemerintah Harus Jaga Kepercayaan Masyarakat dari Amnesti Pajak
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, keberhasilan amnesti pajak menjadi momentum pemerintah untuk menjaga kepercayaan masyarakat, bahwa pemerintah serius mereformasi sektor perpajakan. Pemerintah, kata dia, harus berjuang menjaga kepercayaan yang sudah diberikan dengan menjalankan UU Amnesti Pajak secara maksimal.
Dengan kepercayaan masyarakat lewat progam amnesti pajak, Prastowo mengatakan, pemerintah wajib sesegera mungkin menyelesaikan Rancangan Undang-udang Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh).
"Mereka sudah percaya dengan tax amnesty jadi maksimalkan saja sekalian. Jangan sampai kehilangan momentum. Jedanya jangan terlalu panjang dari tax amnesty untuk selesaikan RUU PPn dan PPh" papar Prastowo di Tjikini Lima, Jakarta, Selasa (25/10/2016).
Selain kedua RUU ini, yang lebih urgent lagi yang harus diselesaikan adalah perbaikan undang-undang perbankan mengenai keterbukaan informasi di bank, agar bisa diakses untuk pajak. Sebab selama ini Direktorat Jenderal Pajak tidak bisa mengakses secara transparan data milik nasabah yang ada di bank. (Baca: CITA Minta Segera Lakukan Reformasi Pajak)
"Padahal yang saya ketahui, data tersebut sangat penting untuk melihat aset wajib pajak, guna disesuaikan dengan pembayaran pajaknya," imbuh salah satu pengamat ekonomi perpajakan ini.
Apalagi pada tahun 2018 nanti, Indonesia ingin ikut serta memanfaatkan keterbukaan informasi (Automatic exchange of Information/AEOI). Dan untuk menjalankannya, perbankan Indonesia wajib membukan data nasabah saat diakses oleh Ditjen Pajak dan digunakan aparat pajak negara lain.
Ini dilakukan agar nasabah dari masing-masing negara yang menyimpan aset mereka di luar negeri agar tidak dikenai pajak secara utuh.
"Kalau RUU KUP, PPn, dan PPh jalan tapi RUU Perbankan ini masih belum jalan, ya akan susah buat ke depannya. Satu ingin ada keterbukaan informasi, satu menutup-nutupi. Tidak sinkron dong. Ini malah bahaya buat negara kita," tutup dia.
Dengan kepercayaan masyarakat lewat progam amnesti pajak, Prastowo mengatakan, pemerintah wajib sesegera mungkin menyelesaikan Rancangan Undang-udang Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penghasilan (PPh).
"Mereka sudah percaya dengan tax amnesty jadi maksimalkan saja sekalian. Jangan sampai kehilangan momentum. Jedanya jangan terlalu panjang dari tax amnesty untuk selesaikan RUU PPn dan PPh" papar Prastowo di Tjikini Lima, Jakarta, Selasa (25/10/2016).
Selain kedua RUU ini, yang lebih urgent lagi yang harus diselesaikan adalah perbaikan undang-undang perbankan mengenai keterbukaan informasi di bank, agar bisa diakses untuk pajak. Sebab selama ini Direktorat Jenderal Pajak tidak bisa mengakses secara transparan data milik nasabah yang ada di bank. (Baca: CITA Minta Segera Lakukan Reformasi Pajak)
"Padahal yang saya ketahui, data tersebut sangat penting untuk melihat aset wajib pajak, guna disesuaikan dengan pembayaran pajaknya," imbuh salah satu pengamat ekonomi perpajakan ini.
Apalagi pada tahun 2018 nanti, Indonesia ingin ikut serta memanfaatkan keterbukaan informasi (Automatic exchange of Information/AEOI). Dan untuk menjalankannya, perbankan Indonesia wajib membukan data nasabah saat diakses oleh Ditjen Pajak dan digunakan aparat pajak negara lain.
Ini dilakukan agar nasabah dari masing-masing negara yang menyimpan aset mereka di luar negeri agar tidak dikenai pajak secara utuh.
"Kalau RUU KUP, PPn, dan PPh jalan tapi RUU Perbankan ini masih belum jalan, ya akan susah buat ke depannya. Satu ingin ada keterbukaan informasi, satu menutup-nutupi. Tidak sinkron dong. Ini malah bahaya buat negara kita," tutup dia.
(ven)