Jepang dan China Berlomba Investasi USD1 Triliun di Mindanao
A
A
A
MANILA - Kerap dikritik asing karena kebijakan hukuman mati bagi pelaku narkoba, Presiden Filipina Rodrigo Duterte justru tidak sepi peminat dari investor asing. Buktinya, dua negara ekonomi besar di Asia, Jepang dan China menegaskan ketertarikannya untuk berinvestasi di Filipina.
Melansir CNBC, Kamis (27/10/2016), kedua negara di Asia Timur itu berlomba-lomba berinvestasi USD1 triliun pada sumber daya mineral di Filipina. Jepang dan China dikabarkan mendekati Duterte untuk menjadi investor utama di Kepulauan Mindanao, Filipina.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Keuangan Filipina, Carlos Dominguez. “Kedua negara kelas berat Asia ini tertarik membangun provinsi selatan Mindanao dengan berinvestasi hingga USD1 triliun di sumber daya mineral,” ujarnya kepada CNBC.
Sebagai pulau terbesar kedua di Filipina, Mindanao adalah rumah bagi setengah kekayaan mineral negara tersebut, termasuk tembaga, emas, besi, alumunium, dan migas. Kekayaan sumber daya yang belum dimanfaatkan di kawasan itu ditaksir bernilai USD1 triliun, ungkap Wikileaks yang membocorkan kabel diplomatik dari Kedutaan Besar AS di Manila pada 2011 silam.
Di luar bahan mineral, Mindanao juga kaya akan keanekaragaman hayati, penuh vegetasi seperti hutan dan hutan tropis, juga produsen utama pisang, pepaya, dan manggis. Tidak mengherankan bila Mindanao dijuluki sebagai keranjang buah-buahan Filipina. “Dari makanan sampai mineral, keseluruhan sumber daya ini terbuka untuk pengembangan,” terang Dominguez.
Peluang investasi ke Filipina ini seiring dengan tur Duterte ke Jepang, setelah sebelumnya melakukan lawatan ke China. Kunjungan Duterte juga disebut sebagai perubahan radikal kebijakan luar negeri Filipina yang selama ini berkiblat ke Washington. Duterte mengubah drastis wajah luar negeri Filipina dengan lebih merekatkan diri ke negara Asia dan terutama Asia Tenggara, dengan menjauhkan Manila dari Washington.
Dominguez menyebut kebijakan Duterte menselaraskan negaranya ke Asia sebagai bentuk aliansi regional yang lumrah, seperti di blok Uni Eropa, NAFTA (Amerika Utara) dan Mercosur di Amerika Selatan. “Tentu saja ada implikasi politik, tapi kami lebih memilih kerja sama yang setara dan hubungan yang ramah,” sambungnya.
Sebelumnya pada Rabu kemarin, Duterte kembali menegaskan kebijakan luar negerinya dengan AS, dengan menyatakan keinginannya agar pasukan Amerika angkat kaki dari negaranya dalam waktu dua tahun.
Lantas ketika ditanya siapa yang lebih tertarik pada pengelolaan sumber daya Mindanao, Dominguez mengatakan China telah menyatakan minat tetapi mereka tidak memiliki terlalu banyak aktivitas di Filipina. “Pemerintah kami sebelumnya nyaris tidak berbicara kepada pemerintah China, sementara kami telah bekerja sama dengan Jepang selama lebih dari 60 tahun,” lanjutnya.
Jepang sendiri merupakan investor utama di Filipina. Pada Maret lalu, lembaga bantuan Japan International Cooperation Agency (JICA) menginfus USD9,42 juta dalam pembangunan infrastruktur di Mindanao. Sementara perusahaan makanan Jepang mengatakan mereka ingin memompa USD500 juta untuk memproses produk akuakultur di Filipina, termasuk Davao.
Adapun China hadir untuk membangun pembangkit listrik dan sejumlah tambang. Dan China menawarkan aliansi baru Duterte dengan Beijing. Selain China dan Jepang, Korea Selatan juga membidik usaha membangun sistem kereta api yang akan menghubungkan seluruh Pulau Mindanao.
“Sejauh ini, Jepang telah menjadi bantuan pembangunan resmi (official development assistance/ODA) terbesar di Filipina dengan total USD5,7 miliar. China menawarkan bantuan ODA USD6 miliar tapi itu baru mulai. Kami senang mendapatkan dukungan dari kedua tetangga,” kata Dominguez.
Investasi asing ke pulau tersebut selaras dengan tujuan Manila mempromosikan perdamaian dan meminimalkan perbedaan pendapat yang selama ini terjadi. Meski membuka investasi, Dominguez mengatakan pihaknya akan berhati-hati untuk membatasi kerusakan lingkungan dari derasnya laju pembangunan.
Duterte, kata media Manila, sebelumnya melakukan peninjauan atas izin perusahaan tambang di daerah untuk memastikan praktik hijau. Sedikitnya 10 perusahaan tambang telah ditangguhkan izinnya karena tidak menerapkan praktik kelestarian lingkungan.
Manila berharap investasi keduanya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Filipina, terutama Mindanao. Karena selama ini daerah tersebut dilanda kekerasan dan menjadi tempat bersemayamnya Al-Qaeda dan kelompok Abu Sayyaf.
Melansir CNBC, Kamis (27/10/2016), kedua negara di Asia Timur itu berlomba-lomba berinvestasi USD1 triliun pada sumber daya mineral di Filipina. Jepang dan China dikabarkan mendekati Duterte untuk menjadi investor utama di Kepulauan Mindanao, Filipina.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Keuangan Filipina, Carlos Dominguez. “Kedua negara kelas berat Asia ini tertarik membangun provinsi selatan Mindanao dengan berinvestasi hingga USD1 triliun di sumber daya mineral,” ujarnya kepada CNBC.
Sebagai pulau terbesar kedua di Filipina, Mindanao adalah rumah bagi setengah kekayaan mineral negara tersebut, termasuk tembaga, emas, besi, alumunium, dan migas. Kekayaan sumber daya yang belum dimanfaatkan di kawasan itu ditaksir bernilai USD1 triliun, ungkap Wikileaks yang membocorkan kabel diplomatik dari Kedutaan Besar AS di Manila pada 2011 silam.
Di luar bahan mineral, Mindanao juga kaya akan keanekaragaman hayati, penuh vegetasi seperti hutan dan hutan tropis, juga produsen utama pisang, pepaya, dan manggis. Tidak mengherankan bila Mindanao dijuluki sebagai keranjang buah-buahan Filipina. “Dari makanan sampai mineral, keseluruhan sumber daya ini terbuka untuk pengembangan,” terang Dominguez.
Peluang investasi ke Filipina ini seiring dengan tur Duterte ke Jepang, setelah sebelumnya melakukan lawatan ke China. Kunjungan Duterte juga disebut sebagai perubahan radikal kebijakan luar negeri Filipina yang selama ini berkiblat ke Washington. Duterte mengubah drastis wajah luar negeri Filipina dengan lebih merekatkan diri ke negara Asia dan terutama Asia Tenggara, dengan menjauhkan Manila dari Washington.
Dominguez menyebut kebijakan Duterte menselaraskan negaranya ke Asia sebagai bentuk aliansi regional yang lumrah, seperti di blok Uni Eropa, NAFTA (Amerika Utara) dan Mercosur di Amerika Selatan. “Tentu saja ada implikasi politik, tapi kami lebih memilih kerja sama yang setara dan hubungan yang ramah,” sambungnya.
Sebelumnya pada Rabu kemarin, Duterte kembali menegaskan kebijakan luar negerinya dengan AS, dengan menyatakan keinginannya agar pasukan Amerika angkat kaki dari negaranya dalam waktu dua tahun.
Lantas ketika ditanya siapa yang lebih tertarik pada pengelolaan sumber daya Mindanao, Dominguez mengatakan China telah menyatakan minat tetapi mereka tidak memiliki terlalu banyak aktivitas di Filipina. “Pemerintah kami sebelumnya nyaris tidak berbicara kepada pemerintah China, sementara kami telah bekerja sama dengan Jepang selama lebih dari 60 tahun,” lanjutnya.
Jepang sendiri merupakan investor utama di Filipina. Pada Maret lalu, lembaga bantuan Japan International Cooperation Agency (JICA) menginfus USD9,42 juta dalam pembangunan infrastruktur di Mindanao. Sementara perusahaan makanan Jepang mengatakan mereka ingin memompa USD500 juta untuk memproses produk akuakultur di Filipina, termasuk Davao.
Adapun China hadir untuk membangun pembangkit listrik dan sejumlah tambang. Dan China menawarkan aliansi baru Duterte dengan Beijing. Selain China dan Jepang, Korea Selatan juga membidik usaha membangun sistem kereta api yang akan menghubungkan seluruh Pulau Mindanao.
“Sejauh ini, Jepang telah menjadi bantuan pembangunan resmi (official development assistance/ODA) terbesar di Filipina dengan total USD5,7 miliar. China menawarkan bantuan ODA USD6 miliar tapi itu baru mulai. Kami senang mendapatkan dukungan dari kedua tetangga,” kata Dominguez.
Investasi asing ke pulau tersebut selaras dengan tujuan Manila mempromosikan perdamaian dan meminimalkan perbedaan pendapat yang selama ini terjadi. Meski membuka investasi, Dominguez mengatakan pihaknya akan berhati-hati untuk membatasi kerusakan lingkungan dari derasnya laju pembangunan.
Duterte, kata media Manila, sebelumnya melakukan peninjauan atas izin perusahaan tambang di daerah untuk memastikan praktik hijau. Sedikitnya 10 perusahaan tambang telah ditangguhkan izinnya karena tidak menerapkan praktik kelestarian lingkungan.
Manila berharap investasi keduanya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Filipina, terutama Mindanao. Karena selama ini daerah tersebut dilanda kekerasan dan menjadi tempat bersemayamnya Al-Qaeda dan kelompok Abu Sayyaf.
(ven)