Menteri Bambang: Seminar Indonesia Naik Kelas Selaras dengan RPJMN
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, Seminar Indonesia Naik Kelas yang diadakan Koran Sindo dan Sindonews.com selaras dengan upaya pemerintah mewujudkan salah satu sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Yakni menjadikan Indonesia negara maju, keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah pada tahun 2030.
Untuk mencapai sasaran ini, kata Bambang, butuh transformasi struktural sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, dan peningkatan Kesejahteraan secara berkelanjutan.
"Sebagaimana diketahui, perekonomian kita bertransformasi dengan cepat dari perekonomian yang mengandalkan sumber daya alam ke perekonomian yang berbasis pengolahan, untuk kemudian terhenti karena krisis ekonomi," kata dia di Jakarta, Senin (7/11/2016).
Transformasi ekonomi, kata dia, memang tetap berlanjut pasca krisis namun dengan kecepatan yang lebih lambat. Prosesnya ditandai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan periode sebelum krisis, peningkatan peran sektor jasa, termasuk dalam menyerap realokasi tenaga kerja dari sektor pertanian, serta gejala deindustrialisasi yang ditunjukkan oleh penurunan kinerja industri pengolahan.
"Kondisi ini ditengarai sebagai pertanda bahwa kita dimungkinkan untuk terjebak dalam pendapatan menengah (middle income trap) dan menjadi agak sulit untuk naik kelas ke negara berpendapatan tinggi," katanya.
Kajian yang dilakukan oleh Felipe pada tahun 2012, lanjut dia, menunjukkan bahwa Indonesia masih dikategorikan rentan terhadap middle income trap karena masih memiliki momentum untuk menata struktur perekonomian dalam negeri.
Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita kita yang sebesar 3,9% dalam perode 2000-2010, atau masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk (1,4%).
"Selain itu, dalam Iima tahun terakhir, pertumbuhan nilai tambah sektor industri (4,8%) dan masih lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan nilai tambah di sektor pertanian (4,2%)," tutupnya.
Untuk mencapai sasaran ini, kata Bambang, butuh transformasi struktural sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, dan peningkatan Kesejahteraan secara berkelanjutan.
"Sebagaimana diketahui, perekonomian kita bertransformasi dengan cepat dari perekonomian yang mengandalkan sumber daya alam ke perekonomian yang berbasis pengolahan, untuk kemudian terhenti karena krisis ekonomi," kata dia di Jakarta, Senin (7/11/2016).
Transformasi ekonomi, kata dia, memang tetap berlanjut pasca krisis namun dengan kecepatan yang lebih lambat. Prosesnya ditandai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan periode sebelum krisis, peningkatan peran sektor jasa, termasuk dalam menyerap realokasi tenaga kerja dari sektor pertanian, serta gejala deindustrialisasi yang ditunjukkan oleh penurunan kinerja industri pengolahan.
"Kondisi ini ditengarai sebagai pertanda bahwa kita dimungkinkan untuk terjebak dalam pendapatan menengah (middle income trap) dan menjadi agak sulit untuk naik kelas ke negara berpendapatan tinggi," katanya.
Kajian yang dilakukan oleh Felipe pada tahun 2012, lanjut dia, menunjukkan bahwa Indonesia masih dikategorikan rentan terhadap middle income trap karena masih memiliki momentum untuk menata struktur perekonomian dalam negeri.
Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita kita yang sebesar 3,9% dalam perode 2000-2010, atau masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk (1,4%).
"Selain itu, dalam Iima tahun terakhir, pertumbuhan nilai tambah sektor industri (4,8%) dan masih lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan nilai tambah di sektor pertanian (4,2%)," tutupnya.
(ven)