Jokowi Didesak Tinjau Kembali Izin Kawasan Industri Kendal
A
A
A
JAKARTA - Aliansi Masyarakat Kendal meminta Presiden Jokowi untuk meninjau kembali, serta mengusut intransparansi proses perizinan Kawasan Industri Kendal (KIK).
Sebab, di samping bertentangan dengan Perda Kabupaten Kendal No 20/2011 tentang RTRW Kendal, juga masih banyak persoalan dalam pembebasan lahan kawasan industri tersebut.
Hal ini dilakukan menyikapi rencana kedatangan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong yang dijadwalkan akan berkunjung ke Indonesia untuk menghadiri "Annual Leaders Meeting" yang akan diadakan pada Senin 14 November 2016.
Menurut Korlap Aliansi Masyarakat Kendal Bram, salah satu rangkaian dari "Annual Leaders Meeting" yang juga rencananya akan dihadiri Jokowi adalah diresmikannya KIK. Padahal, sampai hari ini tidak ada kejelasan mengenai transparansi proses perizinan, serta gambaran jelas mengenai manfaatnya bagi masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar Kawasan Industri Kabupaten Kendal.
Lahan yang digunakan untuk KIK, kata Bram, direncanakan bertempat di dua kecamatan, Kaliwungu (1.000 hektare) dan Kecamatan Brangsong (1.200 hektare).
"Dari total kedua wilayah tersebut, yang telah mendapatkan izin pembebasan lahan berdasarkan Keputusan Presiden hanya 700 hektare. Sampai saat ini, yang terbebaskan baru 560 hektare dan masih tersisa 140 hektare yang belum terbebaskan sesuai prosedur yang seharusnya," kata Bram dalam pernyataan tertulis yang dikirimkan ke SINDOnews, Jumat (11/11/2016).
Selain itu, ungkap Bram, merujuk pada Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kendal Tahun 2011-2031 (Perda No20/2011 ttg RTRW Kendal), Kecamatan Brangsong sebenarnya tidak memenuhi syarat sebagai area kawasan industri.
Karena itu, hari ini (11/11/2016), Aliansi Masyarakat Kendal secara tegas menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, menolak rencana diresmikannya Kawasan Industri Kendal sebelum jelas manfaatnya bagi kehidupan masyarakat Kendal di sekitarnya secara khusus, maupun masyarakat Kendal secara keseluruhan.
Kedua, menolak rencana kedatangan PM Singapura Lee Hsien Loong ke Kabupaten Kendal untuk meresmikan Kawasan Industri Kendal, yang sampai saat ini belum jelas transparansi proses perizinannya.
Ketiga, menuntut kepada Pemerintah Singapura melalui Kedutaan Besar Singapura di Indonesia, untuk menarik investasi kerjasama Kawasan Industri di Kabupaten Kendal. Karena peruntukan investasi tersebut tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan dan lebih banyak merugikan masyarakat Kendal.
Keempat, meminta kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk meninjau kembali, serta mengusut intransparansi proses perizinan Kawasan Industri Kendal. Sebab di samping bertentangan dengan Perda Kabupaten Kendal Tahun 20/2011 tentang RTRW Kendal, juga masih banyak persoalan dalam pembebasan lahan kawasan industri tersebut.
Sebab, di samping bertentangan dengan Perda Kabupaten Kendal No 20/2011 tentang RTRW Kendal, juga masih banyak persoalan dalam pembebasan lahan kawasan industri tersebut.
Hal ini dilakukan menyikapi rencana kedatangan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong yang dijadwalkan akan berkunjung ke Indonesia untuk menghadiri "Annual Leaders Meeting" yang akan diadakan pada Senin 14 November 2016.
Menurut Korlap Aliansi Masyarakat Kendal Bram, salah satu rangkaian dari "Annual Leaders Meeting" yang juga rencananya akan dihadiri Jokowi adalah diresmikannya KIK. Padahal, sampai hari ini tidak ada kejelasan mengenai transparansi proses perizinan, serta gambaran jelas mengenai manfaatnya bagi masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar Kawasan Industri Kabupaten Kendal.
Lahan yang digunakan untuk KIK, kata Bram, direncanakan bertempat di dua kecamatan, Kaliwungu (1.000 hektare) dan Kecamatan Brangsong (1.200 hektare).
"Dari total kedua wilayah tersebut, yang telah mendapatkan izin pembebasan lahan berdasarkan Keputusan Presiden hanya 700 hektare. Sampai saat ini, yang terbebaskan baru 560 hektare dan masih tersisa 140 hektare yang belum terbebaskan sesuai prosedur yang seharusnya," kata Bram dalam pernyataan tertulis yang dikirimkan ke SINDOnews, Jumat (11/11/2016).
Selain itu, ungkap Bram, merujuk pada Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kendal Tahun 2011-2031 (Perda No20/2011 ttg RTRW Kendal), Kecamatan Brangsong sebenarnya tidak memenuhi syarat sebagai area kawasan industri.
Karena itu, hari ini (11/11/2016), Aliansi Masyarakat Kendal secara tegas menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, menolak rencana diresmikannya Kawasan Industri Kendal sebelum jelas manfaatnya bagi kehidupan masyarakat Kendal di sekitarnya secara khusus, maupun masyarakat Kendal secara keseluruhan.
Kedua, menolak rencana kedatangan PM Singapura Lee Hsien Loong ke Kabupaten Kendal untuk meresmikan Kawasan Industri Kendal, yang sampai saat ini belum jelas transparansi proses perizinannya.
Ketiga, menuntut kepada Pemerintah Singapura melalui Kedutaan Besar Singapura di Indonesia, untuk menarik investasi kerjasama Kawasan Industri di Kabupaten Kendal. Karena peruntukan investasi tersebut tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan dan lebih banyak merugikan masyarakat Kendal.
Keempat, meminta kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk meninjau kembali, serta mengusut intransparansi proses perizinan Kawasan Industri Kendal. Sebab di samping bertentangan dengan Perda Kabupaten Kendal Tahun 20/2011 tentang RTRW Kendal, juga masih banyak persoalan dalam pembebasan lahan kawasan industri tersebut.
(izz)