Tahun 2019, Program Listrik Hanya Tercapai 19.700 MW
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menjamin pasokan listrik tetap aman kendati target rasio elektrifikasi 97,4% dalam program pembangkit listrik 35.000 megawatt meleset dari target. Tambahan pasokan listrik pada 2019 mendatang diperkirakan hanya tercapai 19.700 MW.
"Untuk menyelesaikan 35.000 MW memang sulit jika dihitung dari sekarang. Tapi pemerintah menjamin sampai 2019 tidak ada pemadaman bergilir," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam acara DBS Asian Insights Conference 2016, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (17/11/2016).
Menurutnya tambahan daya listrik sebesar 19.700 MW sudah cukup untuk menjamin keandalan pasokan listrik nasional. Pencapaian angka tersebut dihitung berdasarkan estimasi rata-rata capaian rasio elektrifikasi dalam kurun waktu 25 tahun terakhir.
"Estimasi 19.000 MW itu sudah besar sekali. Jika dihitung capaian lima tahun, dalam setahun harus tercapai 4.000 MW, lebih besar dari rata-rata capaian 25 tahun sebelumnya," kata dia.
Dia memastikan bahwa capaian rasio elektrifikasi sebesar 97,4% dalam program pembangunan proyek pembangkit listrik 35.000 MW baru akan selesai tahun 2024. Diharapkan sisa dari proyek 19.700 MW atau sebesar 6.000 MW tuntas sebelum 2024. "Harapannya program 35.000 MW sebelum 2024 sudah selesai," tandas Jonan.
Dia pun menyadari jika terdapat sejumlah hambatan membuat proyek tersebut berjalan lamban. Kendala itu diantaranya berlarutnya pembebasan lahan, proses izin yang berbebelit, dan proses penunjukan pengembang listrik swasta.
Namun pihaknya menyebut, segala permasalahan tersebut telah dipetakan pemerintah dan berangsur diperbaiki. Dia mencontohkan, terkait perizinan pembangkit sudah berhasil dipangkas dari 965 hari sekarang tinggal 256 hari dan akan diurai lagi menjadi 180 hari.
"Dulu izin pembangkit sampai 956 hari, lebih lama dari orang pacaran. Sekarang sudah turun jadi 256 hari. Ke depan kami mau coba lagi jadi kurang dari enam bulan," ujarnya.
Dengan memangkas izin, kata Jonan, diharapkan dapat mempercepat program 35.000 MW sehingga mampu meningkatkan rasio elektrifikasi paling sedikit tercapai 95% pada 2019 dari rasio elektrifikasi saat ini sekitar 88 persen.
“Saat ini rasio elektrifikasi kira-kira 88 persen. Pada 2019 minimal mampu tercapai 95 persen,” katanya.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, bahwa total dari target 2019 adalah19.763 MW, dengan rincian pengembang swasta (independent power producer/IPP) mendapatkan porsi sekitar 11,413 MW dan PLN sekitar 8.350 MW. Adapun sebagian besar proyek pembangkitnya terpusat di Pulau Jawa.
Sementara dihitung berdasarkan rasio elektrifkasinya, pada 2019 hanya tercapai 93% jika capaian proyek pembangkitnya sebesar 19.763 MW. Sedangkan jika tercapai keseluruhan atau 35.000 MW maka rasio elektrifikasinya mencapai sekitar 98%.
"Saat ini yang masih dalam proses pengadaansekitar 7.000 MW. Apabila tidak ada kendala sampai akhir tahun ini, bisa tercapai 21.000 MW," jelasnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, pada dasarnya jika ekonomi tumbuh 4,5% paling tidak diperlukan tambahan pasokan listrik 4.500 MW setiap tahunnya. Sementara untuk pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) maupun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dibangun pada 2016-2017 baru akan selesai dan beroperasi pada 2019-2020.
Padahal terdapat kemungkinan permintaan besar tambahan pasokan listrik akan terjadi di Sumatera dan Kalimantan pada 2018-2019. Sehingga akan memicu krisis listrik di kawasan tersebut.
"Semoga pada 2017 sampai 2018 dalam keadaan optimal dan tidak ada beban listrik yang melonjak signifikan. Sehingga diharapkan dapat mencegah krisis listrik di Sumatera atau Kalimantan," pungkas Fabby.
"Untuk menyelesaikan 35.000 MW memang sulit jika dihitung dari sekarang. Tapi pemerintah menjamin sampai 2019 tidak ada pemadaman bergilir," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam acara DBS Asian Insights Conference 2016, di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (17/11/2016).
Menurutnya tambahan daya listrik sebesar 19.700 MW sudah cukup untuk menjamin keandalan pasokan listrik nasional. Pencapaian angka tersebut dihitung berdasarkan estimasi rata-rata capaian rasio elektrifikasi dalam kurun waktu 25 tahun terakhir.
"Estimasi 19.000 MW itu sudah besar sekali. Jika dihitung capaian lima tahun, dalam setahun harus tercapai 4.000 MW, lebih besar dari rata-rata capaian 25 tahun sebelumnya," kata dia.
Dia memastikan bahwa capaian rasio elektrifikasi sebesar 97,4% dalam program pembangunan proyek pembangkit listrik 35.000 MW baru akan selesai tahun 2024. Diharapkan sisa dari proyek 19.700 MW atau sebesar 6.000 MW tuntas sebelum 2024. "Harapannya program 35.000 MW sebelum 2024 sudah selesai," tandas Jonan.
Dia pun menyadari jika terdapat sejumlah hambatan membuat proyek tersebut berjalan lamban. Kendala itu diantaranya berlarutnya pembebasan lahan, proses izin yang berbebelit, dan proses penunjukan pengembang listrik swasta.
Namun pihaknya menyebut, segala permasalahan tersebut telah dipetakan pemerintah dan berangsur diperbaiki. Dia mencontohkan, terkait perizinan pembangkit sudah berhasil dipangkas dari 965 hari sekarang tinggal 256 hari dan akan diurai lagi menjadi 180 hari.
"Dulu izin pembangkit sampai 956 hari, lebih lama dari orang pacaran. Sekarang sudah turun jadi 256 hari. Ke depan kami mau coba lagi jadi kurang dari enam bulan," ujarnya.
Dengan memangkas izin, kata Jonan, diharapkan dapat mempercepat program 35.000 MW sehingga mampu meningkatkan rasio elektrifikasi paling sedikit tercapai 95% pada 2019 dari rasio elektrifikasi saat ini sekitar 88 persen.
“Saat ini rasio elektrifikasi kira-kira 88 persen. Pada 2019 minimal mampu tercapai 95 persen,” katanya.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, bahwa total dari target 2019 adalah19.763 MW, dengan rincian pengembang swasta (independent power producer/IPP) mendapatkan porsi sekitar 11,413 MW dan PLN sekitar 8.350 MW. Adapun sebagian besar proyek pembangkitnya terpusat di Pulau Jawa.
Sementara dihitung berdasarkan rasio elektrifkasinya, pada 2019 hanya tercapai 93% jika capaian proyek pembangkitnya sebesar 19.763 MW. Sedangkan jika tercapai keseluruhan atau 35.000 MW maka rasio elektrifikasinya mencapai sekitar 98%.
"Saat ini yang masih dalam proses pengadaansekitar 7.000 MW. Apabila tidak ada kendala sampai akhir tahun ini, bisa tercapai 21.000 MW," jelasnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, pada dasarnya jika ekonomi tumbuh 4,5% paling tidak diperlukan tambahan pasokan listrik 4.500 MW setiap tahunnya. Sementara untuk pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) maupun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dibangun pada 2016-2017 baru akan selesai dan beroperasi pada 2019-2020.
Padahal terdapat kemungkinan permintaan besar tambahan pasokan listrik akan terjadi di Sumatera dan Kalimantan pada 2018-2019. Sehingga akan memicu krisis listrik di kawasan tersebut.
"Semoga pada 2017 sampai 2018 dalam keadaan optimal dan tidak ada beban listrik yang melonjak signifikan. Sehingga diharapkan dapat mencegah krisis listrik di Sumatera atau Kalimantan," pungkas Fabby.
(ven)