November 2017, Kredit Perbankan Tumbuh 8,3%
A
A
A
KUTA - Penyaluran kredit perbankan terus menanjak. Pada November 2016, pertumbuhan kredit mencapai 8,3% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung, pertumbuhan tersebut lebih baik dibandingkan Oktober 2016 7,5% (yoy). Adapun bulan sebelumnya yakni September hanya tumbuh 6,4% (yoy).
"Kenapa ini bisa terjadi rebound? Ini masih hipotesa kami. Mungkin aktivitas (ekonomi) di sektor eksternal membaik seiring perbaikan harga komoditas," kata Juda saat pelatihan wartawan di Kuta, Bali, Sabtu (3/12).
Perbaikan tersebut juga tercermin dari membaiknya pertumbuhan kredit valas yang kini hanya minus 3,78% dengan asumsi kurs berjalan. Padahal, bulan sebelumnya kredit valas tumbuh negatif hingga 10%.
"Bahkan kalau memakai kurs konstan, kredit valas sudah positif 0,56%," sambungnya.
Juda pun optimis proyeksi pertumbuhan kredit sepanjang tahun ini sebesar 7-9% bisa tercapai. Dia menyebut, proyeksi pertumbuhan kredit tahun ini masih lebih rendah dibandingkan penyaluran kredit di 2015 lalu yang tumbuh 10%.
Tersendatnya kredit perbankan tahun ini, sebut dia, disebabkan pembiayaan non-bank yang tinggi. Hingga Oktober, total obligasi korporasi yang diterbitkan di pasar sudah mencapai 166,9 triliun. Angka tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah penerbitan obligasi korporasi di Tanah Air.
Langkah korporasi yang lebih memilih mencari pembiayaan di pasar keuangan ketimbang meminjam uang di bank karena bunga bank yang begitu tinggi. Juda menilai, langkah otoritas moneter memangkas suku bunga kebijakan enam kali dalam setahun belum diiringi oleh penurunan suku bunga kredit perbankan yang signifikan.
Data per Oktober 2016 menunjukkan, suku bunga deposito rata-rata sudah turun hingga 129 bsp menjadi 6,65% sementara suku bunga kredit baru turun 65 bsp atau 12,21%. Juda mengatakan, perilaku bank yang tidak efisien dengan menikmati marjin laba inilah yang membuat pangsa pasarnya diambil pasar keuangan.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung, pertumbuhan tersebut lebih baik dibandingkan Oktober 2016 7,5% (yoy). Adapun bulan sebelumnya yakni September hanya tumbuh 6,4% (yoy).
"Kenapa ini bisa terjadi rebound? Ini masih hipotesa kami. Mungkin aktivitas (ekonomi) di sektor eksternal membaik seiring perbaikan harga komoditas," kata Juda saat pelatihan wartawan di Kuta, Bali, Sabtu (3/12).
Perbaikan tersebut juga tercermin dari membaiknya pertumbuhan kredit valas yang kini hanya minus 3,78% dengan asumsi kurs berjalan. Padahal, bulan sebelumnya kredit valas tumbuh negatif hingga 10%.
"Bahkan kalau memakai kurs konstan, kredit valas sudah positif 0,56%," sambungnya.
Juda pun optimis proyeksi pertumbuhan kredit sepanjang tahun ini sebesar 7-9% bisa tercapai. Dia menyebut, proyeksi pertumbuhan kredit tahun ini masih lebih rendah dibandingkan penyaluran kredit di 2015 lalu yang tumbuh 10%.
Tersendatnya kredit perbankan tahun ini, sebut dia, disebabkan pembiayaan non-bank yang tinggi. Hingga Oktober, total obligasi korporasi yang diterbitkan di pasar sudah mencapai 166,9 triliun. Angka tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah penerbitan obligasi korporasi di Tanah Air.
Langkah korporasi yang lebih memilih mencari pembiayaan di pasar keuangan ketimbang meminjam uang di bank karena bunga bank yang begitu tinggi. Juda menilai, langkah otoritas moneter memangkas suku bunga kebijakan enam kali dalam setahun belum diiringi oleh penurunan suku bunga kredit perbankan yang signifikan.
Data per Oktober 2016 menunjukkan, suku bunga deposito rata-rata sudah turun hingga 129 bsp menjadi 6,65% sementara suku bunga kredit baru turun 65 bsp atau 12,21%. Juda mengatakan, perilaku bank yang tidak efisien dengan menikmati marjin laba inilah yang membuat pangsa pasarnya diambil pasar keuangan.
(dol)