Pendapatan Cukai Rokok Capai Rp91,4 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, hingga bulan November 2016 realisasi pendapatan cukai rokok baru menyentuh 64% atau sekitar Rp91,4 triliun.
Dari capaian tersebut, Sigeret Kretek Mesin (SKM) menyumbang sekitar 80% dan masing-masing 10% dari Sigeret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Putih Mesin atau lazim disebut rokok putih. SKT mulai mengalami penurunan konsumsi.
Anggota DPR Komisi XI Muhammad Misbakhun, mengatakan permasalahan Sigeret Kretek Tangan cukup kompleks. Dari segi cukai, nilai yang dibebankan untuk SKT cukup tinggi, sehingga membuat beban industri lebih berat.
"Di samping itu industri SKT pun padat karya karena produk yang dihasilkan adalah kretek. Belum lagi faktanya konsumsi kretek itu kurang diminati oleh perokok pemula," kata Misbakhun dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (16/12/2016).
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR Hendrawan Supratikno menambahkan, untuk menyelamatkan Sigeret Kretek Tangan perlu dilihat dari beban cukai dan pajaknya. "Pemerintah harus melihat itu untuk keberlangsungan SKT," jelasnya.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Willem Petrus Riwu mengatakan, tren SKT memang menurun yang berdampak pada penutupan beberapa pabrik di daerah.
Willem mengakui perjuangan untuk menyelamatkan pabrikan SKT memang memiliki berbagai hambatan, terutama dengan masih banyaknya perbedaan persepsi di dalam masyarakat dan pemerintahan.
"Kalau ingin menyelamatkan industri ini yang sudah jelas menyerap banyak SDM, kita dari pemerintah, DPR dan LSM harus duduk bersama. Karena banyak anak bangsa yang mengganantungkan nasibnya di industri SKT. Kalau tidak begitu ya sulit," tegasnya.
Dari capaian tersebut, Sigeret Kretek Mesin (SKM) menyumbang sekitar 80% dan masing-masing 10% dari Sigeret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Putih Mesin atau lazim disebut rokok putih. SKT mulai mengalami penurunan konsumsi.
Anggota DPR Komisi XI Muhammad Misbakhun, mengatakan permasalahan Sigeret Kretek Tangan cukup kompleks. Dari segi cukai, nilai yang dibebankan untuk SKT cukup tinggi, sehingga membuat beban industri lebih berat.
"Di samping itu industri SKT pun padat karya karena produk yang dihasilkan adalah kretek. Belum lagi faktanya konsumsi kretek itu kurang diminati oleh perokok pemula," kata Misbakhun dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (16/12/2016).
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR Hendrawan Supratikno menambahkan, untuk menyelamatkan Sigeret Kretek Tangan perlu dilihat dari beban cukai dan pajaknya. "Pemerintah harus melihat itu untuk keberlangsungan SKT," jelasnya.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Willem Petrus Riwu mengatakan, tren SKT memang menurun yang berdampak pada penutupan beberapa pabrik di daerah.
Willem mengakui perjuangan untuk menyelamatkan pabrikan SKT memang memiliki berbagai hambatan, terutama dengan masih banyaknya perbedaan persepsi di dalam masyarakat dan pemerintahan.
"Kalau ingin menyelamatkan industri ini yang sudah jelas menyerap banyak SDM, kita dari pemerintah, DPR dan LSM harus duduk bersama. Karena banyak anak bangsa yang mengganantungkan nasibnya di industri SKT. Kalau tidak begitu ya sulit," tegasnya.
(ven)