Apersi Ungkap Ada Pungli di Industri Properti
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengungkapkan, perilaku pungutan liar (pungli) tidak terkecuali juga terjadi di Industri Properti. Diterangkan modus yang dipakai yakni dengan menaikkan harga izin.
Ketua Umum Apersi Anton R Santoso mengatakan, pemerintah seharusnya memisahkan izin khusus membangun rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) supaya lebih murah. Meski ada tim saber pungli tetap saja pada kenyataannya masih banyak pungutan di luar ketentuan.
"Kita rencana ketemu Ketua Saber Pungli Pak Wiranto lakukan MoU. Pecah sertifikat ada yang minta Rp3 juta, harusnya Rp800 ribu," ujarnya di Jakarta, Rabu (28/12/2016)
Lebih lanjut dia menerangkan, sebelum pemecahan sertifikat, izin pembangunan juga dipersulit jika tidak menyerahkan uang dengan nominal tertentu. Jika tidak bayar maka tidak akan diurus. "Ini bagai makan buah simalakama. Kalau enggak dikasih, proses urusan sertifikat lama tapi kalau dikasi kita salah," sambung dia.
Sementara, dia menambahkan, melalui paket kebijakan ekonomi ke-13 mengenai pemangkasan perizinan sangat mendukung. Namun, selama aturan Peraturan Presiden (PP) belum ada, realisasi di daerah belum dapat diimplementasikan.
Apersi meminta kepada pemerintah agar bisa memberi solusi karena hal tersebut menjadi hambatan bagi penembang rumah MBR yang modalnya relatif terbatas. "Saya tidak mengatakan setiap daerah, tapi setiap bangun pasti selalu ada," paparnya.
Ketua Umum Apersi Anton R Santoso mengatakan, pemerintah seharusnya memisahkan izin khusus membangun rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) supaya lebih murah. Meski ada tim saber pungli tetap saja pada kenyataannya masih banyak pungutan di luar ketentuan.
"Kita rencana ketemu Ketua Saber Pungli Pak Wiranto lakukan MoU. Pecah sertifikat ada yang minta Rp3 juta, harusnya Rp800 ribu," ujarnya di Jakarta, Rabu (28/12/2016)
Lebih lanjut dia menerangkan, sebelum pemecahan sertifikat, izin pembangunan juga dipersulit jika tidak menyerahkan uang dengan nominal tertentu. Jika tidak bayar maka tidak akan diurus. "Ini bagai makan buah simalakama. Kalau enggak dikasih, proses urusan sertifikat lama tapi kalau dikasi kita salah," sambung dia.
Sementara, dia menambahkan, melalui paket kebijakan ekonomi ke-13 mengenai pemangkasan perizinan sangat mendukung. Namun, selama aturan Peraturan Presiden (PP) belum ada, realisasi di daerah belum dapat diimplementasikan.
Apersi meminta kepada pemerintah agar bisa memberi solusi karena hal tersebut menjadi hambatan bagi penembang rumah MBR yang modalnya relatif terbatas. "Saya tidak mengatakan setiap daerah, tapi setiap bangun pasti selalu ada," paparnya.
(akr)