Suplai Benih Menurun, Impor Hortikultura Terancam Meningkat
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Produsen Benih Hortikultura Indonesia (Hortindo) mengingatkan pemerintah terkait risiko suplai benih hortikultura untuk menjaga stabilitas ekonomi makro Indonesia di 2017. Pasokan benih yang krusial pada tahun ini mengalami kelangkaan yakni kacang panjang, tomat dan cabe.
Ketua Hortindo Afrizal Gindow mengatakan, permintaan benih 2017 diproyeksikan meningkat mencapai sekitar 10%, sementara produsen benih hanya mampu menyuplai setengahnya. Sehingga ada potensi kelangkaan suplai bibit karena musim di 2016 yang terlalu basah dan di 2017 juga diperkirakan cuaca masih kemarau basah.
Kondisi ini menurutnya akan membuat petani di 2017 akan melakukan tanam ulang karena banyak kegagalan panen. Ujungnya ialah risiko terbatasnya suplai tanaman cabe, kacang panjang, dan tomat.
“Tahun ini anggota kami hanya bisa penuhi 65% kebutuhan 7 ton cabe keriting. Sebelumnya kami bisa penuhi hingga 80% nya. Sementara untuk kacang panjang kami juga mengalami penurunan suplai hingga 50% menjadi 300 ton. Sementara tomat juga mengalami penurunan suplai sebesar 5%, sedangkan kebutuhannya ada 4 ton,” ujar Afrizal dalam jumpa pers di Jakarta.
Dia menerangkan ada risiko impor menjadi lebih besar apabila suplai dalam negeri gagal dipenuhi. Hortindo mencatat hingga Oktober 2016 nilai impor hortikultura telah mencapai USD1,45 miliar dengan volume 1,14 juta ton. Nilai impor tersebut relatif naik dibanding periode sama tahun 2015 yakni sebesar USD 1,08 miliar. Nilai impor produk hortikultura ini sudah lebih tinggi dari nilai impor beras sebesar USD 480 juta.
“Dampak impor holtikultura membuat perekonomian petani nasional menjadi menurun. Seharusnya bibit bisa menggerakkan perekonomian daerah dan menjaga angka inflasi,” terang dia.
Seperti diketahui potensi pasar industri hortikultura Indonesia sangat tinggi. Selain jumlah penduduk yang besar, penduduk kelas menengah yang saat ini mencapai 56,5% dari total penduduk Indonesia yang hampir mencapai 250 juta jiwa. Potensi permintaan yang besar tersebut, jika tidak diantisipasi akan membuat nilai impor hortikultura akan semakin besar.
Ketua Hortindo Afrizal Gindow mengatakan, permintaan benih 2017 diproyeksikan meningkat mencapai sekitar 10%, sementara produsen benih hanya mampu menyuplai setengahnya. Sehingga ada potensi kelangkaan suplai bibit karena musim di 2016 yang terlalu basah dan di 2017 juga diperkirakan cuaca masih kemarau basah.
Kondisi ini menurutnya akan membuat petani di 2017 akan melakukan tanam ulang karena banyak kegagalan panen. Ujungnya ialah risiko terbatasnya suplai tanaman cabe, kacang panjang, dan tomat.
“Tahun ini anggota kami hanya bisa penuhi 65% kebutuhan 7 ton cabe keriting. Sebelumnya kami bisa penuhi hingga 80% nya. Sementara untuk kacang panjang kami juga mengalami penurunan suplai hingga 50% menjadi 300 ton. Sementara tomat juga mengalami penurunan suplai sebesar 5%, sedangkan kebutuhannya ada 4 ton,” ujar Afrizal dalam jumpa pers di Jakarta.
Dia menerangkan ada risiko impor menjadi lebih besar apabila suplai dalam negeri gagal dipenuhi. Hortindo mencatat hingga Oktober 2016 nilai impor hortikultura telah mencapai USD1,45 miliar dengan volume 1,14 juta ton. Nilai impor tersebut relatif naik dibanding periode sama tahun 2015 yakni sebesar USD 1,08 miliar. Nilai impor produk hortikultura ini sudah lebih tinggi dari nilai impor beras sebesar USD 480 juta.
“Dampak impor holtikultura membuat perekonomian petani nasional menjadi menurun. Seharusnya bibit bisa menggerakkan perekonomian daerah dan menjaga angka inflasi,” terang dia.
Seperti diketahui potensi pasar industri hortikultura Indonesia sangat tinggi. Selain jumlah penduduk yang besar, penduduk kelas menengah yang saat ini mencapai 56,5% dari total penduduk Indonesia yang hampir mencapai 250 juta jiwa. Potensi permintaan yang besar tersebut, jika tidak diantisipasi akan membuat nilai impor hortikultura akan semakin besar.
(akr)