Jurus Menperin Buat RI Tak Perlu Lagi Impor Cangkul
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mendorong Industri Kecil dan Menengah (IKM) untuk siap memenuhi kebutuhan alat perkakas pertanian dalam negeri dengan kerja sama bersama perusahaan pelat merah yakni PT Krakatau Steel, PT Boma Bisma Indra, PT Sarinah, dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia. Penandatangan ini dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bahan baku untuk pembuatan alat perkakas pertanian.
Lebih lanjut dia menerangkan komitmen ini akan mengurangi ketergantungan produk impor sekaligus sebagai salah satu langkah untuk memperkuat struktur industri nasional. "Kerja sama ini tidak hanya untuk produksi cangkul, tetapi juga produk alat perkakas pertanian non mekanik lainnya seperti sekop, mata garu, egrek, dan dodos," ujarnya pada acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Dia menambahkan alat perkakas pertanian non mekanik tersebut nantinya akan diproduksi oleh IKM yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan jumlah 12.609 unit usaha. “Sentra yang cukup besar terdapat di provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Untuk kapasitas produksi cangkul dalam negeri mampu mencapai 14 juta unit per tahun,” ungkapnya.
Melalui MoU ini, kata Airlangga, PT Krakatau Steel akan memproduksi bahan baku medium carbon steel berbentuk lembaran sesuai kebutuhan industri yang kemudian akan dilakukan proses lanjutan oleh PT Boma Bisma Indra sehingga menjadi barang setengah jadi, maksimal sampai dengan 75%. Selanjutnya barang setengah jadi tersebut akan didistribusikan ke PT Sarinah dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia.
"Untuk produsen cangkul yang berskala besar maupun kecil dan menengah, mereka akan mengolah barang setengah jadi tersebut menjadi alat perkakas pertanian. Dengan skema ini diharapkan produksi cangkul dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan cangkul di pasar domestik sebesar 10 juta unit per tahun," paparnya.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2016 telah dilakukan impor alat perkakas pertanian non mekanik, khususnya cangkul sebesar 86.000 unit dari total kuota impor sebesar 1,5 juta unit. Sementara itu, kebutuhan cangkul nasional sebesar 10 juta unit per tahun. "Sesuai data yang kami miliki, dapat diketahui bahwa kapasitas produksi industri cangkul dalam negeri adalah 14 juta unit per tahun," ungkap Airlangga.
Sementara Dirjen IKM Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih mengatakan, dalam meningkatkan kualitas produk, pihaknya mendorong diberlakukannya Standar Nasional Indonesia (SNI). "Kami mendorong diberlakukannya SNI, di mana pada tahun anggaran 2017 ini akan dilakukan amandemen SNI cangkul dan penyusunan SNI engrek," ujarnya.
Gati menuturkan, selama ini SNI alat perkakas pertanian masih bersifat volunteer sehingga Kemenperin berharap setelah direvisi dan evaluasi bisa diterapkan SNI secara wajib. "Kalau sudah siap dari sisi IKM akan di SNI wajibkan. Targetnya awal 2018," ungkapnya.
Menurutnya Kemenperin telah melakukan pembinaan bagi IKM alat perkakas pertanian di dalam negeri melalui fasilitas penguatan SDM seperti bimbingan teknis, pendampingan, dan sertifikasi. Selain itu, memberikan bantuan mesin dan peralatan, peningkatan kualitas produk dan pengembangan pasar, penguatan sentra, peningkatan kemampuan UPT, serta penumbuhan wirausaha baru IKM.
"Sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman ini, kami akan melakukan koordinasi dan langkah-langkah seperti pembentukan tim monitoring dan evaluasi, pertemuan secara berkala untuk membahas perkembangan nota kesepahaman, serta penyusunan tim teknis SNI perkakas pertanian. MoU ini berlaku selama dua tahun terhitung sejak tanggal ditandatangani," jelasnya.
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Sukandar mengatakan, dengan total kapasitas perusahaan saat ini, pihaknya cukup mudah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi IKM yang akan memproduksi alat perkakas pertanian non mekanik. "Kami hanya butuh waktu tujuh menit saja untuk penuhi bahan baku sebanyak 20 ribu cangkul," terang dia.
Lebih lanjut dia menerangkan komitmen ini akan mengurangi ketergantungan produk impor sekaligus sebagai salah satu langkah untuk memperkuat struktur industri nasional. "Kerja sama ini tidak hanya untuk produksi cangkul, tetapi juga produk alat perkakas pertanian non mekanik lainnya seperti sekop, mata garu, egrek, dan dodos," ujarnya pada acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Dia menambahkan alat perkakas pertanian non mekanik tersebut nantinya akan diproduksi oleh IKM yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan jumlah 12.609 unit usaha. “Sentra yang cukup besar terdapat di provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Untuk kapasitas produksi cangkul dalam negeri mampu mencapai 14 juta unit per tahun,” ungkapnya.
Melalui MoU ini, kata Airlangga, PT Krakatau Steel akan memproduksi bahan baku medium carbon steel berbentuk lembaran sesuai kebutuhan industri yang kemudian akan dilakukan proses lanjutan oleh PT Boma Bisma Indra sehingga menjadi barang setengah jadi, maksimal sampai dengan 75%. Selanjutnya barang setengah jadi tersebut akan didistribusikan ke PT Sarinah dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia.
"Untuk produsen cangkul yang berskala besar maupun kecil dan menengah, mereka akan mengolah barang setengah jadi tersebut menjadi alat perkakas pertanian. Dengan skema ini diharapkan produksi cangkul dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan cangkul di pasar domestik sebesar 10 juta unit per tahun," paparnya.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2016 telah dilakukan impor alat perkakas pertanian non mekanik, khususnya cangkul sebesar 86.000 unit dari total kuota impor sebesar 1,5 juta unit. Sementara itu, kebutuhan cangkul nasional sebesar 10 juta unit per tahun. "Sesuai data yang kami miliki, dapat diketahui bahwa kapasitas produksi industri cangkul dalam negeri adalah 14 juta unit per tahun," ungkap Airlangga.
Sementara Dirjen IKM Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih mengatakan, dalam meningkatkan kualitas produk, pihaknya mendorong diberlakukannya Standar Nasional Indonesia (SNI). "Kami mendorong diberlakukannya SNI, di mana pada tahun anggaran 2017 ini akan dilakukan amandemen SNI cangkul dan penyusunan SNI engrek," ujarnya.
Gati menuturkan, selama ini SNI alat perkakas pertanian masih bersifat volunteer sehingga Kemenperin berharap setelah direvisi dan evaluasi bisa diterapkan SNI secara wajib. "Kalau sudah siap dari sisi IKM akan di SNI wajibkan. Targetnya awal 2018," ungkapnya.
Menurutnya Kemenperin telah melakukan pembinaan bagi IKM alat perkakas pertanian di dalam negeri melalui fasilitas penguatan SDM seperti bimbingan teknis, pendampingan, dan sertifikasi. Selain itu, memberikan bantuan mesin dan peralatan, peningkatan kualitas produk dan pengembangan pasar, penguatan sentra, peningkatan kemampuan UPT, serta penumbuhan wirausaha baru IKM.
"Sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman ini, kami akan melakukan koordinasi dan langkah-langkah seperti pembentukan tim monitoring dan evaluasi, pertemuan secara berkala untuk membahas perkembangan nota kesepahaman, serta penyusunan tim teknis SNI perkakas pertanian. MoU ini berlaku selama dua tahun terhitung sejak tanggal ditandatangani," jelasnya.
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Sukandar mengatakan, dengan total kapasitas perusahaan saat ini, pihaknya cukup mudah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi IKM yang akan memproduksi alat perkakas pertanian non mekanik. "Kami hanya butuh waktu tujuh menit saja untuk penuhi bahan baku sebanyak 20 ribu cangkul," terang dia.
(akr)