Pemerintah Dinilai Belum Perhatikan Hilirisasi Rumput Laut
A
A
A
JAKARTA - Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis mengatakan, selain berupaya mengembangkan hilirisasi rumput laut, sebaiknya pemerintah memperhatikan aspek pengembangan hulu yang terus digenjot produksinya.
Azis juga meminta pemerintah tidak mengorbankan nasib para petani pembudidaya rumput laut, menjaga stabilitas pendapatan dan perekonomian masyarakat pesisir, dan pulau-pulau serta perolehan devisa negara.
(Baca: Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Kebijakan Kelautan-Perikanan)
"Di sektor hilir penyerapannya masih rendah dan biasanya membeli dengan harga pembelian yang kurang bersaing. Sementara, pihak asing bisa menyiapkan cara pembayaran yang efektif dengan harga kompetitif dan menguntungkan para petani,” ungkap Safari di Jakarta, Selasa (10/1/2017).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015 sektor hulu rumput laut menyumbang devisa lebih besar daripada hilirnya yakni mencapai 78% ekspor dengan nilai USD160.408.809. Sementara, hilir hanya mencapai 22% ekspor dengan nilai USD45.056.021.
Sementara, terkait nilai tambah, sebenarnya dari hulu para petani juga memperhatikan hal tersebut mulai dari pembibitannya, penggunaan teknologi budi daya, penempatan lokasi budidaya yang tepat serta menjaga kualitas bahan baku rumput laut yang dihasilkan demikian halnya dalam teknik pemeliharaan, tahapan panen, dan pasca panen.
(Baca: Industri Rumput Laut Indonesia Masih Alami Kendala)
"Sebelum sampai ke tingkat pedagang hingga ke tingkat pengolah, para petani sudah terlebih dahulu menjaga nilai tambah, apalagi yang berorientasi ekspor tentu harus menjaga hasil panennya. Jadi, pemerintah dalam hal membuat road map jangan sampai hanya mengedepankan larangan atau hambatan lain terhadap ekspor bahan baku rumput laut," tutur dia.
Azis juga meminta pemerintah tidak mengorbankan nasib para petani pembudidaya rumput laut, menjaga stabilitas pendapatan dan perekonomian masyarakat pesisir, dan pulau-pulau serta perolehan devisa negara.
(Baca: Pemerintah Diminta Tinjau Ulang Kebijakan Kelautan-Perikanan)
"Di sektor hilir penyerapannya masih rendah dan biasanya membeli dengan harga pembelian yang kurang bersaing. Sementara, pihak asing bisa menyiapkan cara pembayaran yang efektif dengan harga kompetitif dan menguntungkan para petani,” ungkap Safari di Jakarta, Selasa (10/1/2017).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015 sektor hulu rumput laut menyumbang devisa lebih besar daripada hilirnya yakni mencapai 78% ekspor dengan nilai USD160.408.809. Sementara, hilir hanya mencapai 22% ekspor dengan nilai USD45.056.021.
Sementara, terkait nilai tambah, sebenarnya dari hulu para petani juga memperhatikan hal tersebut mulai dari pembibitannya, penggunaan teknologi budi daya, penempatan lokasi budidaya yang tepat serta menjaga kualitas bahan baku rumput laut yang dihasilkan demikian halnya dalam teknik pemeliharaan, tahapan panen, dan pasca panen.
(Baca: Industri Rumput Laut Indonesia Masih Alami Kendala)
"Sebelum sampai ke tingkat pedagang hingga ke tingkat pengolah, para petani sudah terlebih dahulu menjaga nilai tambah, apalagi yang berorientasi ekspor tentu harus menjaga hasil panennya. Jadi, pemerintah dalam hal membuat road map jangan sampai hanya mengedepankan larangan atau hambatan lain terhadap ekspor bahan baku rumput laut," tutur dia.
(izz)