Hasil Peringkat Sebabkan Krisis, Moodys Didenda Rp11,5 Triliun
A
A
A
WASHINGTON - Lembaga pemeringkat Moody’s Corporation (MCO.N) menyetujui untuk membayar denda senilai USD864 juta atau setara Rp11,5 triliun (estimasi kurs Rp13.322/USD) kepada Pemerintah Amerika Serikat. Pengadilan Federal AS di bawah Departemen Kehakiman menghukum Moody’s karena riset standar kredit yang dilakukan berkontribusi terhadap krisis keuangan 2008.
Melansir dari Reuters, Sabtu (14/1/2017), lembaga pemeringkat yang berkantor di New York tersebut, akhirnya memilih bersepakat dengan Departemen Kehakiman untuk membayar denda. Riset standar kredit yang mereka lakukan dinilai tidak transparan dalam menilai sekuritas hipotek di AS, yang menyebabkan krisis keuangan terburuk sejak era Depresi Besar.
“Moody’s gagal mematuhi standar kredit pemeringkatan mereka sendiri secara transparan dan dalam jangka panjang mengarah ke resesi besar,” kata Kepala Deputi Jaksa Agung Bill Baer.
Sementara itu, Jaksa Negara Bagian Connecticut, George Jepsen yang ikut memimpin persidangan, berujar Moody’s telah sengaja menggelembungkan peringkat pada sekuritas hipotek yang bermasalah. Pemeringkatan Moody’s, kata dia, dipengaruhi oleh tuntutan klien perbankan dengan investasi yang kuat untuk mengeluarkan surat berharga dan membayar Moody’s untuk menilai mereka.
Atas keputusan pengadilan, Moody’s mengatakan siap membayar denda USD437,5 juta kepada Departemen Kehakiman. Dan sisanya USD426,3 juta akan dibagi antara negara bagian dan Washington DC.
Sebagai bentuk penyelesaian masalahnya, Moody’s sepakat untuk merancang langkah-langkah strategis untuk menjamin integritas peringkat kredit mereka ke depan, termasuk menjaga analisa karyawannya dari hal-hal yang bersifat komersial.
Hasil tersebut membuat saham Moody’s ditutup jatuh ke level USD96,96 per lembar saham pada penutupan perdagangan Jumat kemarin. Saham mereka telah anjlok lebih dari 5% sejak 21 Oktober 2016, hari dimana Departemen Kehakiman telah menuntut penilaian mereka. Gugatan terhadap Moody’s sendiri sejatinya telah dilayangkan sejak 2010. Negara Bagian Connecticut, Mississippi dan Carolina Selatan, ketika itu melayangkan gugatan atas riset Moody’s.
Sebelumnya, Standar & Poor Global (SPGI.N) menandatangani perjanjian serupa pada tahun 2015 dengan membayar USD1,37 miliar. Standar & Poor merupakan perusahaan pemeringkat utama di dunia dan di tempat kedua adalah Moody’s.
Melansir dari Reuters, Sabtu (14/1/2017), lembaga pemeringkat yang berkantor di New York tersebut, akhirnya memilih bersepakat dengan Departemen Kehakiman untuk membayar denda. Riset standar kredit yang mereka lakukan dinilai tidak transparan dalam menilai sekuritas hipotek di AS, yang menyebabkan krisis keuangan terburuk sejak era Depresi Besar.
“Moody’s gagal mematuhi standar kredit pemeringkatan mereka sendiri secara transparan dan dalam jangka panjang mengarah ke resesi besar,” kata Kepala Deputi Jaksa Agung Bill Baer.
Sementara itu, Jaksa Negara Bagian Connecticut, George Jepsen yang ikut memimpin persidangan, berujar Moody’s telah sengaja menggelembungkan peringkat pada sekuritas hipotek yang bermasalah. Pemeringkatan Moody’s, kata dia, dipengaruhi oleh tuntutan klien perbankan dengan investasi yang kuat untuk mengeluarkan surat berharga dan membayar Moody’s untuk menilai mereka.
Atas keputusan pengadilan, Moody’s mengatakan siap membayar denda USD437,5 juta kepada Departemen Kehakiman. Dan sisanya USD426,3 juta akan dibagi antara negara bagian dan Washington DC.
Sebagai bentuk penyelesaian masalahnya, Moody’s sepakat untuk merancang langkah-langkah strategis untuk menjamin integritas peringkat kredit mereka ke depan, termasuk menjaga analisa karyawannya dari hal-hal yang bersifat komersial.
Hasil tersebut membuat saham Moody’s ditutup jatuh ke level USD96,96 per lembar saham pada penutupan perdagangan Jumat kemarin. Saham mereka telah anjlok lebih dari 5% sejak 21 Oktober 2016, hari dimana Departemen Kehakiman telah menuntut penilaian mereka. Gugatan terhadap Moody’s sendiri sejatinya telah dilayangkan sejak 2010. Negara Bagian Connecticut, Mississippi dan Carolina Selatan, ketika itu melayangkan gugatan atas riset Moody’s.
Sebelumnya, Standar & Poor Global (SPGI.N) menandatangani perjanjian serupa pada tahun 2015 dengan membayar USD1,37 miliar. Standar & Poor merupakan perusahaan pemeringkat utama di dunia dan di tempat kedua adalah Moody’s.
(ven)