Donald Trump: Proteksi Akan Membuat AS Makmur dan Kuat
A
A
A
WASHINGTON - Memakai dasi merah dan nada bicara tenang dengan tangan kiri memegang dua Alkitab dan tangan kanan mengangkat sumpah, Donald John Trump mengucap janji setia sebagai Presiden ke-45 Amerika Serikat. Yaitu melestarikan, melindungi dan membela Konstitusi AS. Ia pun menjadi Presiden AS pertama yang tidak memiliki pengalaman di pemerintahan maupun pengalaman militer.
Sementara di pelataran Capitol Hill, Washington DC, warga Amerika berkerumun menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut. Trump yang ditemani keluarganya berpidato untuk mengedepankan rakyat dan bangsa Amerika dengan slogan America First.
“Anda (warga AS) tidak akan pernah diabaikan lagi. Saya akan mendorong perusahaan untuk membangun kembali lapangan kerja di AS dan membangun kembali infrastruktur Amerika. Kita harus melindungi perbatasan kita dari kerusakan akibat negara-negara lain. Perlindungan akan menyebabkan kemakmuran dan kekuatan,” ujarnya seperti dilansir CNBC, Sabtu (21/1/2017).
Selain membangun Amerika kembali berjaya, Trump menghadapi tugas berat lain yang lebih nyata: menyatukan Amerika selama masa jabatannya. Pasalnya, puluhan anggota parlemen dari Partai Demokrat memilih tidak hadir dalam pelantikan. Beberapa bahkan melontarkan komentar yang memecah belah.
Beberapa demonstran yang kebanyakan simpatisan Partai Demokrat pun berunjuk rasa di National Mall, tidak jauh dari Capitol Hill. Kericuhan pun terjadi setelah Trump melakukan pidato pertamanya, dimana aparat keamanan menahan setidaknya 95 orang.
Trump pun menampik isu soal kebijakannya yang dianggap diskriminatif. Dalam pidato pertamanya, Trump mengusung tema nasionalisme persis saat kampanye. “Apapun warna kulitnya, putih, hitam atau coklat, kita semua memiliki darah sama: merah. Darah patriot. Dan kita semua berada di bawah bendera yang sama, bendera Amerika Serikat”.
Begitu pula dengan pernyataan soal ekonomi. Trump berjanji meningkatkan kembali produk-produk di AS dan mempekerjakan warga Amerika yang selama di era Barack Obama telah kehilangan banyak pekerjaan.
“Setiap keputusan soal perdagangan, pajak, imigrasi, dan kebijakan luar negeri harus mengedepankan warga Amerika. Landasan kita adalah kesetiaan total untuk Amerika Serikat. Dan melalui kesetiaan kita kepada negara, kita akan menemukan kembali kesetiaan kita satu sama lain,” tandasnya.
Beberapa kritikus pun mempertanyakan soal kebijakan populisme Trump selama di Gedung Putih, karena akan berpengaruh kepada perdagangan dan bisnis AS secara global.
Sementara di pelataran Capitol Hill, Washington DC, warga Amerika berkerumun menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut. Trump yang ditemani keluarganya berpidato untuk mengedepankan rakyat dan bangsa Amerika dengan slogan America First.
“Anda (warga AS) tidak akan pernah diabaikan lagi. Saya akan mendorong perusahaan untuk membangun kembali lapangan kerja di AS dan membangun kembali infrastruktur Amerika. Kita harus melindungi perbatasan kita dari kerusakan akibat negara-negara lain. Perlindungan akan menyebabkan kemakmuran dan kekuatan,” ujarnya seperti dilansir CNBC, Sabtu (21/1/2017).
Selain membangun Amerika kembali berjaya, Trump menghadapi tugas berat lain yang lebih nyata: menyatukan Amerika selama masa jabatannya. Pasalnya, puluhan anggota parlemen dari Partai Demokrat memilih tidak hadir dalam pelantikan. Beberapa bahkan melontarkan komentar yang memecah belah.
Beberapa demonstran yang kebanyakan simpatisan Partai Demokrat pun berunjuk rasa di National Mall, tidak jauh dari Capitol Hill. Kericuhan pun terjadi setelah Trump melakukan pidato pertamanya, dimana aparat keamanan menahan setidaknya 95 orang.
Trump pun menampik isu soal kebijakannya yang dianggap diskriminatif. Dalam pidato pertamanya, Trump mengusung tema nasionalisme persis saat kampanye. “Apapun warna kulitnya, putih, hitam atau coklat, kita semua memiliki darah sama: merah. Darah patriot. Dan kita semua berada di bawah bendera yang sama, bendera Amerika Serikat”.
Begitu pula dengan pernyataan soal ekonomi. Trump berjanji meningkatkan kembali produk-produk di AS dan mempekerjakan warga Amerika yang selama di era Barack Obama telah kehilangan banyak pekerjaan.
“Setiap keputusan soal perdagangan, pajak, imigrasi, dan kebijakan luar negeri harus mengedepankan warga Amerika. Landasan kita adalah kesetiaan total untuk Amerika Serikat. Dan melalui kesetiaan kita kepada negara, kita akan menemukan kembali kesetiaan kita satu sama lain,” tandasnya.
Beberapa kritikus pun mempertanyakan soal kebijakan populisme Trump selama di Gedung Putih, karena akan berpengaruh kepada perdagangan dan bisnis AS secara global.
(ven)