Langkah Garuda Renegosiasi Kontrak Dinilai Tepat
A
A
A
JAKARTA - Renegosiasi kontrak yang dilakukan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terhadap kontrak pengadaan barang dan jasa menurut pengamat BUMN Said Didu merupakan langkah yang tepat. Menurutnya pengadaan barang dan jasa yang sangat spesifik dan peserta tendernya sedikit sangat rawan suap.
(Baca Juga: Buntut Kasus Emirsyah, Garuda Renegosiasi Seluruh Kontrak)
Said yang juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Kementerian BUMN mengungakapkan hal itu terbukti terjadi pada Garuda yang hanya memilih penyedia barang dan jasa, yakni antara Airbus dan Boeing dengan mesin pesawat Rolls-Royce. Hingga perusahaan penerbangan pelat merah itu tersandung kasus suap yang melibatkan mantan Direktur Utama Emirsyah Satar.
"Itu langkah yang bagus untuk mengevaluasi kontrak-kontrak internasional, tapi apakah dari negara sana mau? Karena suapnya kan melalui pihak ketiga. Ini bisa menjadi sangat subjektif, karena Boeing dan Airbus masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing," ucap Said saat dihubungi di Jakarta, Selasa (24/1/2017).
(Baca Juga: Tersandung Suap, Garuda Indonesia Tetap Gandeng Rolls-Royce)
Untuk mengantisipasi hal tersebut tidak terulang kembali, menurutnya, Kementerian BUMN harus membentuk peraturan terkait pengadaan barang dan jasa oleh perusahaan pelat merah yang harus dilakukan langsung ke agen, dan tidak diperbolehkan melalui produsen. Ini juga untuk menghindari adanya kasus suap melalui pihak ketiga.
"Umumnya suap tidak terjadi di negara-negara maju, tapi melalui pihak ketiga yaitu agen, harus ada aturan yang jelas. Karena saat ini tidak ada regulasi yang mengaturnya," tegasnya.
Said juga menyatakan, selama ini sistem pengadaan barang dan jasa diatur oleh direksi BUMN dan juga komisaris. Pengaturan tersebut terutama untuk pengadaan barang dan jasa yang berbasis teknologi tinggi atau berinvestasi besar.
"Ada juga beberapa sektor yang rawan terjadi suap untuk pengadaan seperti sektor pertambangan, logistik, pelabuhan dan pengadaan software, karena investasinya besar," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Mohammad Haekal menyatakan pihaknya akan memanggil maskapai Garuda Indonesia terkait kasus suap yang menyeret nama mantan Direktur Utamanya, Emirsyah Satar. "Kami akan memanggil Garuda secepatnya, nanti kami akan meminta klarifikasi dari manajemen Garuda terkait kasus ini," kata dia.
Dia juga menyayangkan adanya dugaan kasus suap dari Rolls-Royce atas Emirsyah Satar. Menurut dia, DPR RI akan tetap mendorong penegakkan hukum melalui Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) untuk mengusut hingga tuntas kasus tersebut.
(Baca Juga: Buntut Kasus Emirsyah, Garuda Renegosiasi Seluruh Kontrak)
Said yang juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Kementerian BUMN mengungakapkan hal itu terbukti terjadi pada Garuda yang hanya memilih penyedia barang dan jasa, yakni antara Airbus dan Boeing dengan mesin pesawat Rolls-Royce. Hingga perusahaan penerbangan pelat merah itu tersandung kasus suap yang melibatkan mantan Direktur Utama Emirsyah Satar.
"Itu langkah yang bagus untuk mengevaluasi kontrak-kontrak internasional, tapi apakah dari negara sana mau? Karena suapnya kan melalui pihak ketiga. Ini bisa menjadi sangat subjektif, karena Boeing dan Airbus masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing," ucap Said saat dihubungi di Jakarta, Selasa (24/1/2017).
(Baca Juga: Tersandung Suap, Garuda Indonesia Tetap Gandeng Rolls-Royce)
Untuk mengantisipasi hal tersebut tidak terulang kembali, menurutnya, Kementerian BUMN harus membentuk peraturan terkait pengadaan barang dan jasa oleh perusahaan pelat merah yang harus dilakukan langsung ke agen, dan tidak diperbolehkan melalui produsen. Ini juga untuk menghindari adanya kasus suap melalui pihak ketiga.
"Umumnya suap tidak terjadi di negara-negara maju, tapi melalui pihak ketiga yaitu agen, harus ada aturan yang jelas. Karena saat ini tidak ada regulasi yang mengaturnya," tegasnya.
Said juga menyatakan, selama ini sistem pengadaan barang dan jasa diatur oleh direksi BUMN dan juga komisaris. Pengaturan tersebut terutama untuk pengadaan barang dan jasa yang berbasis teknologi tinggi atau berinvestasi besar.
"Ada juga beberapa sektor yang rawan terjadi suap untuk pengadaan seperti sektor pertambangan, logistik, pelabuhan dan pengadaan software, karena investasinya besar," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Mohammad Haekal menyatakan pihaknya akan memanggil maskapai Garuda Indonesia terkait kasus suap yang menyeret nama mantan Direktur Utamanya, Emirsyah Satar. "Kami akan memanggil Garuda secepatnya, nanti kami akan meminta klarifikasi dari manajemen Garuda terkait kasus ini," kata dia.
Dia juga menyayangkan adanya dugaan kasus suap dari Rolls-Royce atas Emirsyah Satar. Menurut dia, DPR RI akan tetap mendorong penegakkan hukum melalui Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) untuk mengusut hingga tuntas kasus tersebut.
(akr)