DPR Minta Pengusaha Migas Tak Diwajibkan Pakai Skema Gross Split
A
A
A
JAKARTA - Komisi VII DPR RI meminta pemerintah tidak mewajibkan para pengusaha migas (kontraktor kontrak kerja sama/KKKS) untuk menggunakan skema bagi hasil kotor (gross split) dalam kontrak bagi hasil migas. Skema ini dinilai akan menarik minat investor yang sebelumnya tertarik untuk melakukan eksplorasi migas.
Anggota Komisi VII DPR RI Dito Ganinduto mengungkapkan, pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah untuk mencari terobosan guna meningkatkan penerimaan pemerintah dalam kontrak migas. Namun, pemerintah juga sedianya tidak melupakan soal daya tarik investor.
"Intinya kalau soal terobosan dalam rangka menghilangkan birokrasi ini sangat bagus, tapi dari sudut lain kita harus consider juga mengenai investasi. Daya tarik investor," katanya dalam Rapat Kerja (Raker) Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (30/1/2017).
Menurutnya, tidak ada yang salah dengan skema gross split yang telah mulai diimplementasikan pemerintah awal tahun ini. Namun sedianya, skema tersebut hanya dijadikan alternatif dan tidak perlu diwajibkan untuk seluruh kontrak baru atau kontrak yang akan berakhir masa kontraknya.
"Ada baiknya gross split itu sebagai alternatif, di samping dalam perjalanan harus ada yang diperbaiki. Misalnya Pertamina dapat 8 blok dia harus gross split semua. Apa dia sanggup," imbuhnya.
Dito menilai, beleid mengenai gross split ini perlu dimodifikasi agar skema tersebut tidak menjadi sebuah kewajiban. Sehingga, kegiatan eksplorasi migas akan tetap menarik untuk investor.
"Kalau saya perhatikan itu kelihatannya agak berat kalau gross split semua. Jadi itu harusnya tidak satu-satunya harus menggunakan gross split. Kalau sebagai alternatif mungkin akan cukup menarik, jadi dalam kondisi tertentu bisa menggunakan PSC," tandas dia.
Anggota Komisi VII DPR RI Dito Ganinduto mengungkapkan, pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah untuk mencari terobosan guna meningkatkan penerimaan pemerintah dalam kontrak migas. Namun, pemerintah juga sedianya tidak melupakan soal daya tarik investor.
"Intinya kalau soal terobosan dalam rangka menghilangkan birokrasi ini sangat bagus, tapi dari sudut lain kita harus consider juga mengenai investasi. Daya tarik investor," katanya dalam Rapat Kerja (Raker) Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (30/1/2017).
Menurutnya, tidak ada yang salah dengan skema gross split yang telah mulai diimplementasikan pemerintah awal tahun ini. Namun sedianya, skema tersebut hanya dijadikan alternatif dan tidak perlu diwajibkan untuk seluruh kontrak baru atau kontrak yang akan berakhir masa kontraknya.
"Ada baiknya gross split itu sebagai alternatif, di samping dalam perjalanan harus ada yang diperbaiki. Misalnya Pertamina dapat 8 blok dia harus gross split semua. Apa dia sanggup," imbuhnya.
Dito menilai, beleid mengenai gross split ini perlu dimodifikasi agar skema tersebut tidak menjadi sebuah kewajiban. Sehingga, kegiatan eksplorasi migas akan tetap menarik untuk investor.
"Kalau saya perhatikan itu kelihatannya agak berat kalau gross split semua. Jadi itu harusnya tidak satu-satunya harus menggunakan gross split. Kalau sebagai alternatif mungkin akan cukup menarik, jadi dalam kondisi tertentu bisa menggunakan PSC," tandas dia.
(izz)