Sejumlah Perusahaan Asing Hengkang dari China

Jum'at, 03 Februari 2017 - 21:19 WIB
Sejumlah Perusahaan...
Sejumlah Perusahaan Asing Hengkang dari China
A A A
BEIJING - Produsen hard disk terbesar di dunia asal Amerika Serikat, Seagate mengumumkan menutup pabriknya di Suzhou dekat Shanghai, China. Penutupan ini membuat 2.000 orang menganggur.

Melansir dari South China Morning Post, Jumat (3/2/2017), langkah Seagate tersebut menambah daftar perusahaan asing yang cabut dari China dalam setahun terakhir. Sebelumnya, Panasonic yang menutup pabrik televisi pada 2015 setelah 37 tahun beroperasi di China.

Dan November tahun lalu, raksasa elektronik Jepang, Sony menjual semua sahamnya di Sony Electronics Huanan dan menutup pabriknya di Guangzhou. Sementara itu, perusahaan pakaian jadi asal Inggris Marks & Spencer juga mengumumkan menutup semua gerainya di China.

Daftar perusahaan asing yang akan cabut semakin bertambah, karena Metro, Home Depot, Best Buy, Revlon, L’Oreal, Microsoft, dan Sharp mulai mempertimbangkan untuk hengkang dari China.

Keputusan sejumlah perusahaan asing yang hengkang dari China membuat Negeri Tirai Bambu kini menjadi khawatir. Dan langkah ini bisa menghidupkan kembali sikap permusuhan China dengan perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di negara mereka.

Sejatinya, Presiden Republik Rakyat China Xi Jinping dalam pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, pada Januari lalu, telah menyatakan kepada investor bahwa negaranya terbuka untuk investasi asing. Xi bahkan berjanji meningkatkan akses pasar bagi perusahaan asing.

Namun perusahaan asing memilih angkat kaki dari China karena sejumlah alasan. Yang utama adalah rezim pajak yang tinggi, meningkatnya biaya tenaga kerja, dan keberpihakan China terhadap perusahaan lokalnya dalam persaingan bisnis.

Sebelumnya, pada era 1990-an, Beijing menggelar karpet merah bagi perusahaan-perusahaan asing demi memperoleh investasi, penyerapan tenaga kerja, keterampilan manajemen, dan pengetahuan teknis yang bisa dibutuhkan oleh China.

Para perusahaan asing mendapat perlakuan istimewa, diantaranya peraturan pajak yang rendah. Investasi asing dikenakan pajak penghasilan 15%, sedangkan perusahaan China membayar pajak 33%. Namun aturan tersebut berubah pada 2008, perusahaan asing dan lokal China sama-sama dikenakan pajak perusahaan sebesar 25%.

Menanggapi itu, Chong Tai Leung, profesor dari Chinese University of Hong Kong, mengatakan China seharusnya tidak perlu khawatir dengan hengkangnya perusahaan asing. “Bahkan China tidak perlu perusahaan asing. Karena kita tidak memperoleh transfer teknologi dari mereka dan mereka hanya mengambil keuntungan dari kita,” ujarnya. Bahkan ia berharap pemerintah membuat kebijakan secara bertahap agar perusahaan asing keluar dari China.

Hal senada juga disampaikan Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, Shen Danyang. Ia bahkan menuduh beberapa korporat asing hanya mengingkan keuntungan pintas di China. Shen menyebut perusahaan asing tidak memiliki wawasan soal negaranya dan menegaskan bahwa China masih merupakan tempat yang baik untuk berinvestasi.

Mengutip CNBC, Jumat (3/2), Keith Pogson, senior partner di Ernst & Young yang mengawasi jasa keuangan di Asia, mengatakan salah satu penyebab hengkangnya perusahaan asing karena persaingan ketat dari perusahaan China. “Kami melihat banya perusahaan China menjadi juara dan ini memberi banyak tekanan pada korporasi asing,” katanya.

Ia pun mencontohkan TCL, perusahaan TV asal China yang pada tahun lalu untuk pertama kalinya melampaui merek TV asal Korea Selatan. Bahkan penjualan TCL meningkat 50% di pasar Amerika pada tahun 2016 kemarin.

Tumbuhnya perusahaan China sendiri mendapat sokongan dari pihak berwenang di Negeri Mao Tse Tung. “China condong ke arah ‘anak-anak’ mereka sendiri,” sambung Pogson.

Adapun survei pada tahun lalu yang dilakukan perusahaan konsultan Bain & Company dan American Chamber of Commerce (AmCham) atau Kadin AS di China, menyebut ada dua faktor yang menghambat perusahaan asing berkembang di China. Biaya tenaga kerja yang tinggi dan kurangnya keterampilan dari tenaga kerja di China dalam memenuhi syarat bekerja di perusahaan asing.

Selain itu, soal peraturan yang dibuat parlemen China pada November lalu dinilai dapat menganggu perkembangan perusahaan asing masuk ke China. Masalah keamanan data menjadi penting bagi perusahaan asing. Mereka khawatir atas teknologi yang mereka miliki dicuri oleh China. Pasalnya parlemen China mensyaratkan masalah keamanan data untuk disimpan di server China.

Alhasil 40 kelompok bisnis internasional di China pun protes. Mereka menandatangani petisi untuk mengubah beberapa aturan hukum tersebut. Sementara Beijing bersikeras agar data keamanan perusahaan asing disimpan di server China. Perbedaan pendapat ini menurut AmCham di China, membuat perusahaan asing yang mereka survei, menyatakan ingin pindah dan merelokasi usahanya. Kebanyakan mereka memilih untuk pindah ke negara berkembang di Asia.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1017 seconds (0.1#10.140)