Pemerintah Harus Fokus pada Belanja Berkualitas di 2017
A
A
A
JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan RI Chatib Basri mengatakan, pemerintah harus memperhatikan beberapa hal dari sisi fiskal tahun ini. Pemerintah harus fokus pada belanja berkualitas atau ke sektor yang memberikan multiplier effect tinggi.
Menurutnya, belanja disalurkan demi menciptakan permintaan. "Misalnya pekerjakan orang suruh kerja bersihin parit atau kali, kemudian dapat gaji. Dia lalu beli makanan di warung, sehingga ini akan terus mendorong permintaan masyarakat dan roda perekonomian. Kalau mau cepat bisa cash transfer untuk memberikan dampak cepat dalam enam bulan secara temporer," ujar Chatib di Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Dia menilai, dengan berbagai faktor fundamental yang ada di Indonesia, ekonomi Indonesia tetap akan menjadi daya tarik bagi investor. Investasi diperkirakan tetap tumbuh dan mampu mengimbangi sentimen dari Amerika Serikat (AS).
Selain itu, dia juga menilai ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuannya, BI 7 Days Repo Rate sudah habis. "Bank Indonesia tidak ada ruang menurunkan suku bunga bahkan mungkin akan menaikkan," katanya.
Tidak adanya peluang untuk turun itu tidak terlepas dari sentimen yang ditimbulkan dari global, terutama AS pascadipimpin Donald Trump. Chatib memaparkan, salah satu yang bakal dilakukan Trump selama menjadi Presiden AS yaitu penurunan pajak demi menarik dana AS yang tersebar di dunia.
Dana tersebut akan digunakan untuk membangun infrastruktur serta membuka lapangan kerja baru. Dengan ada kebijakan itu, Chatib menilai The Federal Reserve (The Fed) atau Bank Sentral AS akan merespons dengan kenaikan suku bunga acuannya.
"Jika Trump memotong pajak implikasinya defisit naik. Bond yield-nya juga akan naik maka mau tidak mau interest-nya juga dinaikkan. Maka, sebenarnya tidak ada peluang BI untuk menurunkan lagi bunga acuannya," tutur dia.
Chatib memperkirakan sepanjang 2017, The Fed akan menaikkan bunga acuannya mencapai 75 basis poin (bps). Upaya kenaikan suku bunga tersebut juga diperkirakan lebih cepat dari prediksi pasar selama ini.
Bahkan, dengan ada kenaikan bunga The Fed tersebut, salah satu untuk mengatasinya BI harus menaikkan bunga acuannya. "Kalau bunga The Fe naik 75 bps, maka BI sampai akhir tahun harus menaikkan bunganya 25 bps," ujarnya.
Sementara, untuk potensi ekspor Indonesia memiliki kenaikan dengan kenaikan harga komoditas. Namun yang perlu dilihat yakni pasar ekspor kawasan masih tumbuh dari Asia sebesar 5,8%. Sehingga pasar ekspor harus berorientasi ke Asia dan ASEAN juga menguntungkan karena tarifnya nol.
"ASEAN bisa diperlakukan sebagai kawasan pasar domestik oleh pengusaha. Ongkos kapal ke Thailand misalnya, masih lebih murah logistik cost daripada ke Sulawesi," terangnya.
Senada dengan itu, ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menilai belanja pemerintah yang lebih berkualitas dan kredibel diperkirakan akan menjadi kunci penting dalam pertumbuhan ekonomi di 2017. Investasi juga diperkirakan tumbuh solid meski terdapat risiko ketidakpastian global dari kebijakan ekonomi AS serta rebalancing ekonomi Tiongkok.
"Pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan akan semakin solid di kisaran 5,1%-5,2%. Hal ini mengingat lanjutan transmisi moneter dari pelonggaran kebijakan moneter tahun lalu diperkirakan akan menopang daya beli masyarakat pada awal tahun ini," ujar Josua saat dihubungi.
berdasarkan pertumbuhan ekonomi 2016 yang mencapai 5,02% secara yoy, meningkat dari 2015 yang mencapai 4,8% secara yoy. Kontribusi terbesar ekonomi 2016 masih ditopang konsumsi rumah tangga. Peningkatan konsumsi masyarakat dikonfirmasi oleh perbaikan penjualan automotif, tren penguatan indeks kepercayaan konsumen serta solidnya penjualan eceran.
Peningkatan konsumsi juga dikofirmasi oleh masih kuatnya daya beli masyarakat di tengah tren penurunan inflasi. Selain itu, tren kenaikan harga konsumsi juga mendorong pengeluaran masyarakat khususnya pada provinsi penghasil komoditas.
Selain konsumsi masyarakat, Pembentukan Modal Tetap Bruto diperkirakan meningkat menjadi 4,8% dari kuartal sebelumnya 4,1%. Investasi di sektor riil cukup solid terkonfirmasi oleh impor barang modal yang cenderung meningkat pada kuartal empat 2016.
Selain itu, penyaluran kredit investasi perbankan pada kuartal terakhir tahun lalu juga menunjukkan peningkatan. Sementara, kontribusi belanja pemerintah cenderung menurun pada kuartal akhir 2016 dikarenakan pemangkasan belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah yang berimplikasi pada penurunan belanja barang.
Sementara, kinerja ekspor pada kuartal empat menunjukkan perbaikan didorong oleh peningkatan harga komoditas ekspor seperti CPO dan batu bara, meskipun pertumbuhan ekspor masih terkontraksi.
Menurutnya, belanja disalurkan demi menciptakan permintaan. "Misalnya pekerjakan orang suruh kerja bersihin parit atau kali, kemudian dapat gaji. Dia lalu beli makanan di warung, sehingga ini akan terus mendorong permintaan masyarakat dan roda perekonomian. Kalau mau cepat bisa cash transfer untuk memberikan dampak cepat dalam enam bulan secara temporer," ujar Chatib di Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Dia menilai, dengan berbagai faktor fundamental yang ada di Indonesia, ekonomi Indonesia tetap akan menjadi daya tarik bagi investor. Investasi diperkirakan tetap tumbuh dan mampu mengimbangi sentimen dari Amerika Serikat (AS).
Selain itu, dia juga menilai ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuannya, BI 7 Days Repo Rate sudah habis. "Bank Indonesia tidak ada ruang menurunkan suku bunga bahkan mungkin akan menaikkan," katanya.
Tidak adanya peluang untuk turun itu tidak terlepas dari sentimen yang ditimbulkan dari global, terutama AS pascadipimpin Donald Trump. Chatib memaparkan, salah satu yang bakal dilakukan Trump selama menjadi Presiden AS yaitu penurunan pajak demi menarik dana AS yang tersebar di dunia.
Dana tersebut akan digunakan untuk membangun infrastruktur serta membuka lapangan kerja baru. Dengan ada kebijakan itu, Chatib menilai The Federal Reserve (The Fed) atau Bank Sentral AS akan merespons dengan kenaikan suku bunga acuannya.
"Jika Trump memotong pajak implikasinya defisit naik. Bond yield-nya juga akan naik maka mau tidak mau interest-nya juga dinaikkan. Maka, sebenarnya tidak ada peluang BI untuk menurunkan lagi bunga acuannya," tutur dia.
Chatib memperkirakan sepanjang 2017, The Fed akan menaikkan bunga acuannya mencapai 75 basis poin (bps). Upaya kenaikan suku bunga tersebut juga diperkirakan lebih cepat dari prediksi pasar selama ini.
Bahkan, dengan ada kenaikan bunga The Fed tersebut, salah satu untuk mengatasinya BI harus menaikkan bunga acuannya. "Kalau bunga The Fe naik 75 bps, maka BI sampai akhir tahun harus menaikkan bunganya 25 bps," ujarnya.
Sementara, untuk potensi ekspor Indonesia memiliki kenaikan dengan kenaikan harga komoditas. Namun yang perlu dilihat yakni pasar ekspor kawasan masih tumbuh dari Asia sebesar 5,8%. Sehingga pasar ekspor harus berorientasi ke Asia dan ASEAN juga menguntungkan karena tarifnya nol.
"ASEAN bisa diperlakukan sebagai kawasan pasar domestik oleh pengusaha. Ongkos kapal ke Thailand misalnya, masih lebih murah logistik cost daripada ke Sulawesi," terangnya.
Senada dengan itu, ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menilai belanja pemerintah yang lebih berkualitas dan kredibel diperkirakan akan menjadi kunci penting dalam pertumbuhan ekonomi di 2017. Investasi juga diperkirakan tumbuh solid meski terdapat risiko ketidakpastian global dari kebijakan ekonomi AS serta rebalancing ekonomi Tiongkok.
"Pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan akan semakin solid di kisaran 5,1%-5,2%. Hal ini mengingat lanjutan transmisi moneter dari pelonggaran kebijakan moneter tahun lalu diperkirakan akan menopang daya beli masyarakat pada awal tahun ini," ujar Josua saat dihubungi.
berdasarkan pertumbuhan ekonomi 2016 yang mencapai 5,02% secara yoy, meningkat dari 2015 yang mencapai 4,8% secara yoy. Kontribusi terbesar ekonomi 2016 masih ditopang konsumsi rumah tangga. Peningkatan konsumsi masyarakat dikonfirmasi oleh perbaikan penjualan automotif, tren penguatan indeks kepercayaan konsumen serta solidnya penjualan eceran.
Peningkatan konsumsi juga dikofirmasi oleh masih kuatnya daya beli masyarakat di tengah tren penurunan inflasi. Selain itu, tren kenaikan harga konsumsi juga mendorong pengeluaran masyarakat khususnya pada provinsi penghasil komoditas.
Selain konsumsi masyarakat, Pembentukan Modal Tetap Bruto diperkirakan meningkat menjadi 4,8% dari kuartal sebelumnya 4,1%. Investasi di sektor riil cukup solid terkonfirmasi oleh impor barang modal yang cenderung meningkat pada kuartal empat 2016.
Selain itu, penyaluran kredit investasi perbankan pada kuartal terakhir tahun lalu juga menunjukkan peningkatan. Sementara, kontribusi belanja pemerintah cenderung menurun pada kuartal akhir 2016 dikarenakan pemangkasan belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah yang berimplikasi pada penurunan belanja barang.
Sementara, kinerja ekspor pada kuartal empat menunjukkan perbaikan didorong oleh peningkatan harga komoditas ekspor seperti CPO dan batu bara, meskipun pertumbuhan ekspor masih terkontraksi.
(izz)